Sandiwara radio dulu begitu populer, bahkan masa kecil saya dipenuhi kegembiraan mendengarkan berbagai cerita di sandiwara radio dari Saur Sepuh, Misteri Gunung Merapi, Tutur Tinular dan Sanggar Cerita Anak-anak. Ketika Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis sosialisasi dan edukasi tentang bencana dalam rupa sandiwara radio, saya pun turut menyambut gembira.
Sandiwara radio asyik dinikmati karena bisa membuat pendengarnya berimajinasi dan Puspa kecil pun dulu berangan-angan menjadi jago pedang ala Mantili hehehe. Sandiwara radio juga bisa dinikmati sambil mengerjakan berbagai aktivitas. Dulu sambil menyimak Saur Sepuh, nenek asyik memasak, ibu menata pakaian, sedangkan saya dan kakak berpura-pura menjadi Brama Kumbara dan Mantili atau menghabiskan kue marie yang dicocol dengan sirup frambozen buatan sendiri. Oleh karena ceritanya yang berkesan hingga saat ini saya juga bisa mengingat berbagai adegan di serial sandiwara radio tersebut.
Meski jaman sudah modern dan ada beragam hiburan, masih banyak masyarakat yang mendengarkan radio. Suami gemar menyalakan radio selama berangkat dan pulang kerja, sedangkan saya suka mendengarkan radio tentang ulasan film bersama CinemaniaID tiap Jumat petang dan program khusus musik rock tiap Jumat malam. Intinya hingga saat ini radio masih eksis.
Saya sependapat dengan BNPB yang berupaya menyosialisasikan dan mengedukasi masyarakat tentang bencana dengan beragam lini. Mulai dari informasi terkini di website dan media sosial, berkunjung ke sekolah-sekolah, serta memadukannya dengan beragam acara budaya dan kesenian seperti pagelaran wayang kulit.
Indonesia memang tak bisa lepas dari bencana alam oleh karena Indonesia dikelilingi gunung berapi atau ring of fire. Selain bencana alam berupa gempa, erupsi dan tsunami, Indonesia juga berisiko terhadap angin topan, banjir, kekeringan, gelombang panas, dan tanah longsor.
Pengalaman tak terlupakan ketika saya hendak melangsungkan pernikahan, gunung Bromo aktif dan berstatus awas sehingga bandara di Malang ditutup. Aktivitas sebelum pernikahan pun dipangkas karena waktu terbuang dengan harus mendarat ke Surabaya. Teman-teman kantor pun banyak yang batal datang karena merasa ribet jika harus mendarat ke Surabaya dan melanjutkan perjalanan dengan bus. Jika dulu kesal setengah mati gara-gara kejadian tersebut, tapi saat ini saya malah tertawa geli jika mengingatnya.
Hingga saat ini kawasan Malang, Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, Blitar dan Kediri memang berisiko terkena gempa dan erupsi gunung berapi. Sayangnya tidak semua warga memiliki pengetahuan yang cukup tentang mitigasi bencana. Yang umum diketahui hanya keluar menuju tanah lapang atau berlindung di bawah meja saat terjadi gempa. Tapi apa saja barang yang perlu diselamatkan atau dilindungi agar tidak berisiko hilang atau rusak saat terjadi bencana, perlunya asuransi bencana alam, juga jalur evakuasi tidak banyak diketahui.
Pengetahuan komplet tentang siaga bencana dari gunung berapi malah saya dapatkan ketika singgah ke Museum Gunung Api Merapi di Kaliurang. Di sini informasi tentang gunung berapi dan dampaknya dikemas dengan apik sehingga ada banyak keluarga yang membawa anak-anak ke sini. Saya rasa keberadaan museum ini bisa ditiru oleh kota lain untuk sosialisasi dan edukasi tentang bencana alam. Selain itu bencana alam sebenarnya bukan hanya gempa bumi dan erupsi, melainkan juga tanah longsor, banjir, angin puting beliung, dan sebagainya, sehingga keberadaa musem bencana alam bisa disesuaikan dengan bencana alam yang kerap melanda daerah tersebut.
Ketika saya melihat nama radio di Malang yang ditunjuk untuk memutarnya yaitu Senaputra FM, saya tersenyum. Radio ini khas anak muda karena sering memutar lagu-lagu rock, bahkan dari radio ini saya mengenal lagu-lagu rock ala black metal dan nu metal hehehe. Senaputra FM juga rajin menayangkan berita sepakbola khususnya tim Arema sehingga segmen pendengarnya cukup luas.
Dari hasil menyimak media sosial dan website Senaputra saya melihat radio ini gencar mempromosikan sandiwara radio milik BNPB yang berjudul Asmara di Tengah Bencana. Untuk warga Malang, Sandiwara radio ini bisa dinikmati via radio Senaputra atau streaming setiap Kamis pukul 19.00-19.30 WIB.
Lebih Kenal dengan Sandiwara Radio Asmara di Tengah Bencana
Saat membaca pengumuman nangkring Siaga Bencana Melalui Media Sandiwara Radio, saya bertanya-tanya apakah acara nangkring ini dipicu oleh film Bangkit yang baru-baru ini diputar di bioskop. Film Bangkit yang dibintangi Vino G. Bastian membahas tentang banjir dan gempa di Jakarta dimana dalam film tersebut terlihat seperti gagap mitigasi bencana. Namun, rupanya ide membuat sandiwara radio agar masyarakat sigap bencana ini sudah direncanakan cukup lama, sehingga acara nangkring 18 Agustus di hotel Dafam Teraskita kemarin sekaligus merupakan launchingsandiwara radio Asmara di Tengah Bencana (ADB). Sandiwara radionya sendiri sudah bisa diperdengarkan sejak Kamis silam (18/8) di 20 radio.
Alasan memilih sandiwara radio selain BNPB ingin tampil beda, juga agar masyarakat mudah menyerapnya, jelas Sutopo. Untuk itu pesan-pesan dalam penanggulangan bencana ini dibungkus dengan kisah heroisme dan romansa agar masyarakat tertarik.
Untuk itu ia menjalin komunikasi dengan wartawan untuk mengedukasi masyarakat agar tanggap bencana, menyediakan media center di Posko Tanggap Darurat Bencana, selalu memutakhirkan informasi di lini media sosial dan website, meluncurkan buku pedoman sekolah aman dari bencana, dan melakukan sosialisasi dan edukasi di acara informal lewat acara budaya dan seni. Setiap tindakan kesiapsiagaan bencana menurut Sutopo akan mengurangi kerugian akibat dampak bencana, setiap 1 dollar yang diivestasikan untuk tindakan sosialisasi dan edukasi bencana bisa mengurangi kerugian akibat bencana sekitar 7 dollar di Jepang, tuturnya.
Alasan lainnya memilih sosialisasi dan edukasi via bencana alam via sandiwara radio karena media radio yang murah meriah dan bisa membuat pendengarnya berimajinasi. Berbeda dengan film di televisi, sandiwara radio mengandalkan kekuatan suara, dialog, musik, efek suara agar pendengar bisa membayangkan para tokohnya dan jalan ceritanya, papar Ahmad Zaini.
Sandiwara radio di daerah-daerah juga memiliki basis pendengar yang luas dan loyal. Agar sandiwara radio ini sukses selain jalan cerita yang apik juga perlu strategi dalam memilih stasiun radio yang kiranya memiliki basis pendengar yang loyal, daya siar yang jelas, dan jam siar yang kiranya pas. Ahmad Zaini menilai pemilihan lokasi pemutaran sandiwara radio di daerah-daerah yang rawan bencana cukup tepat.
S. Tidjab, penulis naskah ADB, berujar sandiwara radio ini akan terdiri dari 50 episode dimana durasinya berkisar sekitar 30 menit. Agar pendengar tertarik dan tidak merasa ‘dicekokin’ dengan edukasi siaga bencana maka ia menyusun cerita yang menarik dan dramatis pada 30 episode awal, sisanya baru disisipkan pesan edukasi tersebut.
- GE FM 93.8Mhz Madiun, pukul 19.10-19.40
- Senaputra FM 04,1MHz Malang, pukul 19.00-19.30
- Gema Surya FM 94,2 Mhz Ponorogo, pukul 19.00-19.30
- Soka FM 102,1Mhz Jember, pukul 19.00-19.30
- SPS FM 96,6Mhz Salatiga, pukul 19.00-19.30
- Studio 99 FM 95,5 Mhz Purbalingga pukul 16.30-17.00
- CJDW FM 107 Mhz Boyolali, pukul 19.30-20.00
- Radio H FM 89,6Mhz Karanganyar, pukul 19.00-19.30
- Merapi Indah FM 104,9Mhz Magelang, pukul 19.00-19.30.
- EMC FM 97,8Mhz Yogyakarta, pukul 19.00-19.30
- Persatuan FM 107,2Mhz Bantul, pukul 19.00-19.30
- Gamma FM 106,5,Mhz Majalengka, pukul 16.00-16.30
- Fortuna FM 90,7FM Sukabumi, pukul 19.00-19.30
- Aditya FM 91,5Mhz Subang, pukul 19.00-19.30
- Thomson FM 99,6Mhz Bandung, pukul 19.00-19.30
- Elpass FM 103,6Mhz Bogor, pukul 19.00-19.30
- HOT FM 88,2Mhz Serang, pukul 19.00-19.30
- GenJ FM 95,7Mhz Rangkasbitung, pukul 19.00-19.30
- Radio Komunitas Kelud Fam 88,4Mhz Kediri, , pukul 19.00-19.30
- Radio Komunitas Lintas Merapi FM 107,9 Mhz Klaten, , pukul 19.00-19.30
Selamat mendengarkan:)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H