Pada tahun 80-90 an ada banyak film-film bertema perjuangan yang sangat populer dan rajin diputar di televisi. Film-film tersebut adalah Janur Kuning, Serangan Fajar, Soerabaia 45, Naga Bonar, dan Cut Nyak Dien. Pasca kebangkitan dunia film nasional, film-film perjuangan pun mulai dirilis, meski jumlahnya belum begitu banyak. Berikut beberapa film bertema perjuangan yang bakal membuat Kalian menghargai jasa pahlawan.
Selepas upacara bendera tahun 2009 kami bertiga menonton film bertema pejuangan. Ada Trilogi Merdeka yang diputar di bioskop. Saat itu baru bagian pertamanya dan kami pun mengantri dengan anak-anak, remaja, dan keluarga yang juga berniat menonton film yang sama.
Pada film pertamanya yang berjudul Merah Putih dikisahkan terjadi kekuatiran Belanda bersama sekutu akan kembali menguasai daerah-daerah di Indonesia. Oleh karena Indonesia saat itu baru merdeka maka persenjataan dan mereka yang bergabung dengan BKR yang kemudian berubah nama menjadi Tentara Keamanan Rakyat pun masih terbatas.
Untuk itu direkrut para pemuda dari berbagai latar suku. Di antaranya Tomas (Donny Alamsyah), Marius (Darius Sinathrya), Dayan (Teuku Rifnu Wikana), Amir (Lukman Sardi) dan Soerono (Zumi Zola) di Semarang. Mereka terlibat adu senjata ketika barak mereka diserang dan Soerono gugur. Keempatnya, bersama kakak Soerono, Senja (Rahayu) pun melanjutkan perjuangan secara gerilya.
Pada film sekuelnya, Darah Garuda yang dirilis pada tahun berikutnya, mengisahkan tentang kelanjutan perjuangan mereka di Jawa Tengah. Mereka bertemu dengan beberapa kelompok gerilyawan dan saling mencurigai karena berbeda pendapat. Konflik makin rumit karena ada pengkhianat di antara mereka. Kali ini medan pertempuran bergeser dari Jawa Tengah ke Jawa Barat.
Pada film pamungkasnya, Hati Merdeka, keempat sekawan mulai terpisah. Amir mulai ragu untuk terus berjuang dan berniat mengundurkan diri dari angkatan darat. Dayan, Tomas, dan Marius serta Senja menuju Bali, ke kampung halaman Dayan, untuk membantu warga Bali mempertahankan wilayahnya dari KNIL. Dayan kehilangan kemampuan suaranya pada film sebelumnya karena lidahnya dipotong saat tertawan, Marius masih suka ceroboh, dan Tomas terbelenggu nafsunya untuk membalas dendam apalagi ketika melihat komandan musuh adalah orang yang sama menghabisi keluarganya di Manado.
Film trilogi Merdeka ini mungkin belum bisa disejajarkan dengan film perang seperti Black Hawk Down dan Saving Private Ryan. Tapi saya merasa bangga dan terharu ketika menonton film ini di layar lebar dan menontonnya lagi di televisi. Film ini menggambarkan perjuangan masa itu yang lebih banyak menggunakan tekad dan modal keberanian karena persenjataan pun terbatas. Gambaran berbagai suku dan agama ini juga terlihat dari latar belakang para tokoh utamanya dan mereka bersatu mengesampingkan perbedaan tersebut.
Film Soekarno: Indonesia Merdeka yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo berkisah tentang perjuangan bapak bangsa ini dari kecil saat bernama Kusno hingga ia tumbuh menjadi pemuda yang geram melihat nasib bangsanya. Ia lalu menggelorakan semangat pemuda dengan pidatonya berjudul Indonesia Menggugat. Gara-gara pidatonya ia pun diasingkan ke Ende dan Bengkulu. Ia tetap tak patah semangat meskipun berbeda pendapat dengan tokoh pemuda lainnya dan dicemooh oleh gagasannya tersebut. Hingga suatu saat ia berhasil mewujudkan cita-citanya dan Indonesia pun merdeka.
Film Soekarno yang diperankan Ario Bayu ini meraih tiga penghargaan di Festival Film Bandung (FFB) 2014, salah satunya adalah film terpuji. Serta, meraih 13 nominasi di FFI 2014 dimana berhasil membawa pulang keempat penghargaannya.
Film animasi Battle of Surabaya merupakan film animasi yang mendulang banyak pujian dan meraih penghargaan, di antaranya Most People's Choice Award, pada ajang International Movie Trailer Festival 2013 dan Winner Digital Animation, INAICTA pada 2012. Film yang disutradarai Arnanto Yuniawan ini berlatar pertempuran arek-arek Surabaya tahun 1945.
Film berikutnya yang juga bertema nasionalisme adalah Jenderal Soedirman yang rilis tahun lalu dengan tokoh utama diperankan Adipati Dolken. Seperti judulnya, film ini mengupas perjuangan Jenderal Soedirman yang berjuang secara gerilya setelah Belanda dan sekutu kembali meluncurkan agresi militer dan menawan Presiden Soekano dan Wapres M. Hatta. Ia berbulan-bulan memimpin perang dan menyatakan Indonesia masih ada.
Film yang disutradari Viva Westi ini sempat mengundang kontoversi karena alur ceritanya dipandang kurang akurat. Namun film ini mendapat apresiasi dengan mendapat nominasi di ajang FFB 2016 untuk kategori pameran utama pria terpuji.
Selain film di atas ada juga film biopik yang juga berlatar perjuangan seperti Guru Bangsa Tjokroaminoto dan Sang Kiai, dan Soegija. Film-film ini selain memiliki pesan juga digarap dengan baik.
Film anyar tentang perjuangan yang rilis menyambut peringatan kemerdekaan ke-71 adalah Lasjkar di Tapal Batas dan Pantja Sila: Antara Cita-cita dan Realita. Film pertama berkisah tentang perjuangan di Bogor, sedangkan film berikutnya membahas lahirnya Pancasila. Kedua film ini pas ditonton pada momen peringatan kemerdekaan untuk mempertebal rasa cinta tanah air.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H