Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Pilihan

Tarian Kucing di Bulan Purnama

19 Juli 2016   08:45 Diperbarui: 19 Juli 2016   09:05 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Sebuah adegan pertemuan kucing di Neko no Shuukai (sumber: Channel Youtube MelancholyOfMine)"][/caption]Suatu ketika malam terang purnama hadir di kotaku. Aku yang merasa kelelahan dengan aktivitas seharian pun terpaksa melewatkan indahnya malam. Namun, tidur nyenyakku terhalau oleh sebuah bisikan halus yang membangunkanku.

Aku lupa menutup jendelaku malam itu. Sungguh berbahaya kata Tomi, mantan orang yang dekat denganku.
Entahlah, aku suka angin malam dibandingkan kipas angin atau AC. Toh sebenarnya fungsinya sama untuk menyejukkan hawa. Kalau aku sakit kena angin malam, maka peluangku sakit dengan kipas angin atau AC pun sebenarnya sama.

Bukan itu Lana, jendela terbuka berarti peluang maling pun terbuka lebar. Lagi-lagi nasihat Tomi, terngiang-ngiang di benakku. Belum lagi penjahat lainnya yang lebih
berbahaya daripada maling, pesannya. Aku mengangguk-angguk seolah-olah Tomi ada di hadapanku.

Suara bisikan itu bukan berasal dari seseorang ataupun hantu. Itu meongan lembut Nero. Ia sedang duduk berdiam di jendela. Lalu melompat ringan ke tempat tidurku dan kembali mengeong lembut. Ia menempelkan hidungnya yang lembab ke lenganku agar aku terbangun.

Saat akhirnya aku bangkit dari kasurku. Ia kembali melompat di jendela, seolah mengajakku ikut menikmati pemandangan dari jendela.

Aku mengenakan jaketku dan angin yang sejuk menyambutku. Rumahku berada tak jauh dari bukit.Jika malam, angin pun turun dan kamarku menjadi sejuk tanpa AC, apalagi jika jendela terbuka.

Nero kembali mengeong lembut dan menatap ke bulan. Langit malam ini memang sangat indah. Terang dihiasi bulan purnama dan bintang-bintang. Rasanya aku ingin membuat puisi cinta, tapi entah buat siapa.

Nero kembali mengeong, kali ini suaranya cukup keras. Lalu ada kucing lain yang seolah-olah menjawabnya. Meongan itu berbalas, dari satu kucing ke kucing lainnya. Antara kagum dan was-was, sepertinya bakal terjadi sesuatu malam ini, pikirku.

Lantas Nero melompat dari jendela. Aku memanggilnya. Ia menoleh seakan mengajakku mengikutinya. Ia kemudian berlari menuju bukit.

Aku terpaku sesaat. Lalu ada sesuatu menggerakkanku untuk mengikuti Nero.

Ini gila. Aku berlari di malam hari dengan baju tidur dan jaketku.

Tetangga-tetanggaku pasti telah tidur karena malam ini terasa begitu sepi. Aku terus mengikuti Nero, keluar dari halaman rumahku dan menuju bukit.

Lagi lagi aku bergumam. Ini gila. Apa yang kulakukan?!

***

Nero terus berlari. Aku menyesal tak mengenakan alas kaki. Aku berlari dengan hati-hati.

Baru kuperhatikan kanan kiriku, aku tidak sendiri. Ada kucing-kucing yang ikut berlari bersamaku. Bukan hanya satu dua ekor, ada belasan kucing. Di antaranya aku mengenalinya sebagai kucing-kucing yang suka singgah di halamanku. Nori, Momo, Upik, dan Chopin, dan Bonbon. Wah mungkin benar dugaanku, ini  bukan malam biasa. Pasti ada sesuatu istimewa.

Mungkin Kalian pikir aku gadis yang aneh karena malam-malam berlari bersama belasan, eh puluhan kucing karena kucing yang bergabung semakin banyak. Tapi sejak kecil aku berpikiran terbuka, sehingga aku tidak takut dengan kejutan-kejutan seperti ini, bahkan menganggapnya suatu kesempatan istimewa aku bisa mengalami hal-hal yang unik seperti ini.

Kami kini berada di sebuah tanah lapang. Ada puluhan kucing bersamaku. Nero ada di sampingku. Lalu ada seekor kucing besar berwarna hitam putih naik di atas mimbar berupa batu besar dan mengeong-ngeong dengan suara paraunya.

Mungkin itu pidato ala kucing. Dan kucing besar itu mungkin pemimpinnya. Kucing-kucing bersorak-sorak menimpali pidatonya. Aku terpukau melihat puuhan kucing mengeong-ngeong serempak.

***

Lalu kucing-kucing itu membentuk lingkaran besar. Nero mengajakku bergabung. Di samping kananku Nero dan di kiriku kucing tetangga yang kukenal bernama Den Bagus.

Kucing-kucing itu kemudian berdiri dengan dua kakinya. Mereka mengangkat kaki kanannya, lalu kaki kirinya. Setelah itu mereka bergandengan tangan dengan tetap menggerakkan kedua kakinya bergantian. Aku meniru gerakan mereka.

Saat tanganku mencoba menggandeng tangan Nero dan Den Bagus, terjadi sebuah keajaiban. Tubuhku menyusut menjadi seukuran Nero, sehingga kini aku dan para kucing tingginya tak berbeda jauh.

Para kucing masih terus berdansa di bawah terang bulan purnama. Aku ikut berdansa dan tertawa gembira.

Lalu kucing-kucing itu bernyanyi. Chant ala kucing itu aneh sekaligus syahdu. Sambil terus bernyanyi mereka juga menari.

Kami lalu menari berputar-putar, bertukar pasangan. Aku menari dengan Nero, Momo, Nori dan kucing-kucing lain yang tak kukenal.

Lalu aku baru menyadari ada manusia lain selain aku. Aku terkejut dan ia rupanya juga berespon sama.

Pria itu berambut ikal cokelat. Ia juga ikut menyusut sama sepertiku. Ia menari bersama Bonbon, lalu bergeser dan menari denganku.

Kami tak berbicara, mungkin karena kami sama-sama terkejut. Saat kami hendak bertukar pasangan, ia berkata riang "Malam yang indah, bukan?!"

Entah berapa lama kami menari. Aku tidak begitu ingat bagaimana kami kembali ke rumah masing-masing.

Ketika aku terbangun dari kasurku aku merasa kejadian semalam hanyalah mimpi. Nero ada di ujung kasurku dan masih asyik bergelung.

***

Aku tertawa, mungkin aku terlalu banyak membaca dongeng menonton film kartun sehingga menganggap kejadian semalam itu betulan terjadi.

Hingga sebulan kemudian tidak ada sesuatu yang istimewa. Aktivitasku berjalan seperti biasa. Nero juga tidak banyak bertingkah.

[caption caption="Kucing Neroku ini bisa disebut kucing yang penuh kejutan (dokpri)"]

[/caption]Kadang-kadang aku penasaran dengan malam istimewa itu. Aku menuju bukit untuk mencari petunjuk. Lalu aku berkesimpulan itu hanya mimpi.

Suatu sore di hari Minggu, Nero kembali kabur ke arah bukit. Aku mengejarnya. Aku menoleh ke kanan kiri tidak ada kucing lain.

Nero berhenti di sebuah danau kecil. Ada beberapa pengunjung yang asyik menikmati sore di pinggir danau tersebut. Pemandangan di sini memang indah. Tapi ada apa Nero menuju ke sini?

Aku menangkap Neroku. Ia merajuk dan ingin melepaskan diri. Aku menyerah dan ia kembali melompat. Tapi pelariannya gagal karena ia menubruk seseorang.

Orang itu menangkap Neroku dengan mudah. Neroku tidak berontak, malah menubrukkan wajahnya ke dada orang itu.

Aku terpesona dan makin terpesona ketika melihat orang itu. Ia pemuda berambut ikal yang pernah kutemui di pesta pertemuan kucing tersebut. Bersamanya ada kucing hitam putih besar yang kukenali sebagai pemimpin pesta waktu itu.

Ia mengangsurkan Nero ke padaku dengan perlahan. Ia kemudian nampak mengenaliku melihat ekspresinya yang terkejut. Ekspresinya kemudian menjadi bersahabat dan ia tertawa riang. "Hari ini bakal indah, bukan?!"

Ia benar hari ini bakal indah dan mungkin hari-hari berikutnya jauh lebih indah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun