Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Alternatif ke Tanjung Priok Bisa dengan Commuter Line

1 Juli 2016   09:46 Diperbarui: 1 Juli 2016   09:59 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stasiun Tanjung Priok yang lengang (dokpri)

Selasa  (28/2) hari yang cukup melelahkan tapi juga mengasyikkan selama mengikuti acara Jelajah Click. Ada banyak hal wawasan dan pengalaman yang saya dan teman-teman peroleh dari Tanjung Priok. Jika kemarin saya menulis tentang kapal Pelni yang sedang berlabuh di Tanjung Priok, maka kini saya mengulas tentang stasiunnya.

Hari Selasa lalu Jakarta begitu cerah. Kompasianer Arum Sato sudah mengingatkan saya untuk bergegas naik kereta menuju Stasiun Jakarta Kota. Eh tak dinyana kami bertemu di Stasiun Tanjung Barat.

Siang hari itu gerbong padat penumpang, tapi di Cikini akhirnya kami berdua mendapat tempat duduk. Lumayan menghemat energi. Sekitar pukul 13:45 kami pun sudah tiba di Stasiun Jakarta Kota dan mencari-cari peserta lainnya.

Stasiun Jakarta Kota yang selalu ramai (dokpri)
Stasiun Jakarta Kota yang selalu ramai (dokpri)
Penumpang Memeriksa jadwal dan jalur kereta yang akan dinaikinya (dokpri)
Penumpang Memeriksa jadwal dan jalur kereta yang akan dinaikinya (dokpri)
Stasiun Jakarta Kota tak banyak berubah sejak saya kali terakhir ke sini. Yang berubah adanya layar yang menunjukkan rute kereta dan jalur mana kereta itu akan tiba. Memang di Stasiun Jakarta Kota ada 12 jalur, sehingga penumpang sebaiknya mengetahuinya jalur kereta yang akan dinaikinya agar tidak salah jurusan.

Saat ini Stasiun Jakarta Kota memang nampak lebih rapi dan bersih. Ada berbagai tempat makan, tempat charging, mushola, toilet, minimarket, dan posko kesehatan. Sayang waktu itu poskonya kosong melompong.

Stasiun ini selesai dibangun pada tahun 1929. Nuansa heritage-nya terlihat dari interiornya yang masih kokoh dipertahankan.

Kereta menuju Tanjung Priok
Kereta menuju Tanjung Priok
Sebagian kompasianer mejeng dulu hehehe (dokpri)
Sebagian kompasianer mejeng dulu hehehe (dokpri)
Penumpangnya masih tidak terlalu banyak (dokpri)
Penumpangnya masih tidak terlalu banyak (dokpri)
Sekitar pukul 14:15 kami pun memasuki gerbong kereta yang menuju Tanjung Priok. Kereta ini ada di lajur delapan dan jumlah perjalanannya masih terbatas yakni total enam pemberangkatan. Yaitu 06:35, 08:25, 11:40,  13:05, 14:25, dan 17:00. Masih ada tiga kompasianer yang belum tiba, akhirnya terpaksa mereka tertinggal dan bertemu di Stasiun Tanjung Priok.

Penumpang rangkaian kereta menuju Tanjung Priok ini belum banyak sehingga kami bisa duduk lega. Dari jendela, saya melihat perkampungan kumuh menuju Kampung Bandan, perhentian selanjutnya di Stasiun Ancol dan terakhir di Priok. Tidak sampai 15 menit, rute yang termasuk pendek namun sekaligus strategis karena melewati Ancol yang merupakan tempat wisata.

Melewati perkampungan kumuh sebelum menuju Kampung Bandan (dokpri)
Melewati perkampungan kumuh sebelum menuju Kampung Bandan (dokpri)
Stasiun Ancol yang sederhana (dokpri)
Stasiun Ancol yang sederhana (dokpri)
Akhirnya tiba juga kami di Stasiun Tanjung Priok. Wah stasiunnya nampak lapang dan begitu lengang. Petugasnya juga tidak banyak.

Dari petugas bernama Ita Dawita dan Suyanto kami bercakap-cakap dan bercanda. Stasiun ini sempat vakum dan hanya melayani kereta barang. Setelah direvitalisasi baru kemudian dibuka kembali untuk rute Jakarta Kota-Tanjung Priok.  Sebelumnya stasiun ini juga sempat melayani kereta ekonomi tujuan Purwakarta tapi kemudian dipindahkan ke Senen.

Pak Suyanto petugas di Stasiun Tanjung Priok yang gemar bercanda (dokpri)
Pak Suyanto petugas di Stasiun Tanjung Priok yang gemar bercanda (dokpri)
Mirip dengan Stasiun Jakarta Kota, Stasiun Tanjung Priok juga kental nuansa heritage-nya. Tidak banyak yang berubah sejak didirikan tahun 1914 pada masa Gubernur Jenderal A.F.W. Idenburg . Dari depan stasiun ini nampak megah seperti hotel jaman dulu dengan bercat putih.

Stasiun Tanjung Priok dari depan (dokprI)
Stasiun Tanjung Priok dari depan (dokprI)
Ada delapan jalur, tapi baru dua yang difungsikan sebagai kereta penumpang, selebihnya jalur untuk kereta barang. Di stasiun ini fasilitasnya sudah lengkap, ada loket, toilet dan mushola. Namun belum ada toko atau gerai penjual makanan. Kata Pak Ita sih memang sengaja disterilkan karena merupakan bangunan bersejarah.

Memang stasiunnya nampak begitu lengang. Selain rombongan Click Kompasiana, hanya ada abang dan none dari Jakarta Utara yang menjalani pemotretan.

Penumpang commuter line arah Tanjung Priok memang baru segelintir. Biasanya puncaknya pada Sabtu dan Minggu, saat mereka berlibur ke Ancol. Saat ini dari Stasiun Tanjung Priok hanya enam kali pemberangkatan, yaitu pukul 07:55, 11:10, 12:30, 13:55, 16:30,17:50. Seandainya nanti penumpangnya sudah banyak maka jadwal bisa ditambah hingga 40 kali.

Kedua petugas tersebut mungkin karena penumpang masih sepi nampak berat melepas kami pergi. 

Stasiun Tanjung Priok yang lengang (dokpri)
Stasiun Tanjung Priok yang lengang (dokpri)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun