[caption caption="Kompasiner Melakukan Visit dan Nangkring di Instalasi Pengolahan Air 1 Palyja di Pejompongan (sumber foto: dokpri)"][/caption]
Air merupakan kebutuhan vital manusia. Saat ini mulai terjadi krisis air di berbagai daerah di Indonesia. Jika kesadaran untuk peduli air tidak dimulai dari sekarang, bisa-bisa krisis air di indonesia makin meluas. Nah, bagaimana dengan kondisi air bersih di Jakarta? Apakah Jakarta sudah terindikasi krisis air?
Segala hal tentang air terutama kondisi air dan pengolaan air di Jakarta dibahas dalam acara nangkring Kompasiana bersama PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) di Instalasi Pengolahan Air (IPA) 1 Pejompongan pada 21 Maret silam. Pada acara ini kompasianer tidak hanya mendengarkan paparan di ruangan, melainkan juga diajak tur keliling pengolahan air dari tahap air baku hingga siap didistribusikan.
Meski kondisi cuaca kurang bersahabat, kompasianer tak patah arang. Dengan dibagi dua kelompok, kompasianer mengarungi gerimis untuk mendapatkan informasi menarik dengan melihat langsung tempat dan proses pengolahan air IPA 1 yang dibangun sejak tahun 1957. Tak lupa kompasianer menggunakan helm dan sepatu yang tidak licin untuk keselamatan selama tur visit.
 [caption caption="Ayo Pakai Helm Dulu Sebelum Site Visit (sumber: dokpri)"]
[caption caption="Pak Khamid Menjelaskan Proses Pengolahan Air dari Air Baku Hingga Siap Didistribusikan (sumber foto: dokpri)"]
Dari acara keliling proses produksi ini terlihat bahwa proses pengolahan air cukup rumit dan melibatkan berbagai proses sehingga menghasilkan output air bersih yang sesuai dengan standar yang berlaku. Proses pengolahan air dan kendala di lapangan dijabarkan oleh Pak Khamid, pendamping dari Palyja dengan detail.
Â
Mengenal PT Palyja
Sebenarnya apa itu Palyja dan keterkaitannya dengan PAM Jaya? Banyak kompasianer yang mengikuti acara nangkring, terutama dari luar kota, merasa asing dengan Palyja. Â Setelah acara site visit berakhir, maka kompasianer diajak untuk mengenal lebih dalam tentang Palyja dan kondisi air di Jakarta bersama Kepala Divisi Korporat Komunikasi dan CSR Palyja Meyrita Maryanie dan rekan-rekan di ruang Tirta Ananta.
Di Jakarta, pengolahan air dilakukan oleh PAM Jaya bekerja sama dengan dua operator swasta, yaitu Palyja dan Aetra. Pembagian wilayah operasional kedua operator tersebut menggunakan batas Sungai Ciliwung. Jakarta di sebelah barat Sungai Ciliwung masuk area operasional Palyja, sebaliknya, bagian timur Sungai Ciliwung adalah wilayah kerja PT Aetra.
 [caption caption="Bu Meyrita dan perwakilan dari Palyja Memaparkan Tantangan Pengolahan Air di jakarta (sumber foto: dokpri)"]
Konsesi kerja sama antara PAM Jaya dan Payja dimulai 1 Februari 1998 selama 25 tahun. Nantinya pada tahun 2023 atau setelah kontrak berakhir, maka seluruh aset utilitas akan dikembalikan ke PAM Jaya.
Core business Palyja adalah penyediaan air bersih, meliputi produksi, distribusi, pelayanan, perawatan dan rehabilitasi, hingga investasi. Untuk investasi dari tahun 2009 hingga 2015 Palyja telah menggelontorkan Rp 2,089 Triliun untuk penambahan jaringan, otomatisasi dan sistem kontrol, pengembangan instalasi pengolahan air, dan teknologi.
Pengelolaan Air di Palyja
Palyja memiliki empat instalasi pengolahan air, yakni IPA Pejompongan 1 dan 2, IPA Cilandak, dan IPA Taman Kota. Proses pengolahan air bersih di Palyja diawali dengan pre klorinasi air baku menjadi pra sedimentasi. Selanjutnya dilakukan pencampuran bahan kimia sehingga terjadi proses koagulasi. Selanjutnya berlangsung proses flokulasi dan sedimentasi. Baru dilanjutkan dengan proses filtrasi dan kemudian post klorinasi atau desinfeksi dalam reservoir. Desinfeksi ini bertujuan untuk membunuh bakteri dan mirkoba yang bersifat patogen. Selanjutnya air Palyja yang kualitasnya telah memenuhi Permenkes RI No 416/Menkes/Per/IX tahun 1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air ini didistribusikan ke pelanggan.
 [caption caption="Proses Pengolahan Air di IPA 1 Pejompongan Palyja Dimulai Dari Air Baku Hingga Siap Didistribusikan (sumber foto: dokpri)"]
Air baku Palyja sebagian besar dari luar Jakarta. Mengapa? Karena 13 sungai di Jakarta telah tercemar terutama oleh limbah domestik. Hanya 5,7 persen pasokan air Palyja yang berasal dari Jakarta, yaitu Kali Krukut (4%) dan Cengkareng Drain (1,7%). Sebagian besar air baku berasal dari Waduk Jatiluhur (62,5%). Selebihnya Palyja membeli dari Water Treatment Plant (WTP) Serpong (31%) dan WTP Cikokol (0,8%).
Banyak pelanggan yang memprotes air PAM yang berbau kaporit. Rupanya adanya aroma kaporit malah menunjukkan adanya unsur yang dapat membunuh bakteri berbahaya. Jika enggan mengonsumsi air berbau kaporit, maka sebaiknya air yang berasal dari kran didiamkan terlebih dahulu sekitar 15 menit. Â Aroma kimiawi tersebut kemudian akan menguap dengan sendirinya.
Â
Permasalahan dan Tantangan Pengolahan Air di Jakarta
Kondisi air di Jakarta sungguh memprihatinkan. Ketigabelas sungainya telah tercemar dan airnya sulit diolah kecuali menggunakan teknologi yang mahal. Selain pencemaran yang terjadi di air permukaan, tantangan pengolahan air di Jakarta adalah ketersediaan air dan kasus kehilangan air, serta intrusi air laut.
Saat ini berdasarkan studi PAM Jaya ketahanan air Jakarta hanya berkisar tiga persen. Antara kebutuhan dan ketersediaan air sudah tidak seimbang sehingga terjadi defisit berkisar 9.100 liter/detik. Studi ini menunjukkan bahwa tanpa disadari Jakarta sudah menunjukkan gejala krisis air.
Permasalahan berikutnya adalah kasus kehilangan air yang disebabkan dua faktor, komersial dan faktor teknik. Faktor komersial merupakan perbuatan yang dilakukan oknum untuk tujuan komersial, misalkan untuk mendapatkan air secara cuma-cuma atau bertujuan mengurangi tagihan penggunaan air dari pemakaian riil. Tiga perbuatan tercela yang masuk faktor komersial yaitu mengubah meteran, memasang kran air sebelum meter air serta sambungan dan pemakaian air secara ilegal. Pada tahun 2015 terjadi 1.306 penggunaan air ilegal dan 1.298 sambungan ilegal yang terdeteksi. Sedangkan faktor kehilangan air yang disebabkan faktor teknik ini berupa kebocoran pipa baik di pipa primer maupun di reservoir.
Penggunaan air tanah secara berlebihan juga menyebabkan permukaan tanah menurun. Beberapa kawasan di Jakarta telah terancam intrusi air laut. Tantangan lainnya terkait dengan pengolahan air adalah jaringan distribusi yang belum menjangkau seluruh wilayah operasional Palyja. Â
Sesuai dengan misi Palyja menyediakan air bersih dengan kuantitas, kesinambungan, dan kualitas yang baik maka Palyja berupaya menurunkan tingkat kehilangan air dan menggenjot ketersediaan akses air bersih.
[caption caption="Petugas DMCC Menjelaskan Cara Menganalisa Informasi yang Ditampilkan oleh Sistem Monitoring (sumber foto: dokpri)"]
Saat ini kehilangan air atau yang disebutnon revenue water semakin menurun. Dari yang tahun 1998 mencapai 59,4% non revenue water menurun menjadi 39,3%. Kehilangan air ini bisa ditengarai dengan metode gas helium, metode suara corelator, dan metode kamera JD7.  Adanya Distribution Monitoring Control Center (DMCC)  juga sangat membantu untuk mendeteksi gejala kebocoran pipa.  DMCC sendiri  didirikan dengan tujuan untuk mengawasi debit dan tekanan air dari proses produksi hingga jaringan, memeriksa kualitas air selama proses produksi dan menindaklanjuti jika terjadi gangguan distribusi serta membuat laporan produksi dan distribusi air. Sedangkan untuk proses penindakan bagi pelaku pencurian air, Palyja telah melakukan kerja sama dengan Polda dan disosialisasikan hingga ke tingkat kelurahan sejak tahun 2007.
Sementara itu untuk ketersediaan air bersih, dari tahun 1998 hingga 2015 terjadi kenaikan 41,15% menjadi  73,15%. Jumlah pelanggan pun bertambah lebih dari 100 persen selama kurun waktu 17 tahun menjadi 404.769 sambungan atau sekitar 3 juta penduduk. Yang menarik dari kategori pelanggan ini, yang pertumbuhannya mencapai 571% berasal dari kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Selain itu juga tersedia 58 kios air dan master meter seperti di kawasan Penjaringan dan 245 public hydrant untuk 73.500 warga di kawasan yang belum ada jaringan distribusi air Palyja,  sehingga air bersih bisa diakses segala kalangan, bukan kalangan tertentu saja.
[caption caption="Air Bersih Harus Bisa Diakses oleh Berbagai Kalangan Masyarakat (sumber foto: dokpri)"]
Meskipun demikian jika melihat data yang menunjukkan ketahanan air Jakarta hanya tiga persen maka Palyja tidak bisa berpangku tangan dengan mengandalkan ketersediaan air baku saat ini dan jaringan distribusi yang eksis. Palyja harus meningkatkan ketersediaan air dan akses ke air bersih tersebut.
Untuk itu sejak tahun 2015 Palyja menggunakan teknologi moving bed biofilm reactor untuk pengambilan air baku kanal banjir barat yang menggunakan bakteri alami dimana mampu melenyapkan 87% amonia. Sebenarnya teknologi ini juga digunakan di IPA Taman Kota. Teknologi ini baru kali pertama digunakan di kawasan Asia Tenggara. Diharapkan pada tahun 2016, kapasitas produksi IPAPejompongan dengan adanya suplai air baku dari kanal banjir barat meningkat menjadi 8.800-9.200 liter/sekon.
Yang tak kalah pentingnya adalah pipa distribusi. Untuk permasalahan pipa, dari total 5400 km pipa, jaringan pipa baru yang telah dipasang ada 1.100 km dan 1.060 jaringan pipa lama telah direhabilitasi. Untuk tahun 2016 akan ada penambahan jaringan pipa di kawasan Fatmawati, Muara Baru, dan Kuningan-Tebet.
Bersama demi Air
Untuk menjaga kelangsungan air bersih di Jakarta tidak bisa dilakukan hanya oleh operator seperti Palyja. Perlu kerja sama dari semuastakeholder, termasuk para warga DKI Jakarta. Demikian pula halnya dengan warga yang ada di daerah lain. Semua harus mulai peduli akan kelestarian air bersih oleh karena krisis air mulai membayangi berbagai daerah di Indonesia dan ketersediaan air baku yang bisa berkurang jika tidak dilestarikan dan terus-menerus dicemari. Â 22 Maret sebagai hari air merupakan pengingat dan momentum untuk mulai bersama peduli terhadap kelestarian air.
Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menjaga kelangsungan air adalah berhemat air dan segera membetulkan kran yang bocor di rumah. Air hujan juga bisa ditampung untuk digunakan menyiram tanaman. Cara lainnya adalah mengurangi run off air dengan membuat biopori dan bercocok tanam di halaman rumah.
Krisis air sudah terjadi di berbagai daerah di Indonesia dan krisis ini mulai membayang di Jakarta jika tidak segera diantisipasi. Yuk bersama, peduli air sejak dari sekarang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H