"Start waktunya dimulai darimana Bu?" saya ingin tahu.
Ia berkata saya sendirilah yang paham kapan perjalananmu dimulai. Bisa saat berpamitan, bisa saat membuka pagar, jelasnya.
Ibu itu melanjutkan selama konsisten menjalankan primbon, ia bersyukur tak pernah mengalami delay pesawat atau kejadian buruk.Selain primbon, ia juga mengandalkan intuisi dan pertanda alam. Jika perasaan sudah merasa tidak enak, saya tidak paksakan untuk berangkat, ujarnya. Begitu juga dengan pertanda alam, ada beberapa hal yang bisa dipelajari dari alam dan umumnya berguna.
Memang segala musibah dan nasib seseorang ada di tangan Tuhan, tapi kita juga wajib berusaha dan waspada. Upaya dan waspada itu salah satunya saya terapkan dengan primbon, urainya panjang lebar.
Sayang diskusi menarik ini berakhir setelah nomor antrian saya dipanggil, menyusul nomor ibu tersebut kemudian. Ada banyak buku yang membahas sesuatu yang nampak kebetulan itu sebenarnya pesan yang bermakna. Dan bukan kebetulan biasa jika ibu itu memilih duduk di samping saya sementara banyak tempat duduk lainnya yang kosong. Hemm sepertinya aku perlu membaca lagi tentang primbon.
Kepercayaan terhadap primbon memang mulai memudar. Saya setuju dengan pendapat si ibu tersebut jika menjalankan primbon salah satu bentuk upaya dan kewaspadaan, dan tentu saja nasib manusia sebenarnya ada di tangan Allah. Percaya terhadap primbon memang nampak kolot, namun jika ada yang menjalankannya, hargailah, jangan buru-buru dicibir. Oleh karena ada nilai kearifan dan pengetahuan luhur di dalam primbon tersebut.
sumber gambar: shutterstock
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H