Mohon tunggu...
dewi sartika
dewi sartika Mohon Tunggu... Wiraswasta - ig : dewisartika8485

penyuka sejarah, travelling, kuliner, film dan olahraga

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

Menjadi Tjamboek Berdoeri: Menyibak Tragedi Mergosono

3 September 2023   18:16 Diperbarui: 6 September 2023   02:00 981
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kwee Tiam Tjing lahir di Pasuruan, 9 Februari 1900. Ayahnya yang bekerja di pabrik gula di Malang sekaligus cicit Kwee Sam Hway (pendiri Klenteng Eng An Kiong Kota Malang).

Kwee menempuh pendidikan di ELS (Europeesche Lagere School) dan MULO di Malang. Semasa sekolah inilah ia pernah mengalami kejadian tak mengenakkan (mungkin bisa dibilang semacam diskriminasi).

Di halaman 5, Kwee menceritakan bagaimana saat teman sekelasnya yang seorang anak perempuan Eropa memandangnya dengan tatapan aneh kemudian bertanya, "ben jij een Chinees? (Kamu ini orang Tionghoa, ya?" Teman perempuannya itu lalu menjauh diikuti teriakan, "Hij is een Chinees! (Dia seorang Tionghoa)."

Dalam bukunya, Kwee memang sempat bertanya-tanya bagaimana ia bisa masuk ELS yang kebanyakan isinya anak-anak kulit putih. Selama sekolah, ia kerap menerima makian, Tjina Loleng Buntute Digoreng. Jika sudah demikian, perkelahian dengan teman laki-laki kulit putih menjadi jawabannya.

Setelah lulus ELS, Kwee meneruskan pendidikan di MULO yang masih berada di Malang . Setelah itu, ia bekerja di firma, SL van Nierop, Surabaya. Namun, hanya bertahan 1 tahun saja karena ketertarikannya terhadap dunia jurnalistik (hal 225). Tercatat, ia pernah bekerja sebagai jurnalis di Pewarta Soerabaya, Soeara Publiek, dan Lay Po.

Profesinya inilah yang kelak membuat Kwee bolak-balik terkena pasal delik pers kemudian dipenjara. Sikap kritisnya bahkan tak berhenti meski Kwee dipenjara. Keresahannya tentang diskriminasi antara tahanan pribumi (Hindia Belanda) dan tahanan orang Eropa ia utarakan kepada Profesor Schepper, seorang surveillant (pemantau penjara) sewaktu ditahan di Penjara Cipinang (hal 36).

Cerita-cerita Kwee selama di penjara juga menjadi bagian dari isi buku ini. Salah satunya pengalamannya ketika menghuni Penjara Cipinang. Ia sempat satu ruangan dengan orang-orang yang terlibat pemberontakan PKI 1926 sebelum dikirim ke Boven Digul. Kwee pernah terpaksa ikut mogok makan yang dilancarkan para tahanan itu karena kalah jumlah. Bagaimana tidak, tak mungkin ia sendirian melawan 300 orang (hal 35).

Menyibak Tragedi Mergosono

Dikenal sebagai jurnalis tiga zaman, tulisan-tulisan Kwee Thiam Tjing di buku Menjadi Tjamboek Berdoeri juga berisi pengalamannya masa-masa kedatangan Jepang ke Hindia Belanda serta pada waktu perang kemerdekaan.

Menjelang pendudukan Jepang, Kwee menulis tentang pengalamannya bertugas di stadswacht yang dibentuk pemerintah kolonial.

Stadswacht sendiri merupakan barisan penjaga kota yang dibentuk dari kalangan sipil. Anggotanya memakai seragam serta dilengkapi dengan klewang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun