Kantor tempat saya bekerja adalah sebuah biro humas pemerintah provinsi, setiap hari kesibukan yang berlangsung terkait dengan pemberitaan, publikasi dan dokumentasi.Â
Rekan-rekan dari media kerap lalu lalang ke kantor bertemu dengan pimpinan. Namun saat itu, pekerjaan saya sama sekali tidak berhubungan langsung dengan itu semua. Saya justru seorang pencatat surat!Â
Hal tersebut berlangsung cukup lama sekitar empat tahun sejak saya menjadi CPNS. Ada sebuah pertanyaan bernada protes terbersit, beginikah realita sesungguhnya bekerja sebagai ASN? Diterima dalam formasi pranata humas tapi bekerjanya sebagai pengarsip surat. Sungguh di luar dugaan ekspektasi itu sangat jauh dari realita.
Kisah belum usai, setelah empat tahun menjadi pengarsip surat, haluan saya diubah karena perintah pimpinan menghendaki saya menjadi pengurus barang. Sebuah bidang dan ilmu baru, pikir saya waktu itu.Â
Ternyata benar, ilmu ini sama sekali baru, tidak pernah saya pelajari di bangku sekolah dan kuliah. Menjadi pengurus barang berkutat dengan laporan aset berupa barang dan angka penyusutannya belum lagi laporan tahunannya.Â
Saya terus bertanya-tany, "Di manakah pranata humas yang selama ini seharusnya menjadi identitas saya sebagai ASN? Mengapa saya keluar masuk pada bidang yang sama sekali tak berhubungan sebagaimana formasi awal saya diperlukan di kantor saya?"
Dengan berbalut pertanyaan tersebut, saya tetap menjalani tugas sebagai pengurus barang dengan segala peluh dan usaha untuk belajar memahami ilmu ini dari nol.Â
Syukurlah tugas tersebut dapat saya jalani selama empat tahun berikutnya. Bukan sebuah waktu yang pendek untuk bertahan dengan segala tanya dan "perlawanan" yang berkecamuk di benak.
Secercah harapan muncul saat saya diwajibkan mengurus kefungsionalan pranata humas sebagai syarat kenaikan pangkat.Â
Selama lebih kurang delapan tahun, saya baru menyadari bahwa formasi sebagai pranata humas adalah sebuah jabatan fungsional.