Mohon tunggu...
Dewi Wulandari Octaviani
Dewi Wulandari Octaviani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Akuntansi - Universitas Mercu Buana

Mahasiswa Magister Akuntansi - NIM 55523110053 - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pemeriksaan Pajak - Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

TB2_Pemeriksaan Pajak_Diskursus Model Dialektika Hagelian dan Hanacaraka pada Auditing Perpajakan

27 November 2024   18:50 Diperbarui: 27 November 2024   18:50 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diskursus Model Dialektika Hegelian, dan Hanacaraka pada Auditing Perpajakan

What ?

Apakah yang dimaksud dengan Model Dialektika Hegelian ?

Model Dialektika Hegelian adalah sebuah konsep filsafat yang dikembangkan oleh Georg Wilhelm Friedrich Hegel. Konsep ini menggambarkan sebuah proses perkembangan atau perubahan yang terjadi secara terus-menerus melalui tiga tahap utama, yaitu:

  • Tesis: Ini adalah ide awal atau pernyataan yang ada. Tesis ini merupakan titik awal dari suatu proses berpikir atau perkembangan.
  • Antitesis: Ini adalah ide yang bertentangan atau berlawanan dengan tesis. Antitesis muncul sebagai reaksi atau tantangan terhadap tesis yang ada.
  • Sintesis: Ini adalah ide baru yang muncul sebagai hasil dari perpaduan antara tesis dan antitesis. Sintesis ini merupakan penyelesaian dari pertentangan antara tesis dan antitesis, sekaligus menjadi tesis baru untuk siklus berikutnya.

Proses dialektika ini dapat divisualisasikan sebagai sebuah spiral yang terus berkembang. Sintesis yang dihasilkan dari satu siklus akan menjadi tesis baru untuk siklus berikutnya, dan begitu seterusnya. Proses ini menggambarkan bahwa realitas adalah sesuatu yang dinamis dan selalu berubah, tidak statis. Konsep dialektika Hegel memiliki pengaruh yang sangat besar dalam berbagai bidang, termasuk filsafat, sejarah, sosiologi, dan bahkan ilmu politik. Konsep ini digunakan untuk menganalisis perubahan sosial, perkembangan sejarah, serta dinamika pemikiran manusia. Model Dialektika Hegelian adalah sebuah konsep yang sangat penting dalam memahami dinamika perubahan dan perkembangan dalam berbagai bidang. Konsep ini memberikan kerangka berpikir yang berguna untuk menganalisis berbagai fenomena sosial, budaya, dan intelektual. Namun, penting untuk menyadari bahwa konsep ini juga memiliki keterbatasan dan perlu diinterpretasikan dengan hati-hati.

Sumber : Dokpri TB2
Sumber : Dokpri TB2

Tesis, antitesis, dan sintesis merupakan jantung dari Dialektika Hegelian. Tesis adalah ide awal, sebuah proposisi yang diajukan. Antitesis adalah ide yang bertentangan atau berlawanan dengan tesis. Keduanya kemudian bersatu dalam sebuah proses yang disebut sintesis, menghasilkan sebuah ide baru yang mencakup dan melampaui kedua ide sebelumnya. Proses dialektika ini tidak berhenti pada satu siklus. Sintesis yang dihasilkan akan menjadi tesis baru untuk siklus berikutnya, dan begitu seterusnya. Ini menggambarkan sebuah perkembangan yang dinamis dan terus-menerus. Setiap siklus membawa kita ke tingkat pemahaman yang lebih tinggi, lebih kompleks, dan lebih komprehensif.

Perkembangan sejarah seringkali dipandang sebagai serangkaian konflik dan resolusi, di mana setiap era baru muncul sebagai sintesis dari kekuatan-kekuatan yang bertentangan. Teori-teori ilmiah baru seringkali muncul sebagai hasil dari dialektika antara data empiris dan kerangka teoritis yang ada. Perubahan sosial dan politik seringkali terjadi melalui konflik antara kelompok-kelompok yang berbeda, yang kemudian menghasilkan konsensus baru. Meskipun konsep ini sangat berpengaruh, ia juga menuai kritik. Beberapa kritikus berpendapat bahwa konsep ini terlalu abstrak dan sulit untuk diterapkan secara empiris. Selain itu, ada yang berpendapat bahwa penekanan pada konflik dan pertentangan terlalu berlebihan. Konsep Dialektika Hegelian tetap relevan dalam dunia modern. Ia dapat membantu kita memahami perubahan sosial, perkembangan teknologi, dan kompleksitas masalah global. Dialektika Hegelian adalah sebuah alat berpikir yang sangat kuat. Dengan memahami konsep ini, kita dapat menganalisis dunia di sekitar kita dengan cara yang lebih mendalam dan komprehensif. Namun, penting untuk mengingat bahwa ini hanyalah salah satu dari banyak cara untuk memahami realitas.

Sumber : Dokpri TB2
Sumber : Dokpri TB2

Thesis

Tesis dijelaskan sebagai titik awal atau ide awal dalam suatu proses berpikir atau perkembangan. Dalam konteks contoh yang diberikan, tesisnya adalah monarki absolut dan sistem feodal di Prancis sebelum revolusi. Tesis ini merepresentasikan status quo atau keadaan yang sudah ada sebelumnya. Dalam contoh ini, sistem monarki absolut dan feodal adalah sistem yang sudah mapan dan diterima secara luas pada masanya. Tesis ini tidak hanya sekadar pernyataan, tetapi juga mengandung implikasi dan konsekuensi tertentu. Dalam contoh ini, sistem monarki absolut dan feodal memiliki konsekuensi seperti ketidaksetaraan sosial, kekakuan kelas, dan terbatasnya kebebasan individu. esis ini menjadi dasar untuk munculnya ide-ide baru atau tantangan. Dalam proses dialektika, tesis ini akan berinteraksi dengan antitesis, yang akan menantang dan mengkritisi tesis tersebut.

Sumber : Dokpri TB2
Sumber : Dokpri TB2

Antithesis

Antitesis dalam Dialektika Hegelian adalah sebuah ide atau konsep yang berlawanan atau bertentangan dengan tesis. Jika tesis dianggap sebagai titik awal atau pernyataan awal, maka antitesis muncul sebagai reaksi atau tantangan terhadap tesis tersebut. Pada Revolusi Prancis tahun 1789 menjadi titik balik yang menandai munculnya antitesis terhadap sistem monarki absolut dan feodal yang telah ada sebelumnya. Revolusi ini membawa ide-ide baru seperti kebebasan, persamaan, dan persaudaraan, yang secara langsung bertentangan dengan struktur sosial dan politik yang ada. Antitesis tidak hanya sekadar berbeda, tetapi juga merupakan penolakan terhadap status quo. Revolusi Prancis menolak sistem monarki absolut yang dianggap tidak adil dan menindas. Antitesis menjadi kekuatan pendorong perubahan. Konflik antara tesis dan antitesis inilah yang memicu transformasi dan melahirkan sintesis yang baru. Antitesis dalam Dialektika Hegelian adalah konsep yang sangat dinamis. Ia tidak hanya merupakan lawan dari tesis, tetapi juga merupakan kekuatan pendorong perubahan dan inovasi. Dengan memahami konsep antitesis, kita dapat lebih baik memahami bagaimana ide-ide berkembang dan bagaimana masyarakat berubah.

Sumber : Dokpri TB2
Sumber : Dokpri TB2

Synthesis

Dalam Dialektika Hegelian, sintesis adalah tahap ketiga dan terakhir dalam sebuah proses dialektika yang melibatkan tesis (ide awal) dan antitesis (ide yang berlawanan). Sintesis ini merupakan hasil dari perpaduan antara tesis dan antitesis, menghasilkan sebuah ide baru yang lebih kompleks dan komprehensif. Sintesis adalah solusi atau jawaban terhadap pertentangan antara tesis dan antitesis. Ini adalah titik keseimbangan yang dicapai setelah konflik dan perdebatan. Sintesis tidak sekadar menggabungkan tesis dan antitesis secara sederhana, tetapi mengintegrasikan elemen-elemen terbaik dari keduanya. Sintesis mewakili pemahaman yang lebih dalam dan menyeluruh tentang suatu isu dibandingkan dengan tesis atau antitesis secara terpisah. Pada revolusi Perancis sintesis dapat diidentifikasi sebagai kelahiran republic setelah pergolakan Revolusi Prancis, muncul sistem pemerintahan baru yaitu Republik. Republik ini menggabungkan ide-ide revolusioner seperti kebebasan dan persamaan, namun juga mempertahankan unsur-unsur stabilitas dan ketertiban. Napoleon Bonaparte, sebagai pemimpin yang muncul setelah revolusi, dapat dianggap sebagai sintesis. Ia menggabungkan semangat revolusioner dengan otoritas yang kuat, menciptakan sebuah sistem pemerintahan yang baru. etelah era Napoleon berakhir, Kongres Wina berusaha untuk menciptakan keseimbangan baru di Eropa. Keputusan-keputusan yang diambil dalam kongres ini merupakan upaya untuk menyatukan kembali Eropa setelah periode kekacauan dan revolusi, sekaligus mempertahankan stabilitas.

Apakah yang dimaksud dengan Model Hanacaraka ?

Sumber : Dokpri Prof Apollo
Sumber : Dokpri Prof Apollo

Aksara Jawa Kuno memiliki urutan yang sistematis dan lengkap, mulai dari huruf vokal hingga konsonan. Urutan ini dianggap mewakili sebuah proses yang berkelanjutan. Aksara jawa kuna merupakan sistem penulisan kuno yang digunakan oleh masyarakat Jawa. Hanacaraka merupakan susunan huruf pertama dari aksara Jawa Kuna yang sering digunakan sebagai representasi dari keseluruhan sistem penulisan tersebut. Interpretasi terhadap susunan huruf Hanacaraka yang dikaitkan dengan nilai-nilai filosofis dan moral.

Huruf pertama, "Ha", diinterpretasikan sebagai manusia yang memiliki tugas sebagai utusan atau khalifah di bumi. Susunan huruf selanjutnya menggambarkan pentingnya menjaga hubungan yang harmonis dengan Tuhan. Bertentangan dengan Tuhan akan membawa dampak negatif. Huruf-huruf berikutnya menunjukkan bahwa keselarasan antara manusia dan Tuhan akan membawa keberhasilan dan kebaikan. Keseluruhan susunan huruf Hanacaraka dipandang sebagai representasi dari perjalanan hidup manusia menuju kebaikan.

Istilah "Makna Meta Hermeneutika" menunjukkan bahwa interpretasi terhadap Model Hanacaraka ini bersifat mendalam dan melibatkan pemahaman yang lebih luas terhadap teks (dalam hal ini aksara Jawa Kuna). Artinya, setiap huruf dan susunannya tidak hanya memiliki makna literal, tetapi juga mengandung makna simbolik yang lebih kaya.

Sumber : Dokpri TB2
Sumber : Dokpri TB2

Ha-na-ca-ra-ka: Ada Utusan

Secara harfiah, susunan huruf ini dapat diartikan sebagai "ada utusan". Dalam konteks filosofi Jawa, "utusan" ini bisa diartikan sebagai manusia yang memiliki tugas khusus di dunia. Manusia sebagai utusan Tuhan dalam konteks ini, "utusan" merujuk pada manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki tugas khusus di dunia. Kita diutus untuk menjaga keseimbangan alam, mengabdi kepada Tuhan, dan mengembangkan diri. Menjadi "utusan" berarti kita memiliki tanggung jawab yang besar. Kita harus bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan dan menjalankan peran kita dengan sebaik-baiknya. Manusia sebagai bagian dari alam semesta memiliki keterkaitan yang erat dengan segala sesuatu di dalamnya. Kita adalah bagian dari tatanan kosmos yang lebih besar.

Huruf "Ha" sebagai huruf pertama dalam abjad Jawa sering dikaitkan dengan permulaan atau awal dari segala sesuatu. Ini melambangkan penciptaan dan kelahiran. Susunan huruf Hanacaraka secara keseluruhan dapat diartikan sebagai sebuah perjalanan atau proses. Manusia dalam perjalanan hidupnya selalu mencari makna dan tujuan.

Konsep "utusan" ini sejalan dengan ajaran berbagai agama yang mengajarkan bahwa manusia diciptakan dengan tujuan tertentu. Dalam filsafat Jawa, manusia memiliki kedudukan yang sangat penting dalam tatanan kosmos. Konsep "utusan" ini memperkuat pandangan bahwa manusia memiliki peran yang sentral dalam kehidupan. Makna "Ha-na-ca-ra-ka: Ada Utusan" melampaui arti literalnya. Ini adalah sebuah pernyataan filosofis yang mendalam tentang posisi manusia di alam semesta dan tanggung jawab kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Konsep ini mengajak kita untuk merenungkan makna hidup dan tujuan keberadaan kita.

Da-ta-sa-wa-la: Saling Bertengkaran

Makna literalnya adalah "saling bertengkar". Ini bisa merujuk pada konflik atau pertentangan yang sering terjadi dalam kehidupan manusia. "Saling bertengkar" di sini tidak hanya merujuk pada perselisihan fisik, tetapi juga mencakup konflik batin, perbedaan pendapat, dan segala bentuk pertentangan yang wajar terjadi dalam kehidupan manusia. Konflik seringkali menjadi pemicu perubahan dan pertumbuhan. Melalui konflik, kita dapat belajar, memahami diri sendiri dan orang lain, serta menemukan solusi yang lebih baik. Konflik juga mencerminkan dualitas yang ada dalam kehidupan, seperti baik dan buruk, terang dan gelap, suka dan duka.

Susunan huruf "Da-ta-sa-wa-la" dapat diartikan sebagai sebuah siklus atau proses yang terus berulang. Konflik, perdamaian, dan kemudian konflik lagi adalah bagian dari siklus kehidupan. Konflik adalah sebuah tantangan yang harus dihadapi oleh setiap manusia. Bagaimana kita merespons konflik akan menentukan kualitas hidup kita. Banyak agama mengajarkan tentang pentingnya memaafkan, bertoleransi, dan menyelesaikan konflik dengan cara yang damai. Dalam filsafat Jawa, konsep "manunggaling kawula lan Gusti" (penyatuan manusia dengan Tuhan) mengajarkan pentingnya hidup harmonis dengan sesama.

Makna "Da-ta-sa-wa-la: Saling Bertengkaran" tidak hanya terbatas pada pengertian literalnya. Ini adalah refleksi dari kompleksitas kehidupan manusia, di mana konflik adalah bagian yang tidak dapat dihindari. Namun, melalui konflik, kita dapat belajar dan tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik.

Pa-da-ja-ya-nya: Sama Saktinya

Artinya secara harfiah adalah "sama kuatnya". Ini bisa diinterpretasikan sebagai kesetaraan atau keseimbangan antara berbagai kekuatan atau elemen dalam kehidupan. Secara literal, "sama saktinya" merujuk pada kesetaraan kekuatan atau kemampuan. Namun, dalam konteks filosofis, ini bisa diartikan sebagai kesetaraan hak dan martabat setiap individu. Semua manusia, terlepas dari latar belakangnya, memiliki nilai yang sama di hadapan Tuhan. Konsep "sama saktinya" juga menyiratkan keseimbangan dalam alam semesta. Semua elemen alam memiliki peran yang penting dan saling melengkapi. Tidak ada satu pun elemen yang lebih superior dari yang lain. Setiap individu memiliki potensi yang sama untuk mencapai kesempurnaan. Kita semua memiliki kekuatan batin yang dapat dikembangkan untuk mencapai tujuan hidup.

"Sama saktinya" dapat diartikan sebagai kesatuan antara manusia dengan alam semesta dan Tuhan. Kita adalah bagian tak terpisahkan dari keseluruhan. Konsep ini juga menyiratkan pentingnya hidup dalam harmoni dengan alam dan sesama. Ketika kita mengakui kesetaraan satu sama lain, maka konflik dan perselisihan dapat dihindari. Banyak agama mengajarkan tentang kesetaraan semua manusia di hadapan Tuhan. Konsep ini juga sejalan dengan ajaran tentang cinta kasih universal. Dalam filsafat Jawa, konsep "manunggaling kawula lan Gusti" (penyatuan manusia dengan Tuhan) menyiratkan kesatuan antara manusia dengan kekuatan yang lebih besar. Makna "Pa-da-ja-ya-nya: Sama Saktinya" adalah sebuah pengingat akan kesetaraan dan kesatuan semua makhluk hidup. Ini adalah ajakan untuk hidup dengan saling menghormati, menghargai perbedaan, dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.

Ma-ga-ba-tha-nga: Mati Bersama

Makna literalnya adalah "mati bersama". Ini bisa diartikan sebagai kematian yang dialami oleh semua makhluk hidup, tanpa terkecuali. Secara literal, "mati bersama" merujuk pada kematian yang dialami oleh semua makhluk hidup tanpa terkecuali. Ini adalah pengingat bahwa kematian adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Konsep ini juga menyiratkan bahwa dalam kematian, semua makhluk hidup kembali menjadi satu dengan alam semesta. Tidak ada perbedaan antara manusia, hewan, atau tumbuhan dalam menghadapi kematian. Kematian bukanlah akhir dari segalanya, tetapi merupakan bagian dari siklus kehidupan yang terus berulang. Setelah mati, kehidupan akan terus berlanjut dalam bentuk yang berbeda.

Kematian dapat diartikan sebagai sebuah pelepasan dari segala keterikatan duniawi. Ketika kita mati, kita melepaskan diri dari segala keinginan, penderitaan, dan kesenangan duniawi. Kematian juga dapat dilihat sebagai sebuah transformasi. Setelah mati, kita akan memasuki tahap kehidupan yang baru. Banyak agama mengajarkan tentang kehidupan setelah kematian dan pentingnya mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian. Dalam filsafat Jawa, konsep kematian sering dikaitkan dengan konsep reinkarnasi atau kelahiran kembali. Makna "Ma-ga-ba-tha-nga: Mati Bersama" adalah sebuah pengingat akan terbatasnya kehidupan manusia. Ini adalah ajakan untuk hidup dengan lebih bijaksana dan menghargai setiap momen yang ada. Dengan memahami bahwa kematian adalah bagian alami dari kehidupan, kita dapat hidup dengan lebih tenang dan damai.

Apakah yang dimaksud dengan Auditing Perpajakan ?

Sumber : Dokpri Prof. Apollo
Sumber : Dokpri Prof. Apollo

Auditing Perpajakan dapat diartikan sebagai serangkaian proses atau kegiatan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memeriksa dan menguji kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Tujuan utama dari Auditing Perpajakan adalah:

  • Menguji kepatuhan untuk memastikan apakah wajib pajak telah melaporkan dan membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  • Mencegah terjadinya penghindaran pajak dengan mendeteksi adanya upaya-upaya yang dilakukan wajib pajak untuk mengurangi atau menghindari kewajiban pajaknya secara tidak sah.
  • Menegakkan keadilan dengan memastikan bahwa semua wajib pajak dikenakan beban pajak yang sama sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Proses auditing pajak umumnya melibatkan beberapa tahapan, yaitu:

  • Penerbitan SP2DK: DJP menerbitkan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) sebagai langkah awal pemeriksaan.
  • Pemeriksaan: DJP melakukan pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen dan data yang relevan untuk menguji kebenaran laporan pajak yang disampaikan wajib pajak.
  • Pembahasan: DJP dan wajib pajak melakukan pembahasan terkait hasil pemeriksaan.
  • Kesimpulan: DJP mengeluarkan kesimpulan hasil pemeriksaan, apakah wajib pajak telah memenuhi kewajiban pajaknya atau terdapat kekurangan pembayaran pajak.
  • Tindak lanjut: Jika ditemukan kekurangan pembayaran pajak, wajib pajak diharuskan untuk melunasi kekurangan tersebut beserta sanksi-sanksi yang berlaku.
  • Auditing perpajakan memiliki peran yang sangat penting dalam sistem perpajakan suatu negara. Beberapa alasan mengapa auditing pajak penting antara lain:
  • Menjamin penerimaan negara: Dengan melakukan auditing pajak, negara dapat memastikan bahwa penerimaan negara dari sektor pajak terpenuhi secara optimal.
  • Menciptakan iklim investasi yang sehat: Kepastian hukum dan keadilan dalam penerapan pajak akan menarik minat investor untuk berinvestasi di suatu negara.
  • Mencegah praktik curang: Auditing pajak dapat mencegah terjadinya praktik curang dalam pembayaran pajak, seperti penghindaran pajak atau penggelapan pajak.

Sumber : Dokpri Prof. Apollo
Sumber : Dokpri Prof. Apollo

Input

Data tax gap merupakan data yang menunjukkan selisih antara pajak yang seharusnya dibayar dengan pajak yang sebenarnya dibayar. Ini menjadi acuan untuk mengidentifikasi area-area yang berpotensi terjadi ketidakpatuhan pajak. Compliance diagram menggambarkan tingkat kepatuhan wajib pajak secara umum. Ini membantu dalam menyusun strategi pemeriksaan yang efektif.

Proses

Proses Pemilihan Wajib Pajak

Tahap pemilihan wajib pajak yang akan diperiksa. Pemilihan ini didasarkan pada analisis data tax gap dan compliance diagram, serta faktor-faktor risiko lainnya. Setelah wajib pajak terpilih, diterbitkan instruksi pemeriksaan yang berisi petunjuk-petunjuk mengenai scope pemeriksaan.

Fungsi Pemeriksa

Pemeriksa meliputi rekrutmen, pendidikan, dan pelatihan pemeriksa pajak. Penugasan pemeriksa pada kasus-kasus pemeriksaan sesuai dengan kompetensi dan beban kerja. Penyediaan jalur pengembangan karir bagi pemeriksa untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Pelaksanaan Pemeriksaan

Pemeriksaan dilakukan berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku dan prosedur pemeriksaan yang telah ditetapkan. Penggunaan berbagai alat bantu pemeriksaan, seperti sistem informasi, untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemeriksaan. Pelaksanaan Pemeriksaan merupakan tahap di mana pemeriksa melakukan pemeriksaan secara langsung terhadap dokumen dan data wajib pajak.

Evaluasi dan Perbaikan

Evaluasi terhadap pelaksanaan peraturan perpajakan dan prosedur pemeriksaan. Usulan perbaikan aturan memberikan usulan perbaikan terhadap peraturan atau prosedur yang dianggap kurang efektif.

Output

Hasil dari proses pemilihan wajib pajak yang akan diperiksa. Sistem Informasi Dasar Intelijen Perpajakan yang digunakan untuk mengelola data dan informasi terkait wajib pajak. Laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang disusun secara digital. Volume hasil pemeriksaan yang tinggi merupakan target yang ingin dicapai dari proses pemeriksaan, yaitu peningkatan jumlah hasil pemeriksaan. Target lainnya adalah meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan, seperti akurasi dan relevansi temuan. Hasil akhir dari proses pemeriksaan yang berupa keputusan atau ketetapan pajak. Proses bisnis pemeriksaan pajak merupakan rangkaian kegiatan yang kompleks dan melibatkan berbagai pihak. Tujuan utama dari proses ini adalah untuk memastikan kepatuhan wajib pajak terhadap peraturan perpajakan dan meningkatkan penerimaan negara. Dengan memahami alur prosesnya, kita dapat lebih memahami pentingnya peran pemeriksaan pajak dalam sistem perpajakan.

Why ?

Mengapa Tesis, Antitesis dan Sintesis Model Dialektika Hegelian Penting pada Auditing Pajak ?

Tanpa tesis, tidak akan ada proses dialektika. Tesis adalah titik awal yang diperlukan untuk memicu perkembangan pemikiran. Tesis sebagai Landasan untuk perubahan dimana tesis mengandung dalam dirinya benih-benih perubahan. Dengan mengidentifikasi kontradiksi dan kelemahan dalam tesis, kita dapat membuka jalan untuk munculnya ide-ide baru yang lebih baik. Tesis sebagai bagian dari proses yang berkelanjutan serta tidak bersifat statis, tetapi dinamis. Tesis yang pada awalnya dianggap benar, bisa saja berubah menjadi antitesis dalam konteks yang berbeda atau dalam tahap perkembangan selanjutnya. Tesis dalam Dialektika Hegelian adalah konsep yang sangat penting. Ia tidak hanya merupakan titik awal dalam suatu proses berpikir, tetapi juga mengandung potensi untuk perubahan dan perkembangan. Dengan memahami konsep tesis, kita dapat lebih baik memahami bagaimana ide-ide berkembang dan bagaimana masyarakat berubah.

Antitesis adalah mesin penggerak perubahan. Tanpa adanya antitesis, tidak akan ada perkembangan dan kemajuan. Konflik antara tesis dan antitesis mendorong munculnya ide-ide baru dan kreatif. Antitesis dan tesis saling berinteraksi dan berkonflik, dan dari interaksi inilah muncul sintesis sebagai solusi yang lebih komprehensif.

Sintesis adalah hasil akhir dari sebuah proses dialektika, namun juga menjadi titik awal untuk siklus dialektika berikutnya. Sintesis seringkali melahirkan ide-ide baru dan inovatif yang melampaui tesis dan antitesis. Sintesis memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang suatu fenomena atau masalah. Sintesis dalam Dialektika Hegelian adalah konsep yang sangat penting. Ia mewakili kemajuan dan perkembangan dalam pemikiran manusia. Dengan memahami konsep sintesis, kita dapat lebih baik memahami bagaimana ide-ide berkembang dan bagaimana masyarakat berubah.

Konsep dialektika Hegelian, yang terdiri dari tesis, antitesis, dan sintesis, menawarkan kerangka berpikir yang menarik untuk diterapkan dalam konteks auditing pajak. Model ini membantu kita memahami bahwa proses auditing tidaklah statis, melainkan dinamis dan terus berkembang. Berikut adalah alasan mengapa konsep ini relevan dalam konteks auditing pajak:

Kompleksitas Masalah Pajak 

Peraturan pajak terus berubah dan berkembang, menciptakan situasi yang kompleks dan penuh tantangan bagi auditor. Wajib pajak memiliki beragam motivasi dan strategi dalam memenuhi kewajiban pajaknya, sehingga auditor perlu memiliki pendekatan yang fleksibel. Penggunaan teknologi dalam pengelolaan data pajak menghadirkan tantangan dan peluang baru bagi auditor.

Proses Pemeriksaan yang Evolusioner

Tesis: Pandangan awal atau asumsi tentang kepatuhan wajib pajak.

 Antitesis: Temuan yang bertentangan dengan asumsi awal, misalnya ketidaksesuaian antara data yang dilaporkan dengan bukti-bukti yang ditemukan.

Sintesis: Kesimpulan akhir yang merupakan gabungan dari tesis dan antitesis, serta pemahaman yang lebih mendalam tentang situasi pajak wajib pajak

Pengembangan Pemahaman yang Mendalam

Proses dialektika memungkinkan auditor untuk terus memperbaiki pemahamannya tentang situasi pajak wajib pajak melalui serangkaian analisis dan evaluasi. Dengan mengidentifikasi kontradiksi dan mencari solusi yang komprehensif, auditor dapat mengatasi masalah pajak yang kompleks. Pendekatan dialektika mendorong auditor untuk berpikir kritis dan mencari solusi-solusi baru yang lebih efektif.

Konsep dialektika Hegelian memberikan kerangka berpikir yang sangat berguna dalam konteks auditing pajak. Dengan memahami bagaimana tesis, antitesis, dan sintesis saling berinteraksi, auditor dapat mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam tentang situasi pajak wajib pajak, serta mengambil keputusan yang lebih baik dalam melaksanakan tugasnya.

Mengapa Model Hanacaraka Penting dalam Auditing Pajak  ?

Model Hanacaraka, dengan akarnya dalam aksara Jawa Kuna, menawarkan perspektif yang unik dan mendalam untuk diterapkan dalam konteks auditing pajak. Filosofi yang terkandung dalam setiap aksara memberikan kerangka berpikir yang holistik dan integratif, memungkinkan auditor untuk melihat permasalahan pajak dari berbagai sudut pandang. Model Hanacaraka mendorong auditor untuk melihat permasalahan pajak secara menyeluruh, tidak hanya dari aspek teknis, tetapi juga dari aspek sosial, budaya, dan etika. Setiap aksara memiliki keterkaitan satu sama lain, mencerminkan interkoneksi berbagai faktor yang mempengaruhi kepatuhan pajak. Model ini menekankan pentingnya keseimbangan antara kepentingan individu, perusahaan, dan negara dalam sistem perpajakan.

Hanacaraka menggambarkan sebuah proses yang terus berkembang dan berubah, sama halnya dengan sistem perpajakan yang terus mengalami evolusi. uditor perlu mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi, baik dalam peraturan perpajakan maupun dalam perilaku wajib pajak. Proses auditing adalah proses pembelajaran yang berkelanjutan, di mana auditor terus memperbaiki pemahaman dan keterampilannya. Model Hanacaraka menekankan pentingnya keadilan dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam penerapan peraturan pajak. Auditor diharapkan memiliki integritas yang tinggi dalam menjalankan tugasnya, yaitu menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan kebenaran.

Ha Na Ca Ra Ka

Auditor dapat diibaratkan sebagai utusan negara yang memiliki tugas untuk memastikan kepatuhan wajib pajak terhadap peraturan perpajakan. Mereka bertindak sebagai perwakilan pemerintah dalam menegakkan hukum dan keadilan dalam bidang perpajakan. Auditor harus memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam tentang peraturan perpajakan (Ca), mampu menganalisis data dengan cermat (Ra), dan mengambil keputusan yang tepat (Ka). Konsep "utusan" menekankan pentingnya tanggung jawab dan integritas dalam menjalankan tugas sebagai auditor. Auditor harus bertindak secara profesional dan objektif dalam menjalankan tugasnya.

Da Ta Sa Wa La

Auditor perlu berkomunikasi dengan baik dengan wajib pajak (Sa), memahami konteks sosial dan budaya yang melingkupi wajib pajak (Wa), dan memiliki sikap yang empati (La). Dalam proses audit, seringkali terjadi perbedaan pendapat antara auditor dan wajib pajak. Konsep "saling bertentangan" ini menggambarkan dinamika yang sering terjadi dalam proses negosiasi dan penyelesaian sengketa pajak. Auditor harus memiliki kemampuan negosiasi yang baik untuk dapat menyelesaikan perbedaan pendapat dengan cara yang adil dan saling menguntungkan.

Pa Dha Ja Ya Nya

Auditor harus memiliki tujuan yang jelas dalam melakukan audit (Pa), memiliki dedikasi yang tinggi (Dha), dan selalu mengedepankan kualitas kerja (Nya). Konsep "sama saktinya" menunjukkan pentingnya keseimbangan antara kepentingan negara dan wajib pajak. Auditor harus dapat menemukan titik temu yang adil bagi kedua belah pihak. Auditor harus selalu menjunjung tinggi prinsip keadilan dalam mengambil keputusan.

Ma Ga Ba Tha Nga

Auditor harus memiliki sikap yang profesional (Ma), berani mengambil risiko yang terukur (Ga), dan terus belajar dan mengembangkan diri (Nga). Konsep "mati bersama" dapat diartikan sebagai konsekuensi dari tindakan yang tidak sesuai dengan aturan. Jika wajib pajak melakukan tindakan yang melanggar peraturan perpajakan, maka mereka akan menghadapi konsekuensi hukum. Konsep ini juga dapat diartikan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya pelanggaran pajak dengan memberikan efek jera.

Model Hanacaraka menawarkan perspektif yang unik dan komprehensif dalam memahami dan mengatasi kompleksitas permasalahan pajak. Dengan menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam model ini, auditor dapat menjadi agen perubahan yang positif dalam mewujudkan sistem perpajakan yang adil dan efektif.

How ?

Bagaimana Penerapan  Model Dialektika Hegelian, dan Hanacaraka pada Auditing Perpajakan ?

Penerapan Model Dialektika Hegelian dalam Auditing Pajak

Dialektika Hegelian adalah sebuah proses pemikiran yang diawali dengan sebuah ide (tesis), kemudian muncul ide yang bertentangan (antitesis), dan akhirnya kedua ide tersebut disatukan dalam sebuah ide baru yang lebih komprehensif (sintesis). Proses ini terus berulang, menciptakan perkembangan dan evolusi pemikiran. Tesis merupakan aturan dan regulasi perpajakan yang berlaku. Ini adalah titik awal, yaitu aturan yang sudah ditetapkan. Sedangkan antitesis merupakan temuan-temuan yang bertentangan dengan aturan tersebut selama proses audit. Misalnya, terdapat ketidaksesuaian antara data yang dilaporkan dengan bukti-bukti yang ditemukan. Sintesis merupakan kesimpulan akhir dari audit yang merupakan kombinasi antara aturan yang ada dan temuan-temuan baru. Kesimpulan ini bisa berupa rekomendasi perbaikan, penyesuaian aturan, atau bahkan pengungkapan kasus pelanggaran pajak. Proses dialektika tidak berhenti sampai di situ. Kesimpulan dari satu audit bisa menjadi tesis baru untuk audit berikutnya. Misalnya, dari kasus di atas, pemerintah mungkin akan melakukan evaluasi terhadap aturan perpajakan yang ada dan membuat peraturan baru yang lebih ketat untuk mencegah terjadinya penggelapan pajak. Analisis yang lebih mendalam dengan melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang (tesis dan antitesis), auditor dapat melakukan analisis yang lebih mendalam dan komprehensif. Solusi yang lebih inovatif dengan sintesis yang dihasilkan dari proses dialektika seringkali merupakan solusi yang inovatif dan belum pernah terpikirkan sebelumnya. Peningkatan kualitas audit melalui proses dialektika mendorong auditor untuk terus belajar dan mengembangkan kemampuannya. Keputusan yang lebih objektif: dengan mengacu pada fakta dan bukti yang ada, keputusan yang diambil dalam proses audit akan lebih objektif dan adil. Model dialektika Hegelian menawarkan kerangka kerja yang berguna untuk melakukan audit pajak.

Contoh Penerapan Model Dialektika Hegelian dalam Auditing Pajak

Pemeriksaan Pajak Perusahaan Startup Teknologi, penerapan model dialektika Hagelian, yaitu :

Tesis

Perusahaan startup teknologi umumnya memiliki struktur biaya yang unik, seperti biaya riset dan pengembangan (R&D) yang tinggi, serta model bisnis yang seringkali tidak konvensional. Namun, secara umum, mereka tetap wajib membayar pajak atas penghasilan yang diperoleh. Perusahaan startup teknologi, dengan inovasi dan model bisnis yang unik, umumnya memiliki struktur biaya yang berbeda dari perusahaan tradisional. Namun, secara hukum, mereka tetap wajib memenuhi kewajiban perpajakan seperti perusahaan lainnya. Startup teknologi seringkali memanfaatkan teknologi terkini dalam proses bisnis mereka, seperti cloud computing, artificial intelligence, dan big data. Penggunaan teknologi ini dapat mempengaruhi cara mereka mencatat transaksi dan menghitung penghasilan kena pajak.

Anitesis

Temuan Pemeriksaan :

Perusahaan mungkin mengklaim biaya R&D yang jauh di atas rata-rata industri, dengan tujuan mengurangi beban pajak.

Bukti-bukti yang mendukung klaim biaya R&D mungkin tidak lengkap atau tidak meyakinkan.

Dugaan transfer pricing atas transaksi dengan perusahaan afiliasinya di luar negeri dengan harga yang tidak sesuai dengan harga pasar, dengan tujuan memindahkan keuntungan ke negara dengan tarif pajak lebih rendah.

Perusahaan mungkin memanfaatkan kompleksitas teknologi untuk menyembunyikan transaksi atau memanipulasi data keuangan.

Dalam pemeriksaan pajak terhadap sebuah startup teknologi di Indonesia, ditemukan bahwa perusahaan tersebut mengklaim biaya R&D yang jauh melebihi standar industri dan tidak didukung oleh dokumentasi yang memadai. Selain itu, perusahaan juga diduga melakukan transfer pricing yang tidak wajar dengan perusahaan afiliasinya di luar negeri. Temuan dalam pemeriksaan menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mencoba untuk "mengelabui" sistem perpajakan dengan cara yang tidak sesuai dengan aturan.

Peran Teknologi dalam Menemukan Antitesis:

Auditor dapat menggunakan alat analisis data besar untuk mengidentifikasi pola yang tidak wajar dalam transaksi perusahaan, seperti transaksi yang sering terjadi di akhir tahun atau transaksi dengan perusahaan afiliasi di negara dengan tarif pajak rendah.

Algoritma dapat dilatih untuk mengidentifikasi transaksi yang mencurigakan berdasarkan karakteristik tertentu, seperti jumlah yang tidak biasa atau waktu transaksi yang tidak wajar.

Auditor dapat melakukan pemeriksaan digital forensik pada sistem IT perusahaan untuk menemukan bukti-bukti yang terhapus atau disembunyikan.

Sintesis

Berdasarkan temuan tersebut, auditor menyimpulkan bahwa perusahaan startup tersebut melakukan manipulasi data keuangan untuk mengurangi beban pajak. Akibatnya, perusahaan dikenakan sanksi administrasi dan pajak tambahan. Kesimpulan akhir adalah bahwa perusahaan tersebut telah melanggar peraturan perpajakan dan harus bertanggung jawab atas tindakannya.

Penerapan dialektika Hegelian dalam pemeriksaan pajak di Indonesia memiliki beberapa implikasi penting, antara lain:

  • Peningkatan kualitas pemeriksaan: Auditor akan lebih kritis dalam menganalisis informasi dan mencari bukti-bukti yang mendukung atau menyangkal suatu tesis.
  • Pengambilan keputusan yang lebih objektif: Dengan mempertimbangkan berbagai sudut pandang, auditor dapat mengambil keputusan yang lebih objektif dan adil.
  • Pencegahan praktik penggelapan pajak: Penerapan dialektika Hegelian dapat membantu mengungkap praktik-praktik penggelapan pajak yang semakin canggih.

Meskipun memiliki banyak manfaat, penerapan dialektika Hegelian dalam pemeriksaan pajak juga menghadapi beberapa tantangan, seperti kasus-kasus perpajakan seringkali sangat kompleks dan melibatkan berbagai aspek hukum dan bisnis. Auditor seringkali bekerja dengan sumber daya yang terbatas, baik dari segi waktu maupun anggaran. Praktik penggelapan pajak terus berkembang dan menjadi semakin sulit dideteksi. Model dialektika Hegelian dapat menjadi alat yang sangat berguna dalam pemeriksaan pajak. Dengan memahami bagaimana tesis, antitesis, dan sintesis saling berhubungan, auditor dapat melakukan pekerjaan mereka dengan lebih efektif dan efisien. Namun, penerapan model ini juga membutuhkan keahlian dan pengalaman yang memadai untuk mengatasi berbagai tantangan yang mungkin muncul.

Penerapan Hanacaraka dalam Auditing Pajak

Auditor harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang peraturan perpajakan dan menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab. Auditor harus siap menghadapi berbagai situasi yang kompleks dan mampu berkomunikasi secara efektif dengan wajib pajak. Auditor harus dapat mengambil keputusan yang adil dan bijaksana, dengan mempertimbangkan kepentingan semua pihak yang terkait. Auditor harus konsisten dalam menerapkan peraturan perpajakan dan tidak memberikan perlakuan istimewa kepada wajib pajak tertentu. Dengan menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam Hanacaraka, auditor dapat melakukan audit dengan lebih objektif, adil, dan profesional. Auditor akan lebih menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral dalam menjalankan tugasnya.

Auditor tidak hanya sebagai pihak yang memeriksa, tetapi juga sebagai fasilitator bagi wajib pajak untuk memahami peraturan perpajakan. Auditor tidak hanya melihat aspek teknis dari laporan keuangan, tetapi juga mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti kondisi ekonomi, sosial, dan budaya perusahaan. Selain melakukan pemeriksaan, auditor juga dapat memberikan saran kepada wajib pajak agar dapat mematuhi peraturan perpajakan dengan lebih baik.

Masyarakat akan lebih percaya pada sistem perpajakan jika auditor menjalankan tugasnya dengan baik dan benar. Konsep Hanacaraka menawarkan perspektif yang unik dan holistik dalam memahami peran auditor pajak. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai filosofis Jawa ke dalam praktik auditing, diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan integritas profesi auditor, serta memperkuat sistem perpajakan secara keseluruhan.

Contoh Penerapan Hanacaraka dalam Auditing Pajak

Sebuah perusahaan manufaktur besar di Indonesia sedang menjalani audit pajak tahunan. Perusahaan ini memiliki beberapa pabrik di berbagai daerah dan memproduksi berbagai jenis produk. Penerapan konsep hanacaraka, yaitu :

Ha-na-ca-ra-ka: Ada Utusan

Auditor sebagai perwakilan negara: Tim audit dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bertindak sebagai perwakilan negara untuk memastikan perusahaan tersebut telah membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Tanggung jawab profesional: Tim audit memiliki tanggung jawab untuk memeriksa seluruh aspek laporan keuangan perusahaan, termasuk perhitungan biaya produksi, penghitungan depresiasi aset, dan pengakuan pendapatan.

Da-ta-sa-wa-la: Saling Bertengkaran

Perbedaan pendapat terkait biaya produksi: Tim audit menemukan perbedaan pendapat dengan perusahaan terkait perhitungan biaya produksi. Perusahaan mengklaim bahwa beberapa biaya produksi yang seharusnya dibebankan ke biaya pokok produksi tidak dimasukkan dalam perhitungan tersebut.

Negosiasi: Tim audit dan perusahaan melakukan negosiasi untuk mencapai kesepakatan mengenai perlakuan akuntansi yang tepat untuk biaya produksi tersebut. Auditor menjelaskan dasar hukum dan pertimbangan teknis yang mendukung pendapatnya, sedangkan perusahaan memberikan penjelasan mengenai alasan mereka melakukan perlakuan akuntansi tersebut.

Pa-da-ja-ya-nya: Sama Saktinya

Keseimbangan kepentingan: Tim audit harus mempertimbangkan kepentingan negara untuk mendapatkan penerimaan pajak yang optimal, namun juga harus memperhatikan kepentingan perusahaan untuk tetap bisa beroperasi secara efisien.

Keadilan: Tim audit harus menerapkan prinsip keadilan dalam mengambil keputusan. Artinya, keputusan yang diambil harus berdasarkan fakta-fakta yang ada dan tidak merugikan salah satu pihak.

Ma-ga-ba-tha-nga: Mati Bersama

Konsekuensi hukum: Jika ditemukan adanya pelanggaran perpajakan yang dilakukan oleh perusahaan, maka perusahaan akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda atau sanksi pidana.

Efek jera: Sanksi yang diberikan diharapkan dapat memberikan efek jera bagi perusahaan agar lebih taat pajak di masa mendatang.

Kombinasi Model Dialektika Hegelian dan Hanacaraka dalam Auditing Perpajakan

Model dialektika Hegelian dan konsep Hanacaraka, meski berasal dari latar belakang filosofis yang berbeda, menawarkan pendekatan yang menarik ketika dikombinasikan dalam konteks auditing perpajakan. Kombinasi ini menggabungkan logika dialektis yang sistematis dengan kearifan lokal yang holistik, menghasilkan suatu pendekatan audit yang lebih kaya dan relevan. Model dialektika Hegelian, dengan konsep tesis, antitesis, dan sintesis, menawarkan kerangka berpikir yang sistematis dalam menganalisis masalah. Sementara itu, aksara Jawa Hanacaraka, dengan urutan hurufnya yang memiliki makna filosofis, dapat memberikan perspektif yang lebih mendalam dan kontekstual pada proses auditing perpajakan di Indonesia.

Tesis dan Ha Na Ca Ra Ka dalam Peraturan Pajak

Ha Na Ca Ra Ka: Menggambarkan awal mula atau dasar dari suatu pemikiran.

Tesis dalam Auditing: Peraturan perpajakan yang berlaku merupakan dasar atau asumsi awal dalam setiap pemeriksaan pajak. Ini adalah "hukum" yang harus ditaati oleh wajib pajak.

Antitesis dan Da Ta Sa Wa La dalam Temuan Pemeriksaan

Da Ta Sa Wa La: Menggambarkan adanya perbedaan atau pertentangan.

Antitesis dalam Auditing: Selama pemeriksaan, auditor sering menemukan perbedaan antara data yang dilaporkan wajib pajak dengan bukti-bukti yang diperoleh. Ini bisa berupa ketidaksesuaian dalam penghitungan pajak, penggelapan pajak, atau pelanggaran aturan perpajakan lainnya.

Sintesis dan Pa Da Ja Ya Nya dalam Kesimpulan Audit

Pa Da Ja Ya Nya: Menggambarkan keseimbangan atau keselarasan setelah adanya perbedaan.

Sintesis dalam Auditing: Setelah melalui proses pemeriksaan dan analisis, auditor akan menyimpulkan hasil pemeriksaan. Kesimpulan ini merupakan sintesis antara peraturan pajak (tesis) dan temuan pemeriksaan (antitesis). Hasilnya bisa berupa penyesuaian pajak, sanksi, atau bahkan rekomendasi perbaikan sistem.

Ma Ga Ba Tha Nga dan Implikasi Lebih Lanjut

Ma Ga Ba Tha Nga: Menggambarkan keadaan setelah adanya perubahan atau transformasi.

Dalam Auditing: Setelah proses audit selesai, terdapat beberapa implikasi yang mungkin terjadi:

Bagi Wajib Pajak: Wajib pajak harus melakukan penyesuaian laporan keuangan atau membayar pajak tambahan.

Bagi Auditor: Auditor dapat mengevaluasi efektivitas metode pemeriksaan yang digunakan dan melakukan perbaikan jika diperlukan.

Bagi Sistem Perpajakan: Hasil audit dapat menjadi masukan untuk memperbaiki peraturan perpajakan atau meningkatkan efektivitas pengawasan.


Refrerensi

Modul Tema TB2: Diskursus Dialektika Model Hegelian, dan Hanacaraka pada Auditing Perpajakan, oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.

Hegel, G. W. F. (2007). Georg Wilhelm Friedrich Hegel: Lectures on the philosophy of spirit 1827-8 (Vol. 5). Oxford University Press, USA.

UU HPP No. 7 Tahun 2021, Hermonisasi Peraturan Perpajakan

SE-39/PJ/2015 Tentang Pengawasan Wajib Pajak Dalam Bentuk Permintaan Penjelasan Atas Data dan/atau Keterangan, dan Kunjungan (Visit) Kepada Wajib Pajak

Tataran Ilmu Jawa 14 bersama Fahruddin Faiz: "Filosofi Aksara Jawa. https://www.youtube.com/live/6fer45PxVKI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun