2. Mengajari perempuan tentang resolusi konflik.
Ini merupakan sebuah basic skill yang harus dimiliki masyarakat, kenapa? Karena kita dengan tetangga sering kadang tidak bertegur sapa.
3. Menjadikan perempuan sebagai mediator yang baik apabila ada perseteruan dalam kelompok masyarakat.
4. Mengajak perempuan untuk memahami HAM
Dengan memiliki pemahamana tentang administrasi Indonesia, diharapkan perempuan berani untuk bersuara. Misal, tidak dapat BPJS atau kartu Indonesia pintar, perempuan-perempuan ini tidak hanya diam tapi harus berusaha dan dia tahu kemana harus pergi.
“Dalam hal ini kita harus bedakan antara kritik dan kebencian. Mengapa, kritik harus tetap hidup karena kita negara demokrasi . Tetapi kebencian itu berbeda . Kalau kritik sifatnya membangun, sedangkan kebencian sengaja membuat sesuatu ini menjadi buruk, hancur, ada niat tidak baik di sana. Memang bedanya tipis. Tapi saya yakin perempuan Indonesia bisa membedakan. Untuk itu kami dorong mereka untuk membangun ruang-ruang perjumpaan dimana perempuan lintas iman dan budaya itu bisa bertemu dan saling menguatkan menjaga Indonesia kita. Saat ini ada 11 provinsi dan ada di 42 komunitas sudah ribuan perempuan yang terlibat di dalam program ini,” pungkas Ruby .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H