Mohon tunggu...
Dewi Syafrie
Dewi Syafrie Mohon Tunggu... Lainnya - Tulisan yang baik akan mendatangkan kebaikan kepada penulisnya. Bismillah!

Menulis adalah sebuah kesenangan, sekaligus melatih raga dan mengolah rasa

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kata Pakar: Manusia Butuh "Self Healing" Sepanjang Hidupnya, Baru Berakhir jika Sudah Meninggal Dunia

24 November 2021   10:27 Diperbarui: 24 November 2021   11:13 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Self healing dapat dilakukan dengan banyak cara, salah satunya travelling (dok.pri) 

Setiap orang pernah mengalami guncangan dalam kehidupannya. Ada yang dengan mudah bangkit lagi, meneruskan kehidupan ini. Namun ada pula yang tetap meratapi nasib dan tidak melakukan apa-apa untuk kehidupannya ke depan.

Menurut Nina Hermina, seorang praktisi self healing  sebetulnya setiap orang diberikan kemampuan oleh Tuhan untuk  mengobati luka batin dalam dirinya. Namun terkadang memang tergantung pada upaya orang tersebut  mau berusaha melakukan sebuah tindakan  menyembuhkan atau sebaliknya membiarkan saja luka itu terus mengangga.

“Tanpa penanganan yang tepat, tekanan batin dapat menimbulkan perilaku yang membahayakan diri. Kalau sudah sampai ke tahap ini biasanya sudah terbilang parah sih. Makanya jangan biarkan diri kita larut sendiri, cobalah berbagi dengan orang lain supaya  beban yang ada didada terasa lebih ringan,” kata Nina, saat menjadi pembicara pada sharing session bertajuk Self Healing to Revealing (Menyembuhkan diri sendiri  agar lebih berdaya).

Webinar  ini merupakan kerjasama gerakan #akuberdaya yang digagas oleh Desainer Nina Nugroho bekerja sama dengan Assosiasi Tempa Trainers Guild (TTG) yang digelar setiap Minggu pagi, mulai pukul 10.00-11.30 Wib.

Nina Nugroho berharap gerakan #akuberdaya merupakan momentum bagi semua wanita  yang ingin memperbaiki kualitas hidupnya.

“Pandemi ini  menjadi peluang untuk meriset segala sesuatunya. Kita punya  awal yang sama nih, kesempatan yang sama lagi, untuk memperbaiki diri, memperbaiki bisnis , memperbaiki kualitas hidup yang ingin kita bangun,” tutur Nina Nugroho,  yang hadir  membuka acara sharing, pagi itu.

Menurut Nina, tidak dipungkiri setiap orang mengalami badai dalam kehidupannya. Pandemi ini bisa saja merupakan badai pada banyak orang.

Namun ibu 4 anak itu secara  pribadi punya prinsip  tak ingin  meratapi masalah terlalu lama, karena selama manusia berusaha bangkit maka Tuhan akan memberikan jalan keluar.

“Dari dulu hidupku Lillahi ta’ala. Menurutku itu justru banyak membantuku mengelola pergolakan batin. Intinya lakukan yang terbaik hasilnya serahkan pada Allah,” papar Nina Nugroho.

Sementara itu dikatakan Nina Hermina, banyak pemicu yang membuat orang merasakan down di kehidupannya.

Bisa karena kesedihan ditinggal mati orang tua, anak atau pasangan. Bagi yang ditinggal pasangan, otomatis tugas yang tadinya dipikul berdua, akhirnya dipikul sendirian.

Begitu pun, kekecewaan yang dihasilkan oleh perceraian. Ironisnya, di masa pandemic ini  data statistic menyebutkan  angka perceraian mengalami peningkatan.

“Termasuk juga  bisnis yang mendadak drop, padahal gedung baru dibayar sewanya. Tahu-tahu pandemi, kebijakan pemerintah mengharuskan  semua orang di rumah saja, semua bekerja dari rumah. Akibatnya bisnis nggak berjalan, mau nggak mau  pengusaha  harus wait and see, semuanya memilih untuk saving money. Sementara yang bekerja juga nggak kalah shock. Banyak yang terkena PHK,”papar Nina Hermina, lagi.

Ujian atau masalah yang datang silih berganti mengakibatkan kelelahan emosional dalam berbagai bentuk.  Hal ini menimbulkan jiwa yang tidak sehat, ditandai dengan muncul melalui 3 aspek secara  kognitif, afektif, psikomotorik

Kognitif ditandai dengan perasaan rendah diri, konsentrasi menurun, daya ingat menurun, ragu-ragu , perasaan bersedih berlebihan, bunuh diri

Afektif: ditandai dengan sedih berkepanjangan, hilangnya minat, apatis, tidak bertenaga, tidak bersemangat,

Fisik: ditandai dengan psikomotor menurun, rasa lelah, gangguan tidur, gangguan nafsu makan.

“Kalau kita terus memendam emosi,  berefek pada   gangguan pencernaan, asam lambung naik, hipertensi,  jantung. Coba benar-benar dicermati, apakah itu benar sakit fisik atau psikosomatik? Jadi betapa bahayanya memendam emosi negative. Bisnis nggak jalan, emosi terganggu. Impactnya ke sekitar kita,” urai Nina Hermina, panjang lebar.

Dalam pandangan psikologi, ada 3 tipe orang dalam mengelola emosinya:

1.Bottling= memendam, bermanifestasi ke penyakit
2.Exploding= menyakiti orang terdekat/sekitar
3.Denying =menolak/lari dari kenyataan

“Ketiga 3 hal ini sebaiknya dihindari, sebab kalau luka batin terus dipendam, dia akan bermanifestasi ke penyakit. Atau bisa  juga menyakiti orang lain karena ketidak puasannya. Luka batin harus dituntaskan, jangan sampai terbawa ke generasi berikutnya. Luka batin juga tidak harus membuat kita lari dari kenyataan. Akui saja dia sebagai masa lalu, jangan denial,” imbuh Nina Hermina.

Lalu bagaimana caranya menyembuhkan luka batin? Lakukan self healing to revealing. Self healing yaitu sebuah proses yang membantu menyembuhkan luka batin dengan kekuatan batin sendiri secara penuh untuk beranjak dari penderitaan.

Perasaan tidak merasa sendiri merupakan salah satu upaya   self healing  juga lho (dok.pri) 
Perasaan tidak merasa sendiri merupakan salah satu upaya   self healing  juga lho (dok.pri) 


Penyembuhannya dapat dilakukan sendiri tanpa bantuan orang lain dan media apapun. Tekniknya banyak sekali, terlebih saat ini mengenai mental health  gaungnya saat kencang di era pandemic ini.

“Jika kita butuh bantuan, carilah orang yang tepat. Kalau perlu diagnosa, datanglah ke psikolog. Jangan mendiagnosa diri sendiri. Kenapa kita perlu  tahu dan mahir untuk melakukan self healing (menyembuhkan diri sendiri). Sebab kita  yang paling tahu masalahnya. Kita merasa nyaman karena tidak tergantung kepada orang lain. Terutama apabila kita termasuk orang yang malu bila bercerita kepada orang lain dan khawatir orang lain tahu masalah kita. Dan perlu diketahui self healing hanya bersifat sebagai P3K yaitu pertolongan pertama pada kegaulauan dan jika sakit belanjut hubungi dokter,” ujar Nina Hermina.

Proses self healing sendiri tidak ada akhirnya, selama manusia masih diberi nafas kehidupan. Tugas  manusia  dalam menyembuhkan diri sendiri baru akan berakhir apabila meninggal dunia.

Manusia dengan kesempurnaannya dibanding makhluk hidup lain, memiliki kemampuan terapeutik. Ketika mengalami ujian, seseorang dapat menyembuhkan sendiri.

“Setiap ada ujian, Allah selalu kirim cara untuk mengatasinya. Disini healing terus-terusan butuhkan. Tapi ada yang perlu diingatm bahwa healing itu tidak menghilangkan masalah yang ada. Kalau kita pernah hancur, bukan berarti masalahnya akan hilang. Melalui  healing, kita dapat mengontrolnya. Ya saya pernah terluka, pernah hancur. Its oke. Tapi kita tahu cara bangkit lagi,” tambahnya.

Salah satu teknik yang bisa dilakukan adalah dengan teknik kintsugi. Apa itu kintsugi? Sebetulnya ini merupakan  sebuah seni dalam mereparasi barang pecah belah ala Jepang.
Apa hubungannya dengan healing? Dari kintsugi kita bisa belajar  kekuatan dari ketidak sempurnaan.

“Sejarah kintsugi berawal dari kisah seorang militer jepang bernama Shogun Ahikasa Yoshimasa. Dia memecahkan cangkir teh kesayangan miliknya yang berasal dari pengrajin di cina. Tapi dengan sebuah teknik reparasi dari Jepang, cangkir itu dapat digunakan lagi. Justru setiap sambungan-sambungan cangkir yang pecah itu menghasilkan sebuah karya seni yang indah. 

Karena sambungan itu ditutupi dengan serbuk emas. Jadi filosofi kintsugi itu, berasal dari kata kint; emas, sugi ; kerajinan tangan. Kintsugi melambangkan kekuatan dan keindahan. Bagaimana kita bisa membentuk keindahan dalam ketidak sempurnaan. Bahwa luka batin itu tidak dapat dihilangkan bekasnya, tapi dia dapat kita maknai sebagai sebuah pendewasaan  jiwa,” pungkas Nina.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun