Mohon tunggu...
DEWIYATINI
DEWIYATINI Mohon Tunggu... Freelancer - freelance writer

Belakangan, hiburan di rumah tidak jauh dari menonton berbagai film dan seri dari berbagai negara, meski genre kriminal lebih banyak. Daripada hanya dinikmati sendiri, setidaknya dibagikan dari sudut pandang ibu-ibu deh! Kendati demikian, tetap akan ada tulisan ringan tentang topik-topik yang hangat mungkin juga memanas di negeri ini. Terima kasih untuk yang sudah menengok tulisan-tulisan receh saya. Love you all!

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Luka Ibu yang Kehilangan Anak Tak Pernah Tergantikan

22 September 2024   12:58 Diperbarui: 22 September 2024   13:04 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ada yang lebih menghancurkan hati seorang ibu selain kehilangan anak yang masih kecil, yang seharusnya berada di sisinya, tumbuh dan bermain dalam pelukan hangat. Ketika takdir menempuh jalan yang berbeda dan mengambil kehidupan seorang anak di bawah usia sepuluh tahun, luka yang menganga di hati seorang ibu bukan hanya sekedar kehilangan. 

Itu adalah penghakiman yang terus menghantui, mengingatkan ibu setiap harinya bahwa dia gagal melindungi buah hatinya.

Tidak mudah menerima kenyataan bahwa anak yang begitu diharapkan bisa bermain di pangkuan suatu hari, tiba-tiba jatuh sakit dan tak pernah kembali. Setiap detik yang berlalu sejak kepergiannya adalah pergulatan batin yang tak kunjung selesai. 

Ada rasa bersalah yang berakar begitu dalam, menggerogoti jiwa. "Aku seharusnya bisa mencegah ini," pikirnya, meskipun dia tahu, secara logis, tak ada yang bisa dilakukan. Namun, logika seringkali tak berarti dalam menghadapi kesedihan yang begitu mendalam.

Hari-hari berlalu, namun luka itu tak pernah sembuh. Yang terjadi hanyalah kepura-puraan; sebuah wajah yang tampak baik-baik saja di hadapan dunia, meski batinnya terombang-ambing di lautan air mata. 

Kesedihan dan penyesalan terbungkus rapi dalam senyum palsu dan kata-kata sederhana, "Aku baik-baik saja." Tetapi di dalam hati, sang ibu merasakan kehampaan yang tak terperikan. Dia tak pernah bisa benar-benar merasa utuh lagi.

Namun, ada hal lain yang memperparah penderitaan itu. Ketika keluarga atau kerabat menyebut bahwa kehadiran anggota baru dalam keluarga bisa menggantikan kehilangan anak tersebut, hati ibu terasa seperti ditusuk ribuan pisau. 

Bagaimana mungkin seseorang bisa menggantikan tempat anak yang telah hilang? Tidak ada anak lain, baik anak orang lain maupun anak yang lahir dari rahimnya sendiri, yang bisa mengisi kekosongan itu. 

Setiap anak unik, dan begitu pula tempat yang mereka huni dalam hati ibu. Kehadiran anak baru mungkin membawa kebahagiaan, tetapi luka dari kehilangan sebelumnya tidak pernah hilang.

Kata-kata seperti itu, meskipun mungkin dimaksudkan untuk memberikan kenyamanan, hanya membuat luka itu semakin dalam. Si ibu terjebak dalam dilema perasaan: marah, kecewa, dan juga kebencian terhadap dirinya sendiri. "Mengapa aku tidak bisa melindunginya? Mengapa aku harus kehilangan dia?" 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun