Mohon tunggu...
DEWIYATINI
DEWIYATINI Mohon Tunggu... Freelancer - freelance writer

Belakangan, hiburan di rumah tidak jauh dari menonton berbagai film dan seri dari berbagai negara, meski genre kriminal lebih banyak. Daripada hanya dinikmati sendiri, setidaknya dibagikan dari sudut pandang ibu-ibu deh! Kendati demikian, tetap akan ada tulisan ringan tentang topik-topik yang hangat mungkin juga memanas di negeri ini. Terima kasih untuk yang sudah menengok tulisan-tulisan receh saya. Love you all!

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Tapera dan Aturan Hunian Berimbang, Adakah Korelasinya?

28 Mei 2024   07:16 Diperbarui: 28 Mei 2024   07:29 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.pexels.com/id-id/foto/foto-cat-dinding-aneka-warna-1370704/

Siapa yang tidak butuh rumah? Tapi apakah rumah menjadi prioritas bagi sebuah keluarga atau perseorangan? Banyak pertanyaan yang berseliweran ketika Presiden Joko Widodo menggulirkan program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). 

Setiap orang memimpikan rumah impian. Untuk mendapatkannya mereka merencanakan sedemikian rupa, agar tidak mengganggu pos pengeluaran lainnya. Karena meskipun termasuk kebutuhan pokok, ada yang lebih diprioritaskan. 

Mungkin untuk orang yang baru bekerja dan belum memiliki keluarga, menyisihkan tabungan untuk rumah impian, bisa dilakukan dengan mudah. Bagi mereka yang hidup tanpa tanggungan.

Tapi untuk yang sudah berkeluarga, tinggal di rumah kontrakan dan terpisah dari orang tua, sudah bersyukur. Kebutuhan mereka lebih fokus untuk hal lain, seperti makan, pendidikan, dan kesehatan. 

Gagasan Presiden Jokowi memang bagus, mengingat masih banyak dari mereka yang tidak memiliki rumah yang layak. Namun, bagi sebagian orang, dengan membebankan Tapera sebagai hal yang wajib, sungguh menyesakkan. 

Dalam Undang-undang No. 40 Tahun 2004, tentang sistem jaminan sosial, diharapkan setiap orang dapat memenuhi kebutuhan hidup yang layak. Namun, dalam UU itu, tidak ada penjelasan pemenuhan kebutuhan papan atau tempat tinggal menjadi bagian dari jaminan sosial. 

Ada empat lembaga yang menjadi penyelenggara dalam sistem jaminan sosial yakni perusahaan perseroan jaminan sosial tenaga kerja (JAMSOSTEK), perusahaan perseroan Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN), perusahaan perseroan Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI), dan perusahaan perseroan Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES). 

Peraturan ini kemudian ditambah dengan peraturan lain tentang Badan Penyelenggara dan peta jalannya. 

Yang menarik, ternyata pernah dibuat peraturan tentang perumahan rakyat dengan sebutan hunian berimbang. Hunian berimbang merupakan konsep hukum yang terdapat di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Konsep yang memaksa pelaku pembangunan untuk membangun rumah sederhana atau rumah susun umum bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Konsep yang merekayasa pemenuhan rumah bagi MBR melalui peran swasta dalam hal ini pelaku pembangunan. 

Konsep hunian berimbang adalah konsep yang mewajibkan pengembang membangun perumahan secara seimbang. Ini berarti:

1. Pembangunan rumah tunggal dan rumah deret harus mencakup rumah mewah, rumah menengah, dan rumah sederhana.

2. Pembangunan rumah susun komersial harus mencakup rumah susun umum sebanyak 20% dari total luas lantai yang dibangun.

Konsep ini bertujuan menciptakan keadilan, khususnya dalam menyediakan rumah umum bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

Aturan ini dijelaskan dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang menyatakan bahwa pengembang wajib mewujudkan perumahan dengan hunian berimbang. Bentuk pemenuhan hunian berimbang diatur dalam Pasal 35 ayat (1), yang menyebutkan bahwa pembangunan perumahan skala besar harus mencakup rumah sederhana, rumah menengah, dan rumah mewah.

Pada kenyataannya, hunian berimbang tidak pernah terealisasi. Alasan klasik, sulitnya mendapatkan lahan selalu jadi pembenaran. 

Dikutip dari hukumonline.com, permasalahan utamanya adalah benturan antara hak bertempat tinggal bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dengan nilai rumah sebagai komoditas atau barang dagangan utama. Nilai komersial rumah yang bisa bertahan lama, bahkan selama beberapa dekade dan abad, membuat rumah sulit dilepaskan dari predikat komoditas. Akibatnya, hak tempat tinggal sering tergeser atau diabaikan.

Fakta ekonomis menunjukkan bahwa membangun rumah mewah dan menengah lebih menguntungkan daripada membangun rumah sederhana. Dengan harga tanah yang sama, rumah mewah memberikan keuntungan lebih besar daripada rumah sederhana. Begitu pula, rumah susun komersial memiliki nilai komersial yang lebih tinggi dibandingkan rumah susun umum untuk MBR.

Lokasi pembangunan juga menjadi faktor utama. Jika rumah sederhana dibangun di lokasi yang sama dengan rumah mewah dan menengah, akan ada dampak sosial yang mempengaruhi penjualan rumah. Hal yang sama berlaku untuk rumah susun. Jika rumah susun umum berada di lokasi yang sama dengan rumah susun komersial, dampak sosial tersebut bisa menurunkan nilai komersial dan mempengaruhi penjualan rumah mewah atau rumah susun komersial.

Dan seperti yang sudah-sudah layaknya perubahan aturan jaminan sosial asuransi kesehatan atau BPJS Kesehatan, di Tapera juga tidak dijelaskan dengan teknis. Yang ditangkap pemahaman hanya soal ini wajib dan akan bermanfaat di masa depan. Ini katanya, jaminan sosial untuk mensejahterakan, tapi adakah jaminan program ini bisa memberikan rumah.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun