1. Pembangunan rumah tunggal dan rumah deret harus mencakup rumah mewah, rumah menengah, dan rumah sederhana.
2. Pembangunan rumah susun komersial harus mencakup rumah susun umum sebanyak 20% dari total luas lantai yang dibangun.
Konsep ini bertujuan menciptakan keadilan, khususnya dalam menyediakan rumah umum bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Aturan ini dijelaskan dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang menyatakan bahwa pengembang wajib mewujudkan perumahan dengan hunian berimbang. Bentuk pemenuhan hunian berimbang diatur dalam Pasal 35 ayat (1), yang menyebutkan bahwa pembangunan perumahan skala besar harus mencakup rumah sederhana, rumah menengah, dan rumah mewah.
Pada kenyataannya, hunian berimbang tidak pernah terealisasi. Alasan klasik, sulitnya mendapatkan lahan selalu jadi pembenaran.Â
Dikutip dari hukumonline.com, permasalahan utamanya adalah benturan antara hak bertempat tinggal bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dengan nilai rumah sebagai komoditas atau barang dagangan utama. Nilai komersial rumah yang bisa bertahan lama, bahkan selama beberapa dekade dan abad, membuat rumah sulit dilepaskan dari predikat komoditas. Akibatnya, hak tempat tinggal sering tergeser atau diabaikan.
Fakta ekonomis menunjukkan bahwa membangun rumah mewah dan menengah lebih menguntungkan daripada membangun rumah sederhana. Dengan harga tanah yang sama, rumah mewah memberikan keuntungan lebih besar daripada rumah sederhana. Begitu pula, rumah susun komersial memiliki nilai komersial yang lebih tinggi dibandingkan rumah susun umum untuk MBR.
Lokasi pembangunan juga menjadi faktor utama. Jika rumah sederhana dibangun di lokasi yang sama dengan rumah mewah dan menengah, akan ada dampak sosial yang mempengaruhi penjualan rumah. Hal yang sama berlaku untuk rumah susun. Jika rumah susun umum berada di lokasi yang sama dengan rumah susun komersial, dampak sosial tersebut bisa menurunkan nilai komersial dan mempengaruhi penjualan rumah mewah atau rumah susun komersial.
Dan seperti yang sudah-sudah layaknya perubahan aturan jaminan sosial asuransi kesehatan atau BPJS Kesehatan, di Tapera juga tidak dijelaskan dengan teknis. Yang ditangkap pemahaman hanya soal ini wajib dan akan bermanfaat di masa depan. Ini katanya, jaminan sosial untuk mensejahterakan, tapi adakah jaminan program ini bisa memberikan rumah.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H