Mohon tunggu...
DEWIYATINI
DEWIYATINI Mohon Tunggu... Freelancer - freelance writer

Belakangan, hiburan di rumah tidak jauh dari menonton berbagai film dan seri dari berbagai negara, meski genre kriminal lebih banyak. Daripada hanya dinikmati sendiri, setidaknya dibagikan dari sudut pandang ibu-ibu deh! Kendati demikian, tetap akan ada tulisan ringan tentang topik-topik yang hangat mungkin juga memanas di negeri ini. Terima kasih untuk yang sudah menengok tulisan-tulisan receh saya. Love you all!

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Perasaan Dikhianati Ketika Menulis Tragedi Korban dan Pelaku Teman Satu Sekolah

9 Mei 2024   14:24 Diperbarui: 9 Mei 2024   14:31 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.pexels.com/id-id/foto/kayu-penulisan-tipografi-ubin-19915914/

Sebagai pegawai, tentu harus patuh pada aturan, meski pada akhirnya ternyata aturan yang dipatuhi itu menempatkan pada posisi konflik perasaan. Ya, bukan konflik kepentingan, tapi konflik perasaan. Karena saya harus menulis kejadian tragis orang yang saya kenal. Berat.

Pekerjaan saya di lapangan, seringnya, tidak mempertemukan saya dengan orang-orang yang saya kenal secara personal. Sehingga, setelah tugas menulis selesai dikerjakan, selesai sudah saya melibatkan pikiran dengan tugas tersebut. Kecil sekali melibatkan perasaan.

Tapi di tahun itu, saya yang mengikuti aturan kantor untuk menjalankan piket hingga tengah malam, ternyata bertemu dengan orang-orang yang saya kenal tanpa diharapkan. 

Malam itu, saya berjaga di kantor, bilamana ada kejadian yang harus diliput selesai jam kerja orang kantoran, menjadi tugas yang piket, meskipun bukan bidangnya. Tiba-tiba ada informasi kejadian tapi sensitif: ada penemuan mayat perempuan di kota tetangga, keponakan Jenderal, kini ada di kamar jenazah rumah sakit umum provinsi.

Saya cerna perlahan: ada mayat perempuan, keponakan jenderal polisi, di kamar mayat. Tentunya ini pasti terindikasi kejahatan yang menghilangkan nyawa.

Dengan cepat saya berangkat bersama sopir kantor. Sampai di kamar mayat, tidak bisa diakses dengan mudah. Di sela-sela kesulitan akses itu, lebih baik mengumpulkan informasi. Sementara saya hanya menemukan informasi awal, bahwa perempuan itu pegawai bank negara, ditemukan di Cianjur, masih menunggu kedatangan orang tuanya, dan ada nama korban yang diberitahukan. Perempuan dengan inisial TK, yang ternyata seusia dengan saya.

Lama menanti, saya diajak rekan dari kantor lain untuk pergi saja menuju rumahnya. Kebetulan ada yang sudah mengantongi alamat rumahnya. Saya cek, ternyata cukup dekat dengan rumah orang tua saya. Ketika itu saya masih menumpang tinggal di rumah orang tua.

Di sepanjang jalan, saya yang cerewet tak henti bercerita bahwa saya memiliki teman satu SMA yang tinggal di daerah si korban. Saat bercerita, tanpa sadar kami tersesat, malah masuk ke komplek perumahan di seberangnya. Saya bilang kalau rumah teman saya itu, ada di komplek yang sama dengan korban, di seberang komplek kami tersesat.

Sampai komplek, teman saya tanya rumah teman saya itu sebelah mana. Ketika saya tunjukkan, di depan rumah ada bendera kuning. Seketika saya memutar ulang kumpulan informasi yang saya dapat tadi. 

Pegawai bank, seusia saya, inisial TK, alamat rumah yang sama, dan saya menyadari korban itu adalah teman saya. Memang kepanjangan inisial TK itu hanya berbeda sedikit di kepanjangan namanya, yang ternyata petugas kamar mayat salah sebut. ITU TEMAN SATU KELAS SMA. Saya syok.

Rekan kerja saya segera membawa kembali kesadaran saya dan menyarankan datang ke rumah sebagai temannya. Ya kan, memang temannya, tapi tetap mencari informasi. Sudah melekat ternyata, kebiasaan mengorek informasi.

Dari para tetangga dapat cerita, orang tuanya sedang ke Medan mengantar kakaknya untuk menikah. Ya, TK hanya dua bersaudara. TK tidak ikut karena kantornya tidak memberi izin, sehingga ia tinggal di rumah. 

Saat ia sendiri itulah, kekasihnya mengajak dia pergi. Tadinya TK tidak mau, tapi berkat bujuk rayu si pacar akhirnya TK mau berangkat. Dia diajak ke Cianjur. TK sempat memberitahukan tetangganya kalau ia pergi keluar dengan kekasihnya itu.

Seingat saya, dari cerita tetangganya, hubungan TK itu tidak direstui. Malahan saya baru tahu keesokan harinya dari jurnalis yang memang bertugas pos di kepolisian, TK dibunuh kekasihnya. Ketika nama kekasihnya disebut, saya kembali kaget. 

Kekasih TK masih saya kenal. Dia teman satu SMA juga. Dialah Y, yang saya tidak tahu sejak kapan mereka berhubungan. 

Rupanya pertemuan terakhir itu, TK meminta putus hubungan. Y tidak terima, TK mengancam akan lompat dari mobil yang masih melaju. Entah bagaimana ceritanya hingga Y malah mencekik TK hingga tewas. TK dibuang dan dia melarikan diri.

TK memang masih ada kerabat dengan jenderal kepolisian atau pejabat begitu, sehingga dengan mudah menemukan Y. Y didakwa telah membunuh dan dijatuhi hukuman 14 tahun.

Bila saya yang memang bertugas di pos kepolisian, saya tidak yakin bisa bekerja dengan objektif. Keduanya orang yang saya kenal, apalagi TK pernah satu kelas dan sering ngobrol. Saya yakin saat menulis pun pasti perasaan saya terlibat dalam. 

Karena saya tahu, menulis dengan hati terluka itu sulit. Sangat sulit.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun