Mohon tunggu...
DEWIYATINI
DEWIYATINI Mohon Tunggu... Freelancer - freelance writer

Belakangan, hiburan di rumah tidak jauh dari menonton berbagai film dan seri dari berbagai negara, meski genre kriminal lebih banyak. Daripada hanya dinikmati sendiri, setidaknya dibagikan dari sudut pandang ibu-ibu deh! Kendati demikian, tetap akan ada tulisan ringan tentang topik-topik yang hangat mungkin juga memanas di negeri ini. Terima kasih untuk yang sudah menengok tulisan-tulisan receh saya. Love you all!

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Tak Perlu Anak jadi Generasi Sandwich Seperti Via Vallen, Lansia Masih Bisa Cari Kerja Kok!

30 April 2024   14:43 Diperbarui: 1 Mei 2024   11:03 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.pexels.com/id-id/foto/pria-laki-laki-lelaki-pasangan-6158652/

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengimbau para ibu rumah tangga untuk tidak menciptakan generasi sandwich dengan mengandalkan anak-anak mereka untuk menyokong masa pensiun. Para calon lanjut usia (lansia) ini harus mempersiapkan diri menghadapi usia senjanya tanpa membebani anak-anaknya. 

Istilah generasi sandwich sendiri digambarkan sebagai generasi orang dewasa yang harus menanggung hidup 3 generasi yaitu orang tuanya, diri sendiri, dan anaknya.

Padahal kenyataannya bukan hanya jadi generasi sandwich, anak yang dianggap sukses dari saudara kandungnya yang lain dipaksa untuk menanggung sebagian kebutuhan hidup dari saudaranya yang dirasa hidup sulit. 

"Pinjamkanlah barang seratus dua ratus ribu. Masa sama adikmu sendiri kamu tega," kalimat sakti yang kerap disampaikan ketika si anak sukses wajib membantu saudaranya.

Giliran ditagih pinjamannya, selalu dengan enteng bilang, "belum ada uang."

Padahal janjinya akan dibayar satu atau dua bulan si utang seratus dua ratus ribu itu. 

Si orang tua bukannya ikut membantu menagihkan. Malah meminta anak yang sukses mengikhlaskan uangnya yang dipinjam.

"Sudahlah, seratus dua ratus ribu ini. Ikhlaskan saja. Toh dia kan saudara kandungmu. Bukan orang lain," itu lagi yang jadi pembenaran.

Persis yang diceritakan oleh pedangdut Via Vallen soal saudaranya yang punya utang judi online hingga menggadaikan sepeda motornya. Via Vallen yang dinilai sukses dan kaya raya, tiba-tiba diminta turut bertanggung jawab karena saudaranya sedang ditimpa musibah.

Rupanya sudah berulang kali Via Vallen dibawa untuk bertanggung jawab atas perbuatan adiknya. Berulang kali bantuannya itu disalahgunakan. Wajar bila sekarang dia mengamuk karena lelah dengan perlakuan tersebut. Perlakuan dari keluarganya sendiri.

Perkara seperti Via Vallen itu banyak menimpa anak-anak di Indonesia. Banyak anak yang diminta menunda pernikahan karena orang tuanya meminta si anak membantu biaya sekolah adik-adiknya. Atau tidak sedikit orang tua yang meminta si anak menyisihkan uang untuk keperluan orang tuanya. Bisa dengan sebutan balas budi karena orang tua telah merawatnya sejak bayi. Lah, bukannya itu kewajiban orang tua?

Ini jadi pemikiran panjang saya di usia yang sudah kepala empat. Di usia sekarang, apalagi sepuluh tahun nanti, tenaga saya sudah dianggap tidak berguna. Saya dan orang-orang seusia saya bisa disebut lansia. 

Namun, kami yang lansia ini, tidak sepatutnya menggantungkan masa tua kami pada anak-anak. Kalau anak-anak mau membantu, secukupnya saja. Anggap hanya untuk jajan. Kebutuhan pokok lainnya, biar kami, si lansia ini yang mencari. 

Tidak perlu beralasan, usia sudah tua siapa yang akan menerima sebagai pekerja. Kenapa tidak bekerja untuk dirinya sendiri? Tidak perlu lagi menjadi karyawan yang memiliki atasan. Manfaatkan keterampilan yang dipunya.

Mereka, anak-anak kita harus membiayai keluarganya sendiri. Ada orang-orang yang disebut keluarga batih yang jadi tanggung jawabnya. Lansia seperti kita, tidak lagi perlu membebani hidup anak-anak kita. Bertanggung jawab pada diri sendiri.*** 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun