Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengimbau para ibu rumah tangga untuk tidak menciptakan generasi sandwich dengan mengandalkan anak-anak mereka untuk menyokong masa pensiun. Para calon lanjut usia (lansia) ini harus mempersiapkan diri menghadapi usia senjanya tanpa membebani anak-anaknya.Â
Istilah generasi sandwich sendiri digambarkan sebagai generasi orang dewasa yang harus menanggung hidup 3 generasi yaitu orang tuanya, diri sendiri, dan anaknya.
Padahal kenyataannya bukan hanya jadi generasi sandwich, anak yang dianggap sukses dari saudara kandungnya yang lain dipaksa untuk menanggung sebagian kebutuhan hidup dari saudaranya yang dirasa hidup sulit.Â
"Pinjamkanlah barang seratus dua ratus ribu. Masa sama adikmu sendiri kamu tega," kalimat sakti yang kerap disampaikan ketika si anak sukses wajib membantu saudaranya.
Giliran ditagih pinjamannya, selalu dengan enteng bilang, "belum ada uang."
Padahal janjinya akan dibayar satu atau dua bulan si utang seratus dua ratus ribu itu.Â
Si orang tua bukannya ikut membantu menagihkan. Malah meminta anak yang sukses mengikhlaskan uangnya yang dipinjam.
"Sudahlah, seratus dua ratus ribu ini. Ikhlaskan saja. Toh dia kan saudara kandungmu. Bukan orang lain," itu lagi yang jadi pembenaran.
Persis yang diceritakan oleh pedangdut Via Vallen soal saudaranya yang punya utang judi online hingga menggadaikan sepeda motornya. Via Vallen yang dinilai sukses dan kaya raya, tiba-tiba diminta turut bertanggung jawab karena saudaranya sedang ditimpa musibah.
Rupanya sudah berulang kali Via Vallen dibawa untuk bertanggung jawab atas perbuatan adiknya. Berulang kali bantuannya itu disalahgunakan. Wajar bila sekarang dia mengamuk karena lelah dengan perlakuan tersebut. Perlakuan dari keluarganya sendiri.
Perkara seperti Via Vallen itu banyak menimpa anak-anak di Indonesia. Banyak anak yang diminta menunda pernikahan karena orang tuanya meminta si anak membantu biaya sekolah adik-adiknya. Atau tidak sedikit orang tua yang meminta si anak menyisihkan uang untuk keperluan orang tuanya. Bisa dengan sebutan balas budi karena orang tua telah merawatnya sejak bayi. Lah, bukannya itu kewajiban orang tua?
Ini jadi pemikiran panjang saya di usia yang sudah kepala empat. Di usia sekarang, apalagi sepuluh tahun nanti, tenaga saya sudah dianggap tidak berguna. Saya dan orang-orang seusia saya bisa disebut lansia.Â
Namun, kami yang lansia ini, tidak sepatutnya menggantungkan masa tua kami pada anak-anak. Kalau anak-anak mau membantu, secukupnya saja. Anggap hanya untuk jajan. Kebutuhan pokok lainnya, biar kami, si lansia ini yang mencari.Â
Tidak perlu beralasan, usia sudah tua siapa yang akan menerima sebagai pekerja. Kenapa tidak bekerja untuk dirinya sendiri? Tidak perlu lagi menjadi karyawan yang memiliki atasan. Manfaatkan keterampilan yang dipunya.
Mereka, anak-anak kita harus membiayai keluarganya sendiri. Ada orang-orang yang disebut keluarga batih yang jadi tanggung jawabnya. Lansia seperti kita, tidak lagi perlu membebani hidup anak-anak kita. Bertanggung jawab pada diri sendiri.***Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H