Bullying atau perisakan tidak itu bagaikan lingkaran setan, sulit untuk memutusnya. Karena terkadang bukan pelaku yang harus bersembunyi dari publik, tapi si korban yang harus melakukan itu.
Dalam drama Korea "Strangers" season 2, diceritakan tentang hidup tanpa ketenangan bagi korban bully, selama pelakunya masih hidup. Sebut saja namanya Kim, yang berusaha hidup tanpa terlihat setelah lepas dari sekolah menengah.
Selama sekolah, ia kerap mendapatkan perundungan dari 2 orang temannya. Sekolah tidak menyelesaikan masalah. Malah mendorong dia untuk 'berteman' dengan si pem-bully. Duh, berat rasanya harus berteman dengan orang yang sering menyakiti dia. Dan, solusi ini kerap kali terjadi dalam kehidupan nyata di sekolah.
Orang tua Kim tidak pernah tahu ada kasus bully menimpa anaknya. Karena sekolah kerap kali menyelesaikan masalah di permukaan. Mereka menganggap solusi yang mereka terapkan yang terbaik untuk korban dan pelaku di sekolah. Padahal mereka hanya tengah memupuk rasa benci dari si korban.
Hingga suatu hari, Kim dinyatakan sebagai korban yang selamat dari sebuah kecelakaan. Sedangkan dua 'teman' Kim, tenggelam di laut. Kebetulan dua temen Kim ini si pelaku bully.Â
Dugaan awal, mereka tidak menyadari ada tali batas bahaya di pantai yang ternyata dilepas oleh pasangan bucin ketika selfie.Â
Kim disebut beruntung karena selamat dari kecelakaan tersebut, hingga seorang jaksa menyadari ada kejanggalan. Jaksa Seo menyadari itu ketika melihat foto-foto yang diunggah pihak sekolah menengah Kim. Jaksa Seo melihat ada kemungkinan lain dari sebuah kecelakaan. Ia kemudian menelusurinya.
Di tengah penelusuran, jaksa Seo menghilang. Tepatnya diculik. Berbagai asumsi dilontarkan banyak pihak sebagai motif penculikan. Mulai dari soal politik lembaga pemerintahan, dendam pribadi, bahkan hingga menyasar ke istri si jaksa.
Namun, akhirnya, pelaku penculikan mengarah pada Kim. Apalagi di apartemen yang dia sewa itu, tercium aroma pemutih pakaian yang diduga untuk menghilangkan noda darah. Kim masih membantah.
Sebuah bukti mengarah pada Kim, bukti yang tak bisa disangkal. Hingga meluncurlah kisah kebahagiaan Kim yang menjadi pangkal masalah. Selepas lulus sekolah, Kim berhasil lolos seleksi di tiga sekolah bergengsi. Bahkan mendapat beasiswa.
Ayahnya memberikan apartemen untuknya. Kim mengira sudah waktunya dia bahagia, hingga dua pelaku bully menemukan tempat persembunyiannya.Â
Mereka tidak rela Kim bahagia. Dua pelaku itu memanfaatkan Kim. Apartemennya dipakai untuk hura-hura bersama perempuan sambil mabuk-mabukan. Bahkan saat mereka berpesta, Kim tidak boleh berada di apartemen.Â
Kim berusaha kabur dengan berpindah-pindah apartemen. Tapi, kedua pelaku tetap menemukannya. Bahkan para pelaku itu, leluasa menjual barang-barang yang ada di apartemen dengan alasan sesama teman harus saling membantu.Â
Hingga satu hari, kedua pelaku meminta Kim untuk membuatkan rencana liburan ke pantai. Kim harus menyewa villa juga menggunakan mobilnya sebagai alat transportasi.Â
Kim menggunakan kesempatan itu untuk lepas dari pelaku selamanya. Ya, dia akan menghilangkan nyawa mereka. Keduanya dibuat mabuk lalu dibawa ke pantai yang gelombangnya tengah tinggi dan berkabut. Setelah keduanya tenggelam, Kim merasa lega karena penderitaannya telah berakhir.
Dugaan Kim salah. Ia tertangkap dan statusnya berubah dari korban bully menjadi pembunuh. Luka masa lalu yang diselesaikan dengan cara tidak tepat membawa korban pada penderitaan tiada akhir. Seperti Kim.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H