Merantau adalah pilihan untuk mencari penghidupan yang lebih baik, meski jauh dari keluarga dan kampung halaman. Pesona perantau yang pulang kampung atau mudik inilah yang sering memikat kerabat yang masih di kampung untuk turut merantau.Â
Saat kerabat perantau ini datang ke kota, pemerintah setempat berusaha menghalau. Tapi apa daya, kekuatan perantau ini lebih kuat dibandingkan komitmen pemerintah untuk mencegah kedatangan mereka.Â
Sebetulnya antara perantau dan calon perantau tidak ada yang patut disalahkan. Mereka hanya berupaya mencari penghidupan yang lebih baik.Â
Ada cerita menarik waktu saya belanja soto madura di mana si peracik soto sempat menghilang sekitar empat bulan. Ternyata dia merantau ke Malaysia sebagai kuli bangunan.Â
"Jun, kamu dari mana aja beberapa bulan belakangan?"
"Dari Malaysia, Bu!"
"Wah, hebat kamu! Liburan ya, di Malaysia?"
Jun kemudian menceritakan petualangannya hingga bersandar di Malaysia beberapa bulan. Semua berawal dari tetangga dan kerabatnya yang juga merantau ke Malaysia. Mereka bekerja sebagai kuli bangunan.Â
Saat mudik ke kampung, kerabatnya yang baru kembali dari Malaysia menunjukkan keberhasilan mereka selama di sana. Meskipun bekerja sebagai kuli bangunan tapi bukan kuli dengan buruh murahan layaknya di Indonesia.Â
Jun bilang saat pulang mereka bisa mendandani rumah dan keluarganya. Belum lagi cerita mereka saat di Malaysia, yang sepertinya mencari uang itu cukup mudah. Jun menjadi tertarik, apalagi ia ingin segera berkeluarga, tapi uang jadi kendala.
Singkat cerita, Jun resign dari pekerjaannya sebagai peracik soto. Ia memilih turut merantau ke Malaysia. Tapi ia hanya bertahan beberapa bulan di sana.Â
"Wah Bu, saya pikir seperti apa kerja di sana itu. Saya banyak stresnya."
Rupanya, Jun berangkat bukan melalui jalur legal. Ia menjadi tenaga kerja ilegal. Dari sebelum berangkat, ia sudah banyak mengeluarkan uang. Untuk paspor, biaya masuk kerja, tempat tinggal, dan lain sebagainya. Tinggal pun di tempat seadanya yang tiap hari harus was-was takut kena razia imigrasi.Â
Pendapatan yang diterima setelah potong sana-sini, ternyata tidak jauh beda dari pendapatannya sebagai peracik soto. Tanpa pikir panjang, Jun memilih kembali ke Indonesia, kembali menjadi peracik soto. Hidup tenang meski penghasilan pas-pasan.Â
Perjalanan Jun mencari penghidupan lebih baik ini terjadi karena ketimpangan ekonomi. Mendapatkan pekerjaan dengan gaji besar cukup berat tanpa keterampilan yang memadai, sehingga menjadi pekerja kasar jadi pilihan.
Godaan dari kerabat yang merantau hingga keluar negeri lalu pulang dengan bergaya bak perantau yang sukses, berhasil menjerat Jun untuk menjadi imigran gelap.Â
Para perantau yang menunjukkan kesuksesannya di kampung halaman saat mudik, tidak hanya bersilaturahmi dengan kerabat dan tetangga. Tapi mereka juga menjadi sumber informasi yang berbagi rahasia kesuksesannya di perantauan.
"Ternyata apa yang kita lihat dan kita dengar, tidak selalu yang sebenarnya," kata Jun.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI