Singkat cerita, Jun resign dari pekerjaannya sebagai peracik soto. Ia memilih turut merantau ke Malaysia. Tapi ia hanya bertahan beberapa bulan di sana.Â
"Wah Bu, saya pikir seperti apa kerja di sana itu. Saya banyak stresnya."
Rupanya, Jun berangkat bukan melalui jalur legal. Ia menjadi tenaga kerja ilegal. Dari sebelum berangkat, ia sudah banyak mengeluarkan uang. Untuk paspor, biaya masuk kerja, tempat tinggal, dan lain sebagainya. Tinggal pun di tempat seadanya yang tiap hari harus was-was takut kena razia imigrasi.Â
Pendapatan yang diterima setelah potong sana-sini, ternyata tidak jauh beda dari pendapatannya sebagai peracik soto. Tanpa pikir panjang, Jun memilih kembali ke Indonesia, kembali menjadi peracik soto. Hidup tenang meski penghasilan pas-pasan.Â
Perjalanan Jun mencari penghidupan lebih baik ini terjadi karena ketimpangan ekonomi. Mendapatkan pekerjaan dengan gaji besar cukup berat tanpa keterampilan yang memadai, sehingga menjadi pekerja kasar jadi pilihan.
Godaan dari kerabat yang merantau hingga keluar negeri lalu pulang dengan bergaya bak perantau yang sukses, berhasil menjerat Jun untuk menjadi imigran gelap.Â
Para perantau yang menunjukkan kesuksesannya di kampung halaman saat mudik, tidak hanya bersilaturahmi dengan kerabat dan tetangga. Tapi mereka juga menjadi sumber informasi yang berbagi rahasia kesuksesannya di perantauan.
"Ternyata apa yang kita lihat dan kita dengar, tidak selalu yang sebenarnya," kata Jun.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H