Mohon tunggu...
Dewi WahyuNingsih
Dewi WahyuNingsih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Suka membaca novel

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sosiologi Hukum Penegakan, Realitas & Nilai Moralitas Hukum

1 Oktober 2024   09:44 Diperbarui: 1 Oktober 2024   09:44 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

c. Pengaruh kebudayaan.

B. Pola Penyelesaian Konflik

Pola Penyelesaian Konflik Pada prinsipnya, konflik merupakan sifat kehidupan manusia, maka konflik akan selalu ada sejalan dengan keberadaan manusia. Adanya perbedaan kepentingan yang berlawanan antarkelompok membuat kelompok-kelompok senantiasa dalam situasi konflik. Atas dasar itu, konflik merupakan gejala kemasyarakatan yang senantiasa melekat dalam kehidupan masyarakat dan tidak mungkin dilenyapkan. Dalam proses pengendalian konflik yang terjadi di dalam kehidupan sosial masyarakat, haruslah diadakan usaha-usaha untuk mengendalikan konflik tersebut yaitu dengan akomodasi. Bentuk-bentuk penyelesaian asosiatif dapat digunakan sebagai usaha menyelesaikan konflik yang timbul akibat pertikaian di antara anggota masyarakat. Pola pengendalian dan penyelesaian konflik dapat merujuk pada bentuk-bentuk penyelesaian konflik, yaitu: a. konsiliasi, b. mediasi c. arbitrase d. kompromi e. koersi dll.

OPTIK SOSIOLOGIS TERHADAP PENEGAKAN HUKUM

Penegakan hukum dalam optik sosiologis pada dasarnya dapat dipahami sebagai sebuah perspektif dalam menganalisis upaya penegakan hukum itu sendiri. Penegakan hukum merupakan upaya yang selain bertujuan untuk menegakkan aturan-aturan hukum yang ada, juga untuk mengupayakan terciptanya ketertiban, keteraturan, keserasian, dan keselarasan dalam masyarakat. Dengan demikian, penegakan hukum sesungguhnya bukan hanya untuk menetapkan siapa yang salah dan benar, siapa yang berhak dan tidak berhak, tetapi juga mengupayakan terciptanya suatu situasi yang seimbang (homeostatis) di masyarakat. Keadilan menjadi sebuah isu sentral dalam mengkaji relasi pene gakan hukum dengan aspek sosiologis dalam masyarakat. Ekspektasi vang demikian tinggi di masyarakat akan terciptanya suatu keadilan, baik keadilan hukum maupun keadilan sosial, menuntut upaya penegakan hukum diselenggarakan secara lebih serius, penuh dedikasi dan transparan. Besarnya ekspektasi akan keadilan telah menciptakan suatu tekanan sosial yang begitu kuat, sehingga di masyarakat tercipta suatu mekanisme pengawasan sosial terhadap sekalian proses penegakan hu kum yang terjadi. Masyarakat secara intensif, baik dengan kekuatannya sendiri maupun melalui suatu kelompok perwakilan tertentu, senantiasa menyimak dan mengawasi jalannya proses penegakan hukum yang terjadi. Kritik sosial, bahkan kecaman menjadi sebuah pemandangan yang lazim ketika terjadi kesenjangan antara ekspektasi masyarakat akan keadilan dengan produk dari penegakan hukum itu sendiri.

REALITAS HUKUM DAN NILAI-NILAI MORALITAS

Penggambaran mengenai realitas hukum Indonesia saat ini tidak dapat dilepaskan dari sejumlah fakta mengenai bagaimana penegakan hukum dewasa ini. Barda Nawawi Arief menggambarkan realitas penegakan hukum Indonesia yang cenderung terpuruk karena beberapa faktor. Menurutnya, penegakan hukum Indonesia saat ini cenderung terpuruk dan belum mampu menjawab visi para the founding father Indonesia yang tertuang dalam UUD 1945. Lebih lanjut, Barda Nawawi Arief menegaskan bahwa realitas hukum Indonesia yang terpuruk diawali gejala dekadensi moral para aparat penegak hukum. Selain itu, pola pikir aparat penegak hukum cenderung "money oriented" bukannya "service oriented without money". Atas realitas demikian, Indonesia memerlukan reformasi bidang hukum secara komprehensif, tidak hanya dalam hal pembaruan perundang-undangan atau substansi hukumnya (legal substance reform), tetapi juga pemba- ruan struktur hukum (legal structure reform) dan pembaruan budaya hukum (legal ethic and legal science/education reform).

 Dalam tataran yang lebih ekstrem, perubahan yang sangat mendesak justru bukan pada struktur dan substansi hukumnya, melainkan pada budaya hukum (legal culture) yang dipandang sebagai kunci dari segala permasalahan keterpurukan penegakan hukum di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Yadyn, Abdul Razak, dan Aswanto menyimpulkan bahwa keterpurukan hukum Indonesia disebabkan oleh rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia, indikatornya meliputi integritas penegak hukum yang ku- rang baik, aturan hukum yang tidak responsif serta tidak diaplikasikannya nilai-nilai Pancasila dalam penegakan dan pembentukan hukum oleh aparat penegak hukum di Indonesia.

Reviewer :Dewi Wahyu Ningsih

NIM : 222111068

Kelas :5A

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun