"Yuk, kita makan."
"Di mana kak?"
"Tuh ada warteg!" ucapku sambil menunjuk sebuah warteg.
Dengan langkah semangat Samuel memegang tanganku dan menuntunku ke warteg tersebut. Wajah murungnya berubah menjadi ceria.
Aku hanya memandangnya dengan mata yang hampir copot. Lahap sekali anak ini makan. Kurang dari lima menit, makanan yang aku pesan sudah tidak tersisa lagi. Sampai menjilat jarinya segala.
"Terima kasih ya, kak!" ucapnya dengan malu-malu.
"Sama-sama," balasku terharu meski aku tahu jatah makan malamku sudah tidak ada lagi.
*****
Â
Aku manatap Samuel yang tidur terlelap yang hanya beralaskan koran dan tumpukan baju di kosku yang hanya berukuran 2x1,5 meter. Masih terngiang pembicaraan antara aku dengan Samuel sebelum dia terlelap.
"Aku panggil kakak dengan sebutan Ko Bumi ya?"