Mohon tunggu...
Dewa Gilang
Dewa Gilang Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Single Fighter!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengenal Sosok Jalaludin Rakhmat: Intelektual yang Membumi

7 Mei 2013   20:17 Diperbarui: 16 Februari 2021   10:34 735
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karakter muslim berakhlak-lah yang rupanya ingin dicetak oleh pakar komunikasi itu melalui SMU Plus Muthahhari di Bandung, Jawa Barat. Salah satu program pendidikan karakter di SMU itu ialah "spritual camp" serta "spritual work camp".

Dalam program itu, para siswa dititipkan kepada orang miskin, dan selama beberapa hari disuruh melayani orang miskin. Mereka menjadi para pelayan Tuhan, yang berkhidmat kepada rakyat kecil. "Itu mengubah hidup mereka. Anak-anak yang liar pun akhirnya menjadi lembut hatinya," ujar Kang Jalal.

Bagaimana sosok Jalaludin Rakhmat di mata penulis? Sebagaimana kalimat pembuka "Simplex veri sigillum", maka Kang Jalal adalah sosok sederhana.

Pidatonya pada setiap Ahad pagi di Masjidnya yang diberi nama "Al-Munawwarah" tergolong sederhana. Namun di balik kesederhanaan ceramahnya, kalimat-kalimat pidato Kang Jalal memiliki style tersendiri, yakni menggairahkan akal dan menyentuh kalbu.

"Style" yang dipunyai oleh Kang Jalal terbawa pula hingga ke berbagai buku-buku karyanya. Taruhlah semisal "Rindu Rassul", buku yang berkisah tentang Rasulullah yang sanggup membuat air mata saya tak tertahan mengalir ketika membacanya. Dengan gaya bahasanya, Kang Jalal sanggup mengajak pembacanya bak kembali memutar waktu ke zaman Rassulullah Saww.

Walhasil penulis menutup secuil kisah mengenai sosok Jalaludin Rakhmat dengan sebaris puisi yang Beliau persembahkan bagi Baginda Nabi dan tercantum dalam buku "Jalan Rakhmat: Mengetuk Pintu Tuhan."

"Sebarkan Senyum Sang Nabi. Di tengah kecamuk angkara murka, reka perdaya durjana, dan musibah yang menguji rongga dada. Merindukan Sang Nabi adalah obat penentram jiwa. Inilah jalan Sang Nabi, jalan rahmatan lil 'alamin.

Gitu aja koq repot!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun