Mohon tunggu...
dewafreelance
dewafreelance Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang Freelance yang mempunyai hobi membaca dan menulis tentang isu dan informasi serta di tulis kembali dalam bentuk karya

Saya seorang guru honorer dan mahasiswa Magister Administrasi Pendidikan di salah satu kampus di salatiga .

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Salahkah Aku Mencintaimu?

18 November 2024   08:49 Diperbarui: 18 November 2024   09:50 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di sebuah kafe kecil di sudut kota Jakarta, Desi duduk sendirian sambil menyesap secangkir kopi panas yang baru disajikan oleh barista. Hujan gerimis membasahi kaca jendela, menciptakan suasana yang damai namun sedikit melankolis. Suara musik jazz mengalun lembut, menambah kenyamanan sore itu. Desi memandang ke luar jendela, melihat tetesan air yang mengalir seolah berlomba menuju tanah.

Hari itu, Desi tidak menyangka akan bertemu dengan seseorang yang akan mengubah hidupnya. Seorang pria dengan tinggi semampai dan senyuman yang menawan melangkah masuk ke dalam kafe. Pandangan mereka bertemu sejenak, membuat Desi merasa jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. Pria itu berjalan menuju meja di sebelahnya dan duduk dengan santai.

"Apakah kursi ini kosong?" tanya pria itu dengan suara hangat.

Desi mengangguk, merasa pipinya memerah. "Ya, silakan."

Pria itu tersenyum dan memperkenalkan dirinya. "Namaku Reza. Senang bertemu denganmu."

"Desi," balas Desi singkat, berusaha menyembunyikan kegugupannya.

Seiring berjalannya waktu, pertemuan di kafe itu bukanlah yang terakhir bagi Desi dan Reza. Mereka mulai sering bertemu, berbagi cerita, dan tertawa bersama. Reza adalah sosok yang mudah membuat orang merasa nyaman di dekatnya. Dia memiliki cara pandang yang positif terhadap kehidupan, yang membuat Desi merasa tertarik dan terinspirasi.

"Reza, apa yang membuatmu selalu bisa berpikir positif?" tanya Desi suatu hari saat mereka duduk di taman.

Reza tersenyum sambil menatap langit biru. "Mungkin karena aku selalu percaya bahwa setiap hal terjadi untuk sebuah alasan. Dan daripada memikirkan hal-hal buruk, lebih baik kita mencari sisi baiknya, bukan?"

Jawaban Reza membuat Desi berpikir. Ada sesuatu dalam diri Reza yang membuatnya merasa tenang. Namun, di balik semua itu, Desi mulai merasakan sesuatu yang lebih dalam dari sekadar persahabatan. Perasaannya pada Reza semakin tumbuh, dan ia mulai bertanya-tanya apakah perasaan itu salah.

Desi tahu bahwa Reza sudah memiliki seseorang dalam hidupnya. Kekasih Reza, Nina, adalah seorang wanita yang cantik dan cerdas. Melihat mereka bersama membuat Desi merasa cemburu, walaupun ia berusaha menepis perasaan itu. Desi tidak ingin merusak hubungan mereka, tetapi hatinya berkata lain.

"Salahkah aku mencintaimu, Reza?" pikir Desi dalam hati. Perasaan itu semakin mengganggu hari-harinya, membuatnya sulit untuk bersikap biasa di depan Reza.

Suatu hari, ketika mereka sedang berjalan di tepi danau, Desi akhirnya memberanikan diri untuk berbicara. "Reza, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan."

Reza menatap Desi dengan tatapan penuh perhatian. "Apa itu, Desi?"

Desi menarik napas dalam-dalam. "Aku... aku rasa aku menyukaimu lebih dari sekadar teman."

Keheningan menyelimuti mereka. Reza tampak terkejut, namun ia segera merespons dengan lembut. "Desi, aku menghargai kejujuranmu. Tapi kau tahu, aku sudah bersama Nina."

Desi menunduk, merasa malu dan bersalah. "Aku tahu, dan aku tidak ingin merusak hubungan kalian. Tapi aku harus jujur pada perasaanku."

Setelah pengakuan itu, hubungan Desi dan Reza sedikit berubah. Mereka masih berteman baik, tetapi Desi merasa ada jarak yang mulai terbentuk. Meski begitu, ia tidak menyesali keputusannya untuk jujur. Setidaknya, ia telah mengungkapkan perasaannya.

Suatu hari, ketika Desi sedang merenung sendirian di kafe tempat mereka pertama kali bertemu, Reza datang menghampirinya.

"Desi, aku minta maaf jika pengakuanmu membuat segalanya menjadi canggung," kata Reza dengan tulus.

Desi tersenyum lemah. "Tidak apa-apa, Reza. Aku yang harusnya minta maaf karena telah menempatkanmu dalam posisi sulit."

Reza duduk di depannya dan menghela napas. "Aku sudah memikirkannya. Aku sangat menghargai persahabatan kita, dan aku tidak ingin itu hilang."

Desi merasa lega mendengar itu. "Aku juga, Reza. Mungkin ini adalah ujian bagi kita untuk menjadi lebih dewasa."

Meski perasaannya terhadap Reza tidak berubah, Desi belajar untuk mengendalikan hatinya. Ia mulai fokus pada hal-hal lain yang membawa kebahagiaan dalam hidupnya. Ia tahu bahwa cinta tidak selalu harus memiliki, dan terkadang perasaan yang murni adalah yang terpenting.

Beberapa bulan berlalu, hubungan Desi dan Reza kembali normal. Mereka tetap berteman baik, dan Desi pun mulai membuka hatinya untuk orang lain. Ia menyadari bahwa mencintai seseorang bukanlah sebuah kesalahan, selama dilakukan dengan tulus dan tanpa mengganggu kebahagiaan orang lain.

Suatu hari, Desi bertemu dengan seorang pria bernama Andi. Andi adalah teman dari sahabatnya, dan mereka segera menemukan kecocokan satu sama lain. Desi merasa nyaman bersama Andi, dan sedikit demi sedikit, perasaannya pada Reza mulai memudar.

Desi akhirnya menyadari bahwa kebahagiaan datang dalam berbagai bentuk. Ia tidak lagi merasa bersalah mencintai Reza karena ia tahu bahwa itu adalah bagian dari perjalanan hidupnya. Kini, ia bisa tersenyum bahagia bersama Andi, tanpa melupakan persahabatannya dengan Reza.

Reza dan Nina akhirnya menikah, dan Desi hadir di hari bahagia mereka dengan penuh suka cita. Ia merasa bersyukur telah melalui semuanya dan menemukan kebahagiaannya sendiri. Dalam hati, Desi berbisik, "Tidak salah jika aku pernah mencintaimu, Reza. Karena dari sanalah aku belajar arti cinta yang sebenarnya."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun