Mohon tunggu...
Dewa Kadek Darmada
Dewa Kadek Darmada Mohon Tunggu... Lainnya - ASN

Ordinary Person

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kearifan Lokal Pade Gelahang Wujud Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa Adat di Bali (Eksistensi Nilai Antikorupsi Dimulai dari Desa)

11 Juli 2024   08:10 Diperbarui: 11 Juli 2024   08:10 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk peturunan yang dibayarkan oleh krama desa tidak ditentukan jangka waktu pembayarannya. Hal ini hanya akan terjadi pada saat dana kas memang sedang membutuhkan tambahan. Peturunan bukanlah sumber satu-satunya kas desa adat, karena sumber-sumber pendapatan internal lain yang berupa ekonomi produktif lewat usaha desa dan koperasi desa. 

Dalam struktur organisasi desa adat, dikenal istilah Kelian Desa, Penyarikan dan Petengen. Kelian Desa pada desa adat di Bali merupakan kepala desa yang dituakan dan biasanya bersalah dari tokoh adat ataupun tokoh agama. Untuk Penyarikan merupakan sekretaris desa, yang membantu administrasi dan hal lain dalam membantu kelian desa adat. Sedangkan Petengen sendiri merupakan bendahara yang mengelola keuangan desa adat, baik yang bersumber dari internal maupun dari eksternal.

Pada pengelolaan keuangan baik sumber internal dan eksternal, tidak hanya Petengen desa adat saja yang bekerja, tetapi ada juga pihak-pihak yang membantu, misalnya saja Kelihan Desa dan Penyarikan, serta persetujuan penggunaan uang dari krama desa. Kalau hanya dilakukan oleh Petengen, mungkin akan menjadi beban tersendiri dan menyulitkan, bantuan dan pengawasan dari prajuru (perangkat desa) serta krama desa juga perlu dilakukan. 

Misalnya saja dalam pembuatan Laporan Pertanggungjawaban Anggaran, Kelihan Desa dan Penyarikan juga turut membantu proses penyusunananya. Pengelolaan keuangan pada desa adat ini didasarkan pada proses yang saling terkait dan berkesinambungan. Mengingat keuangan desa adat juga menjadi keuangan yang perlu transparansi dan pertanggungjawaban yang baik. 

Adapun tiga tahapan utama tersebut, yaitu: (1) tahap penerimaan kas dari berbagai pos pendapatan desa adat yang melibatkan prajuru desa; (2) tahap pengeluaran kas yang digunakan untuk membiayai keperluan, dan (3) tahap pertanggungjawaban penggunaan dana atau kas desa adat selama kurun waktu tertentu.

Sedangkan untuk pengelolaan dana bantuan pemerintah dibagi menjadi beberapa aspek. Adapun program-program yang rutin dilaksanakan oleh desa adat yang mempergunakan dana bantuan dari Pemerintah Provinsi Bali adalah program Ekonomi Produktif (Simpan Pinjam), Dana Operasional Pekaseh, Dana Operasional Prajuru lainnya, Dana Penunjang Administrasi Desa dan Pembangunan Pemeliharaan Kantor Desa. 

Ekonomi produktif merupakan program yang dicanangkan oleh pemerintah untuk seluruh desa adat yang ada di Bali. Kebijakan program ekonomi produktif ditentukan oleh masing-masing kebutuhan desa adat. Desa adat melaksanakan program ekonomi produktif dengan melaksanakan kegiatan Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) ataupun melalui pembentukan Koperasi Unit Desa (KUD). 

Seluruh krama desa berhak mendapatkan manfaat program desa adat, misalnya saja simpan pinjam, tetapi ditentukan melalui suatu pararem (rapat desa). Untuk program peningkatan ekonomi produktif melalui koperasi ini didasarkan pada hasil pararem dan krama desa yang mendapatkannya pun digilir, sehingga semua rata menerima manfaat program desa.

Selanjutnya, yang dimaksud dengan Operasional Prajuru adalah pembiayaan yang dikeluarkan dalam pelaksanaan kegiatan operasional desa adat. Kegiatan operasional prajuru biasanya dilakukan dalam bentuk gotong royong pembangunan ataupun pemeliharaan fisik kantor desa. 

Pengeluaran kas yang dilakukan adalah pembelian konsumsi untuk kegiatan pararem segenap prajuru desa dengan krama desa, serta pembelian banten (sarana upacara) yang dilakukan sebagai bentuk nilai religius yang rutin dilaksanakan setiap tiga kali sehari. 

Dalam kegiatan operasional prajuru, ada juga biaya-biaya operasional lain seperti biaya perjalanan dinas prajuru dalam melaksanakan koordinasi dengan Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, biaya perjalanan meminta tirta (air suci) ke Pura Ulun Danu Batur dalam rangka pelaksanan upacara ngusaba desa, dan biaya perjalanan sosialisasi kepada krama desa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun