Seluruh krama desa berhak mendapatkan manfaat program desa adat, misalnya saja simpan pinjam, tetapi ditentukan melalui suatu pararem (rapat desa). Untuk program peningkatan ekonomi produktif melalui koperasi ini didasarkan pada hasil pararem dan krama desa yang mendapatkannya pun digilir, sehingga semua rata menerima manfaat program desa.
Selanjutnya, yang dimaksud dengan Operasional Prajuru adalah pembiayaan yang dikeluarkan dalam pelaksanaan kegiatan operasional desa adat. Kegiatan operasional prajuru biasanya dilakukan dalam bentuk gotong royong pembangunan ataupun pemeliharaan fisik kantor desa.Â
Pengeluaran kas yang dilakukan adalah pembelian konsumsi untuk kegiatan pararem segenap prajuru desa dengan krama desa, serta pembelian banten (sarana upacara) yang dilakukan sebagai bentuk nilai religius yang rutin dilaksanakan setiap tiga kali sehari. Dalam kegiatan operasional prajuru, ada juga biaya-biaya operasional lain seperti biaya perjalanan dinas prajuru dalam melaksanakan koordinasi dengan Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, biaya perjalanan meminta tirta (air suci) ke Pura Ulun Danu Batur dalam rangka pelaksanan upacara ngusaba desa, dan biaya perjalanan sosialisasi kepada krama desa.Â
Dana administrasi desa adat dapat dari pengeluaran-pengeluaran selama operasional, baik yang menyangkut surat-menyurat maupun pembuatan proposal dan materai yang diperlukan, yang diterima langsung oleh Petengen desa adat.
Dana eksternal desa adat selanjutnya adalah dana yang bersumber dari Hibah Pemda Bali. Berdasarkan praktik di lapangan, diketahui bahwa pengelolaan sumber dana eksternal desa adat dari pemerintah provinsi dilakukan secara bersamaan. Praktik yang bersih merupakan syarat terpenuhinya akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum dalam dimensi akuntabilitas publik.Â
Menurut Mardiasmo (2014) bahwa akuntabilitas kejujuran lebih menyangkut pada penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power), sedangkan akuntabilitas hukum terkait pada jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik. Selain itu, kepercayaan krama desa yang diberikan kepada prajuru desa adat dalam melakukan pengelolaan keuangan merupakan cerminan nilai dan norma yang tidak boleh dipermainkan.
Berdasarkan fenomena di lapangan, terlihat bahwa kekayaan desa adat tidak saja berbentuk tanah dan bangunan tetapi juga yang nonfisik. Ini menunjukkan bahwa sangat terlihat tanggung jawab yang berat bagi prajuru desa dalam mempertahankan marwah desa adat itu sendiri.Â
Prajuru desa adat sangat bertanggung jawab terhadap kekayaan desa adat yang berwujud nonfisik, seperti nama baik desa dan simbol lain yang memiliki nilai tinggi (kearifan dan peninggalan). Oleh karena itu, desa adat tidak saja meliputi berbagai aspek kehidupan manusia seperti ekonomi, politik, dan sosial, tetapi juga memiliki kontribusi terhadap adat demi terciptanya ketertiban dan ketenteraman masyarakat (Sukerti, 2017).Â
Keberadaan desa adat sebagai penyangga suatu daerah berperan strategis bagi kemajuan daerah. Pendidikan dan aspek kearifan lokal Bali merupakan faktor pendukung yang penting bagi kemajuan desa adat. Faktor-faktor ini menjadi bagian dari transparansi yang sarat ditunjukan kepada krama desa, melihat segala asset yang ada menjadi tanggungjawab bersama.
Good public governance menjadi legal standing dan pintu masuk mengenali akuntabilitas. Pemisahan antara pemilik dan pengelola sejatinya merupakan cikal bakal adanya konsep corporate governance. Pemilik diposisikan sebagai prinsipal dan pengelola atau manajer diistilahkan sebagai agent. Dalam praktiknya, seorang manajer cenderung akan memenuhi kepentingan pribadi daripada pemegang saham.Â
Terlebih, informasi tentang perusahaan lebih banyak dimiliki oleh manajer, dikarenakan lebih sering berhadapan dengan kondisi perusahaan daripada pemilik, sehingga risiko manajemen laba mudah terjadi (Yulianita, 2018). Hubungan antara pemilik dan pengelola tersebut yang kemudian menjadikan adanya masalah keagenan, dikarenakan tujuan yang berbeda di antara keduanya memunculkan konflik kepentingan (conflict of interset) yang alami.Â