Mohon tunggu...
Dewa Kadek Darmada
Dewa Kadek Darmada Mohon Tunggu... Lainnya - ASN

Ordinary Person

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kearifan Lokal Pade Gelahang Wujud Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa Adat di Bali (Eksistensi Nilai Antikorupsi Dimulai dari Desa)

11 Juli 2024   09:43 Diperbarui: 11 Juli 2024   09:43 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

"hidup sederhana, gak punya apa-apa tapi banyak cinta, hidup bermewah-mewahan, punya segalanya tapi sengsara..."

~Slank~

Lirik lagu diatas seakan menggambarkan bahwa kehidupan akan terasa sengsara apabila melakukan tindakan di luar dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kehidupan yang sederhana jauh memiliki dampak berkelanjutan dan terasa lebih tenang dibandingkan dengan kehidupan yang bermewahan tetapi penuh dengan rasa takut dan kecemasan. Semua hal ini dapat kita rasakan ketika menjalani hidup dalam sosial bermasyarakat, ditambah dengan adanya "viral" yang berdampak pada labelling sanksi sosial yang begitu luar biasa, menjadi koridor dalam menjalani segala kehidupan ini dengan penuh kehati-hatian. Untuk mencapai rasa aman dan tenang tersebut, pastinya diperlukan sebuah transparansi dan akuntabilitas akan segala bentuk perilaku yang sesuai dengan nilai dan norma yang ada. Mengedepankan prinsip bahwa apapun yang dikelola yang bersumber dari masyarakat harus mampu dipertanggungjawabkan kepada masyarakat juga, mutlak menjadi hal penting dalam menumbuhkan jiwa anti-korupsi di era globalisasi ini.

Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan organisasi menjadi bagian dari penerapan prinsip good governance. Dampak dari transparansi dan akuntabilitas ini diharapkan mampu meningkatkan rasa saling percaya para stakeholders dalam suatu organisasi. Akuntabilitas publik dinyatakan sebagai bentuk pertanggungjawaban, dalam menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan segala aktivitas kegiatan yang dijalankan pihak penerima amanah (agent) kepada pihak pemberi amanah (prinsipal) (Tanasal et al., 2019). Sedangkan Mardiasmo (2014) mengungkapkan akuntabilitas publik adalah penyampaian dan pertanggungjawaban mengenai segala aktivitas yang dibuat oleh pihak yang melaksanakan aktivitas kepada yang memberikan kewenangan untuk menjalankan aktivitas tersebut. Sebagai sebuah pemahaman tradisional, sesungguhnya akuntabilitas secara akal sehat memperlihatkan pemberian dan penerimaan dari suatu sebab. Grossi (2019) menjelaskan pula bahwa akuntabilitas menuntut adanya jawaban dari keterkaitan hubungan antara pihak internal dan pihak ekternal dalam suatu organisasi. Tuntutan akuntabilitas tersebut tidak lain sebagai cerminan hak masyarakat dan kelompok masyarakat yang timbul akibat hubungan masyarakat dengan organisasi itu sendiri. Akuntabilitas sebagai prasyarat untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan (going concern) dimaknai sebagai perwujudan atas kewajiban yang diamanatkan untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan menjalankan atas tujuan organisasi.

Penerapan akuntabilitas tidak saja merupakan kewajiban bagi organisasi profit. Akuntabilitas menjadi salah satu azas penerapan good governance juga merupakan perhatian yang serius bagi entitas nonprofit, seperti lembaga sosial kemasyarakatan dan organisasi sosial religius yang merupakan bagian dari organisasi nonprofit yang disebut pula "nirlaba". Dalam entitas nonprofit, pertanggungjawaban keuangan merupakan tuntutan yang diyakini mampu meningkatkan nilai kepercayaan masyarakat /publik terhadap jalannya roda organisasi. Untuk di Bali sendiri terdapat salah satu bentuk organisasi yang bersifat kemasyarakatan serta bernafaskan hukum adat Bali yang dikenal dengan nama "desa adat".

Desa Adat menurut Pasal 1 Angka 8 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali (selanjutnya disebut dengan Perda Bali 4 Tahun 2019) adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Bali. Sistem desa adat merupakan ciri khas sistem pemerintahan desa di Bali. 

Desa adat di Bali memiliki lima ciri meliputi; 1) desa adat merupakan bagian sistem pemerintahan desa yang memiliki pengurus dan peraturan organisasi (awig-awig) baik tertulis maupun tidak tertulis, 2) terdapat otonomi baik internal maupun eksternal, dan 3) memiliki satu atau lebih kearifan lokal yang berkembang dan digunakan sebagai asas nilai bersama. Hal tersebut mengandung makna kebersamaan dan sistem gotong royong yang diterapkan pada desa adat. Tentunya pandangan ini dilihat dari filosofi Tri Hita Karana yang diemban, meliputi Parhayangan (hubungan manusia dengan Tuhan), Pawongan (hubungan manusia dengan sesamanya) dan Palemahan (hubungan manusia dengan lingkungan) (Griadhi, 2008). 

Aturan atau awig-awig desa adat yang diserap dalam kebiasaan berkehidupan masyarakat, dan UUD 1945 menjadi sumber hukum tertinggi, dan merupakan aturan yang sangat sakral sehingga masyarakat tidak berani melanggarnya dikarenakan berisikan sanksi sosial, seperti kasepekang atau pengucilan masyarakat.

Dalam kehidupannya, masyarakat di Bali masih percaya dengan keyakinan yang diturunkan leluhurnya. Tatacara pergaulan masyarakat di Bali berpedoman pada aturan lokal yaitu awig-awig yang pengaturan teknisnya diturunkan pada perarem banjar (hasil mufakat bersama), hukum adat ini dapat mengesampingkan aturan yg bersifat umum / Asas Lex Speciali Derogat legi Generali dan aturan ini masih hidup sampai dengan sekarang. 

Adanya pengakuan pemerintah Indonesia tentang kesatuan masyarakat Hukum Adat (selanjutnya disebut dengan KMH adat) disebutkan "Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang.

Sistem Pengelolaan Keuangan Desa Adat di Bali

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun