Mohon tunggu...
Dewa Anjar Wahyudi
Dewa Anjar Wahyudi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Orang aneh yang masih belajar menulis dengan keren.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

"It Takes A Village to Raise A Child" dan Kasus Kalideres

15 Desember 2022   00:43 Diperbarui: 15 Desember 2022   00:53 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalideres, Jakarta Barat. 10 November 2022, publik dikagetkan dengan penemuan  mayat  dalam kondisi ‘mengering’ di Perum Citra I Extension Blok AC5 RT 7 RW 7 Kalideres, Jakarta Barat. 

Dari hasil autopsi yang dilakukan oleh Polres Metro Jakarta Barat, didapati bahwa kematian mereka diakibatkan tidak mendapat asupan makan dan minum dalam kurun waktu yang cukup lama. Hal ini ditunjukkan dengan kondisi lambung kosong tanpa makanan sama sekali. Lebih lanjut, mereka diperkirakan meninggal sudah lama, ditandai denggan kondisi otot-otot yang sudah mengecil.

Jenazah yang berjumlah 4 orang itu bernama Rudyanto Gunawan (71), Renny Margaretha (68), Budiyanto Gunawan (68), dan Dian (42). Keempat korban itu memiliki hubungan ayah, ibu, paman, dan anak. 

Keluarga ini bukan merupakan keluarga yang kekurangan dari segi ekonomi, hal itu ditunjukkan dengan kondisi rumah yang megah, terdapat mobil keluarga, serta ditemukan bukti beberapa struk pembelian makanan di tempat kejadian perkara. Jadi, opini bahwa ketidakmampuan membeli makanan sebagai penyebab kematian kelaurga ini dipatahkan mentah-mentah.

Informasi lebih lanjut dari hasil penyelidikan di tempat kejadian pekara, di berbagai sudut rumah ditebar kapur barus untuk menyamarkan bau dari mayat-mayat yang membusuk, keluarga ini juga sudah meminta untuk diputus aliran listriknya per 4 Oktober 2022, diketahui juga bahwa keluarga ini sudah lama memutus komunikasi dengan keluarga dan kolega, mereka juga didapati menarik diri dari pergaulan dengan masyarakat sekitar. 

Dari penuturan Ketua RT 007 RW 005 Kalideres, Tjong Tjie Kian alias Asiung, kepada tim Kompas.com bahwa keluarga ini sudah lama mengasingkan diri dari lingkungan dan sangat tertutup. (14/11/2022)

9 Desember 2022, Polda Metro Jaya menyatakan kasus ini resmi ditutup karena dari hasil penyelidikan yang melibatkan ahli dari bidang kedokteran forensik, psikolohi forensik, dan sosiologi agama, mendapatkan hasil akhir kematian keluarga ini merupakan kematian wajar karena penyakit yang sudah diderita korban sejak lama, tetapi dalam kondisi yang tidak wajar dan tidak ada  unsur pidana di dalamnya. 

Lebih spesifik, Rudiyanto Gunawan (71) meninggal akibat  penyakit saluran cerna, Renny Margaretha (68) akibat kelainan payudara, Budiyanto Gunawan (68) karena serangan jantung akut, dan Dian Febrryana (42) akibat penyakit pernapasan kronis.

Menanggapi hal itu, Tio, tetangga sebelah rumah korban tidak mengetahui apapun dari keluarga ini, ia menyayangkan keluarga ini yang begitu tertutup dan terkesan mengasingkan diri dari lingkungan.

“Saya juga mengingat-ingat, kok tidak ada suara tangisan atau apa kalau memang dalam keadaan demikian. Enggak menyangka, kalau bisa ditolong, ya ditolong.”

 “Saya enggak habis pikir, deh. Kalau saya tahu kan, saya bisa tolong.” Pungkasnya pada tim Kompas.com. (10/12/2022)

Bagian yang amat disayangkan adalah Dian Febbryana (42) sebagai salah satu anggota keluarga yang meninggal tersebut juga ikut menutup diri dari lingkungan layaknya apa yang dilakukan kedua orangtua dan pamannya. Jika ia mau menceritakan semuanya pada tetangga, tidak sedikit tetangga yang mau membantu keluarganya seperti penuturan Tio. Dalam hal  ini, menunjukkan pendidikan yang diberikan oleh lingkungan sekitar, terutama keluarga, sangat menonjol dalam penentuan sikap oleh seeseorang. Sesuai dengan pepatah Afrika yang berbunyi

It takes a village to raise a child

Menngutip dari hasil penelitian Frontiers, pepatah itu bermakna kita membutuhkan peran dari banyak orang (dalam hal ini disebut ‘village’) dalam upaya untuk menyediakan lingkungan yang aman, sehat, dan mendukung perkembangan fisik dan mental anak dengan baik. 

Lingkungan masyarakat yang terdiri atas orang tua, saudara kandung, anggota keluarga besar, tetangga, guru, profesional, anggota masyarakat dan pembuat kebijakan, membantu membentuk anak agar menjadi pribadi yang baik. Semua 'penduduk desa' ini dapat memberikan pengasuhan langsung kepada anak-anak dan/atau mendukung orang tua dalam menjaga anak-anak mereka. 

Namun, dewasa ini, makin banyak keluarga yang justru mengisolasi diri dari pergaulan bermasyarakat dan tidak mau meminta, maupun memberikan bantuan pada orang sekitar. Faktor penyebabnya antara lain; keluarga yang terpecah, tekanan ekonomi, jam kerja yang panjang, dan mobilitas yang meningkat. Hal itu terpampang jelas dalam kasus kematian satu keluarga di RT 007 RW 005 Kalideres ini.

Hasil dari ‘pembelajaran’ negatif yang diberikan keluarga itu berdampak buruk bagi Dian Febbryana (42) yang juga ikut mengasingkan diri dan tidak mau meminta bantuan pada tetangga di sekitarnya. 

Meskipun pembelajaran dari lingkungan sekitar bukan satu-satunya pendorong perkembangan individu, tetapi kasus ini membuktikan bahwa pembelajaran dari orang sekitar merupakan hal utama dalam pembentukan pola pikir serta karakter individu yang dibawa hingga dewasa. 

Terlebih lagi, dari penelitian psikolog, menemukan bahwa Dian mengalami pathological grieving yang membuatnya berkeyakinan bahwa ibunya masih hidup, sehingga ia hidup bersama jenazah ibunya. Ia diduga sengaja mengunci pintu kamar dari dalam hingga ia meninggal di samping jenazah ibunya.

Ketika seseorang yang memiliki sakit fisik dan juga mental seperti Dian justru diajarkan untuk mengasingkan diri dari pergaulan, lantas siapa yang bisa membantunya? 

Penyakit pernapasan kronis serta gangguan mental yang dialami akibat kematian ibunya bukanlah penyakit sepele yang bisa diobati dengan obat warung. Penyakit itu memerlukan bantuan dari tenaga professional untuk menyembuhkannya. Salah satu cara termudah mendapat akses dari profesional adalah dengan meminta bantuan pada orang sekitar.

Maka dari itu, tidak heran jika kemudian faktor lingkungan selalu disebut-sebut dalam pendorong utama perkembangan dan pembentuk karakter individu.

Untuk menutup artikel ini, izinkan saya mengutip tulisan dari Ibu Najelaa Shihab:

“Keberhasilan bukan hanya ditentukan oleh orang per orang, tetapi dipengaruhi oleh yang dilakukan lingkungan              semua jadi bagian penting dari ekosistem yang dibutuhkan pendidikan Indonesia di masa depan.”

Jadi, kita sebagai anggota dari ‘village’ dan ekosistem pendidikan Indonesia, sudah sepatutnya kita berperan penting dalam perkembangan setiap anak yang ada di lingkungan sekitar. Jangan sampai ada Dian-Dian lain yang bernasib naas karena salah asuhan yang dilakukan oleh keluarganya.

Semoga bapak Rudyanto, ibu Renny, bapak Budi, dan Dian mendapat tempat yang terbaik di sisi-Nya. Doa terbaik menyertai kalian. Amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun