Bapa yang saat itu saya lihat di ruang UGD, seperti bukan Bapa. Mulut bagian bawahnya miring ke sebelah kanan. Tangan dan kaki kanannya sudah tak bisa lagi beliau gerakkan sendiri. Saya berusaha keras untuk tidak menangis saat itu, tapi rasanya sulit. Saya hanya menggenggam tangan Bapa erat – erat. Bapa, lelaki kuat kami untuk pertama kalinya saya melihat beliau menangis. Sensitifitasnya meningkat tajam setelah sakit. Setelah diberikan 3 tablet pengencer darah sekaligus, Bapa dibawa ke ruang perawatan.
Stroke adalah suatu kejadian rusaknya sebagian dari otak. Terjadi jika pembuluh darah arteri yang mengalirkan darah ke otak tersumbat, atau jika robek atau bocor. Stroke, atau cerebrovascular accident (CVA), adalah hilangnya fungsi-fungsi otak dengan cepat, karena gangguan suplai darah ke otak. Hal ini dapat terjadi karena iskemia (berkurangnya aliran darah) dikarenakan oleh penyumbatan (thrombosis, arterial embolism), atau adanya haemorrhage (pendarahan).Karena tersumbatnya pembuluh darah tersebut membuat seseorang yang terkena stroke akan memiliki darah dan oksigen yang sedikit di dalam otaknya. Karenanya, daerah yang terkena stroke tidak dapat berfungsi seperti seharusnya. Gejala-gejalanya termasuk: hemiplegia (ketidakmampuan untuk menggerakkan satu atau lebih anggota badan dari salah satu sisi badan, aphasia (ketidakmampuan untuk mengerti atau berbicara), atau tidak mampu untuk melihat salah satu sisi dari luas pandang (visual field).
Gejala – gejala yang menyertai bisa berupa Pusing, bingung, pandangan kabur, Hilangnya keseimbangan, lemah, mati rasa pada sisi tubuh, sering kesemutan, mengalami kelumpuhan, bicara mulai tidak jelas, hilang kesadaran, tidak bisa bicara, kelumpuhan badan, susah menelan, mengeluarkan feses dan air seni, pikun, perubahan perilaku. Faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya stroke adalah: usia, tekanan darah tinggi, stroke sebelumnya, diabetes, kolesterol tinggi, merokok, atrial fibrillation, migrane dengan aura, dan thrombophilia (cenderung thrombosis). Dari semua faktor-faktor tersebut yang paling mudah dikendalikan adalah tekanan darah tinggi dan merokok. 80 persen stroke dapat dihindari dengan pengelolaan faktor-faktor resiko.
Prosesnya berlangsung sangat cepat. Jadi sebaiknya apabila ada anggota keluarga kita yang memiliki faktor resiko dan gejala – gejala mengarah ke stroke, sebaiknya segera periksakan ke dokter agar segera mendapatkan penanganan yang tepat. Tak ada salahnya memeriksakan kondisi kesehatan kita ke dua atau lebih dokter yang berbeda, baiknya memang memiliki second opinion. Bukan bermaksud membandingkan, tapi apabila dirasa kurang puas dengan pemeriksaan pertama, tak apa-apa bila ingin memeriksakan ke dokter lain lagi. Agar tidak menyesal kemudian.
Saat ini kondisi Bapa sudah jauh lebih baik. Kaki kanannya sudah bisa digerakkan sendiri. Mulutnya sudah tak lagi miring ke sebelah kanan dan sudah bisa berbicara dengan normal. Meski masih belum banyak hal yang beliau ingat dan terkadang masih sulit mengungkapkan apa yang beliau ingin utarakan kepada kami. Badan yang sempat kurus setelah sakit sudah kembali berisi. Semangat sembuhnya pun besar, walaupun kadang kalau moodnya sedang tak baik beliau meminta untuk tidak pergi terapi di akhir minggu. Selain pemulihan dengan fisioterapi di RS tiap awal minggu, Bapa pun menjalani terapi alternatif di tiap akhir minggu.
Nyatanya, sehat itu memang mahal harganya. Bukan hanya tentang materi yang mesti kita keluarkan ketika sakit. Tapi juga tentang sabar yang bisa saja perlahan terkikis, penerimaan yang tak jarang sulit, ikhlas yang sungguh butuh perjuangan... Maka jagalah sehatmu sebelum sakitmu... sehat dan sakit, keduanya adalah ujian sekaligus berkah...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H