Mohon tunggu...
Dewa Kurniawati
Dewa Kurniawati Mohon Tunggu... pegawai negeri -

hanya seorang tukang obat yang suka mbolang...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Yuk, Kenalan dengan Stroke...

12 Desember 2015   13:17 Diperbarui: 12 Desember 2015   13:55 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

                                                image from : //forum.detik.com

 

Stroke...

Siapa yang belum pernah mendengar penyakit yang satu ini? Sebagian kita pasti pernah mendengar tentang stroke. Pertengahan Juli kemarin, saya dan keluarga secara langsung berkenalan dengan penyakit ini. Ketika Bapa tercinta kami akhirnya harus dirawat di RS karena serangan stroke. Panik? Sudah barang tentu pastinya.

Sekitar seminggu sebelum terkena serangan stroke, Bapa pernah mengeluhkan bagian kanan tubuhnya yang sering kesemutan. Tapi lantas saya bilang mungkin itu efek Bapa kurang istirahat. Selama bulan Rahadhan kemarin, waktu istirahat Bapa memang lebih sedikit. Setelah shalat tarawih, Bapak hanya pulang untuk makan malam, lantas kembali lagi ke Musholla dan baru akan kembali ke rumah saat waktu sahur tiba. Bapak bilang “anak-anak muda itu kalo gak ada temennya gak akan mau, De”. Begitu jawaban Bapak waktu saya ingatkan soal kesehatannya dan kebiasaannya bergadang menunggu sahur.

Setelah merasa sering kesemutan, pernah suatu kali Bapa juga mengeluhkan tentang konsentrasinya yang seolah buyar. Setelah sujud, antara merasa ingin bangun tapi susah bangun. Seperti kebas dan mati rasa bagian tubuh sebelah kanannya. Mendengar cerita Bapak, saya jelas merasa khawatir. Saya meminta Bapa untuk memeriksakan kondisi kesehatannya ke dokter sekitaran rumah kami. Tapi lagi-lagi Bapa bilang “apa kecape’an aja kali ya,De”. Bapa itu termasuk orang yang paling sering meminta anaknya langsung berobat apabila merasa ada bagian tubuhnya yang tidak enak, tapi beliau juga yang susah diajak berobat bila dirinya sedang tidak sehat.

Puncak kekhawatiran saya meningkat ketika melihat Bapa seolah berbicara kepada saya, tapi saya sama sekali tidak bisa menangkap apa maksud kalimat Bapa. Setelah itu bicara Bapa kembali normal. Saya hanya bisa mengelus pundak bapa lantas memberikan obat darah tinggi yang memang rutin beliau minum ke tangan kanannya. Entah apa sebabnya, obat – obat itu lepas dari tangan Bapa. Seolah tak mampu ia fokus pada apa yang saya katakan, dan tak mampu mengangkat tangan kanannya. Tapi kemudian kondisinya kembali normal.

Saya segera meminta Bapa untuk kembali ke dokter dan memeriksakan kondisinya malam itu. Tapi Bapa kembali menolak. “Besok aja ke dokternya, sekarang mah udah tutup”. Begitu alasan beliau, karena mengingat sudah pukul setengah sepuluh malam dan adik lelaki saya sedang kerja malam. Esok paginya saya segera meminta adik saya untuk mengantar Bapa kembali ke dokter dan memeriksakan kondisinya. Menurut hasil pemeriksaan dokter, diagnosa yang ditulis di surat rujukan hanya “hipertensi”. Oleh dokter yang memeriksa Bapa di klinik 24 jam, Bapa kemudian dirujuk ke dokter spesialis saraf. Tak ada kata – kata stroke disana. Sementara kami semakin khawatir dan tubuh Bapa semakin lemas.

Esok sorenya ketika sedang dalam perjalanan hendak bukapuasa bersama rekan – rekan kerja saya, adik saya memberitahukan bahwa dia sedang bersama Bapa di RS. Tubuh Bapa semakin lemas dan pihak dokter rumah sakit mengatakan bahwa Bapa harus masuk ke ruang HCU. Saya memutuskan untuk menemui adik saya dan Bapa di RS saat itu juga. Sialnya, ruang HCU yang dibutuhkan Bapa di RS itu dan di beberapa RS sekitaran Tangerang penuh. Menjelang maghrib Bapa akhirnya memperoleh ruang rawat.

Bapa yang saat itu saya lihat di ruang UGD, seperti bukan Bapa. Mulut bagian bawahnya miring ke sebelah kanan. Tangan dan kaki kanannya sudah tak bisa lagi beliau gerakkan sendiri. Saya berusaha keras untuk tidak menangis saat itu, tapi rasanya sulit. Saya hanya menggenggam tangan Bapa erat – erat. Bapa, lelaki kuat kami untuk pertama kalinya saya melihat beliau menangis. Sensitifitasnya meningkat tajam setelah sakit. Setelah diberikan 3 tablet pengencer darah sekaligus, Bapa dibawa ke ruang perawatan.

Stroke adalah suatu kejadian rusaknya sebagian dari otak. Terjadi jika pembuluh darah arteri yang mengalirkan darah ke otak tersumbat, atau jika robek atau bocor. Stroke, atau cerebrovascular accident (CVA), adalah hilangnya fungsi-fungsi otak dengan cepat, karena gangguan suplai darah ke otak. Hal ini dapat terjadi karena iskemia (berkurangnya aliran darah) dikarenakan oleh penyumbatan (thrombosis, arterial embolism), atau adanya haemorrhage (pendarahan).Karena tersumbatnya pembuluh darah tersebut membuat seseorang yang terkena stroke akan memiliki darah dan oksigen yang sedikit di dalam otaknya. Karenanya, daerah yang terkena stroke tidak dapat berfungsi seperti seharusnya. Gejala-gejalanya termasuk: hemiplegia (ketidakmampuan untuk menggerakkan satu atau lebih anggota badan dari salah satu sisi badan, aphasia (ketidakmampuan untuk mengerti atau berbicara), atau tidak mampu untuk melihat salah satu sisi dari luas pandang (visual field).

Gejala – gejala yang menyertai bisa berupa Pusing, bingung, pandangan kabur, Hilangnya keseimbangan, lemah, mati rasa pada sisi tubuh, sering kesemutan, mengalami kelumpuhan, bicara mulai tidak jelas, hilang kesadaran, tidak bisa bicara, kelumpuhan badan, susah menelan, mengeluarkan feses dan air seni, pikun, perubahan perilaku. Faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya stroke adalah: usia, tekanan darah tinggi, stroke sebelumnya, diabetes, kolesterol tinggi, merokok, atrial fibrillation, migrane dengan aura, dan thrombophilia (cenderung thrombosis). Dari semua faktor-faktor tersebut yang paling mudah dikendalikan adalah tekanan darah tinggi dan merokok. 80 persen stroke dapat dihindari dengan pengelolaan faktor-faktor resiko.

Prosesnya berlangsung sangat cepat. Jadi sebaiknya apabila ada anggota keluarga kita yang memiliki faktor resiko dan gejala – gejala mengarah ke stroke, sebaiknya segera periksakan ke dokter agar segera mendapatkan penanganan yang tepat. Tak ada salahnya memeriksakan kondisi kesehatan kita ke dua atau lebih dokter yang berbeda, baiknya memang memiliki second opinion. Bukan bermaksud membandingkan, tapi apabila dirasa kurang puas dengan pemeriksaan pertama, tak apa-apa bila ingin memeriksakan ke dokter lain lagi. Agar tidak menyesal kemudian.

Saat ini kondisi Bapa sudah jauh lebih baik. Kaki kanannya sudah bisa digerakkan sendiri. Mulutnya sudah tak lagi miring ke sebelah kanan dan sudah bisa berbicara dengan normal. Meski masih belum banyak hal yang beliau ingat dan terkadang masih sulit mengungkapkan apa yang beliau ingin utarakan kepada kami. Badan yang sempat kurus setelah sakit sudah kembali berisi. Semangat sembuhnya pun besar, walaupun kadang kalau moodnya sedang tak baik beliau meminta untuk tidak pergi terapi di akhir minggu. Selain pemulihan dengan fisioterapi di RS tiap awal minggu, Bapa pun menjalani terapi alternatif di tiap akhir minggu.

Nyatanya, sehat itu memang mahal harganya. Bukan hanya tentang materi yang mesti kita keluarkan ketika sakit. Tapi juga tentang sabar yang bisa saja perlahan terkikis, penerimaan yang tak jarang sulit, ikhlas yang sungguh butuh perjuangan... Maka jagalah sehatmu sebelum sakitmu... sehat dan sakit, keduanya adalah ujian sekaligus berkah...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun