Mohon tunggu...
Dewa Kurniawati
Dewa Kurniawati Mohon Tunggu... pegawai negeri -

hanya seorang tukang obat yang suka mbolang...

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Kerinci, Jejak di Atap Sumatera

10 Agustus 2015   20:05 Diperbarui: 10 Agustus 2015   20:10 738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi hari pukul 09.00 esok paginya, kami kembali melanjutkan pendakian setelah sebelumnya sarapan dan melipat kembali tenda kami. Benar saja apa yang di beritahukan pakde Alex kemarin. Menuju shelter 2, kami lebih sering bertemu jalanan menanjak, akar dan batang pohon yang melintang, jalanan basah yang lembab dan licin. Beberapa kali kami beristirahat untuk minum dan sekedar meluruskan kaki sebelum akhirnya sampai di shelter 2. Begitu sampai di shelter 2, kami disambut hujan deras. Flysheet direntangkan, dan kami memutuskan untuk menunggu hujan reda sebelum melanjutkan pendakian menuju shelter 3.

Baru sekitar pukul setengah dua siang kami kembali melanjutkan pendakian menuju shelter 3. Sepanjang pendakian bagi saya bagian ini adalah bagian tersulit. Kami mesti lebih berhati – hati karena hujan menyisakan genangan air dan jalanan yang lebih licin dan basah. Kami seolah berjalan menentang arus air yang turun ke bawah. Tak jarang bahkan bergelantungan di akar dan dahan tanaman untuk bisa melewati treknya. Sekitar pukul 15.00 sore kami sampai di shelter 3. Tenda kembali didirikan, hawa dingin semakin terasa menusuk tulang.

[caption caption="salah satu trek menuju shelter 3"]

[/caption]

Kami beristirahat lebih cepat setelah makan malam. Karena kami harus menyiapkan fisik kami untuk melakukakn summit attack jam 04.00 pagi esok pagi. Beberapa kali hujan menemani kami malam itu.

Pukul 03.00 pagi esoknya, pakde Alex yang tengah sibuk membuat sarapan dan bekal kami. Rasanya belum lama saya memejamkan mata, dan sudah harus bangun lagi untuk summit menuju puncak Indrapura gunung Kerinci. Kami memaksakan mata untuk kembali melek, mempersiapkan semua bawaan yang akan kami bawa untuk summit. Tiga lapis baju, sebuah jaket dan jas hujan sudah saya kenakan di tubuh saya, memngingat pagi itu pun Kerinci diguyur hujan.

Pukul 04.00 pagi kami melakukan summit setelah sebelumnya berdo’a bersama. Cahaya kerlip lampu dari headlamp maupun senter terlihat disepanjang jalur pendakian menuju puncak. jalur menuju puncak kerinci didominasi oleh bebatuan berpasir dan kerikil, dan tak ada pepohonan lagi. Sampai di batu gantung, pakde Alex meminta kami untuk berhenti mendaki. Kerinci mengeluarkan kepulan asap hitam dan bau belerang yang menyengat. Cukup lama kami menunggu di batu gantung, sampai kemudian pakde meminta kami untuk kembali mendaki. Baru mendaki sekitar 100 meter, Kerinci kembali mengeluarkan asap hitam pekat dan bau belerang. Pakde Alex meminta kami untuk berhenti mendaki dan kembali ke batu gantung. Dilema rasanya, antara ingin tapi alam berkehendak lain.

“Semisal gak bisa muncak, apa kalian gak masalah ?” tanya pakde Alex pada kami. Aahh... pakde, bisa sampai sana (batu gantung) pun rasanya syukur saya sudah tak berputus, tak penting lagi puncak itu. Kami kembali melanjutkan pendakian setelah dirasa cukup aman. Tapi lagi – lagi Kerinci mengeluarkan asap hitam pekatnya, belum lagi kabut yang kembali turun menutupi jalur pendakian yang hanya bisa dilihat sampai radius 2 meter. Pendakian kembali dihentikan. Semakin dilema kami dibuatnya. Setelah menunggu berapa lama, kami kembali melanjutkan pendakian. Kali ini Kerinci lebih bersahabat. Asap hitamnya sudah tak lagi mengarah ke arah pendaki.

[caption caption="Hamparan tenda di shelter 3"]

[/caption]

DI tugu Yuda kami beristirahat sejenak, menundukkan kepala seraya mendo’akan para pendaki yang meninggal disana. Sedikit demi sedikit, setapak demi setapak, dan Pakde kembali meminta kami untuk terus bergerak naik. Pada akhirnya kami bisa sampai di puncak gunung Kerinci.  Bisa berdiri di puncak Indrapura di ketinggian 3805 mdpl sama sekali tak pernah saya bayangkan sebelumnya. Mengingat kondisi Kerinci yang sedang waspada dan saya hanya mendaki bersama 2 orang rekan saya, rasanya pesimis untuk bisa sampai puncak. Jangan tanya berapa kali saya terjatuh bahkan sampai membuat kaki saya kebiruan. Tapi bantuan pakde Alex yang tak lain adalah porter kami dan juga termasuk dalam anggota tim SAR TNKS membuat kami mampu berdiri di atap Sumatra.

Karena mendaki bukan hanya tentang puncak gunung, nikmatilah perjalanan ketika mendaki, maka kau akan memperoleh lebih dari sekedar puncak gunung... ^^

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun