Mohon tunggu...
Dewa Kurniawati
Dewa Kurniawati Mohon Tunggu... pegawai negeri -

hanya seorang tukang obat yang suka mbolang...

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Kerinci, Jejak di Atap Sumatera

10 Agustus 2015   20:05 Diperbarui: 10 Agustus 2015   20:10 738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

           [caption caption="Gunung Kerinci dari basecamp Kerinci"][/caption]

Apa yang kita cari dengan berdiri di puncak gunung ? terkadang saya sendiri pun mempertanyakan hal tersebut kepada diri saya. Tak dipungkiri bahwa kehadiran film 5 cm sedikit banyak telah berpengaruh pada semakin ramainya orang – orang yang mendatangi puncak gunung. Tapi kegiatan mendaki ini bukanlah tanpa resiko. Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa tak sedikit pendaki yang menjadi korban hilang atau bahkan tewas saat mendaki gunung.

Sebelumnya, saya pun mendengar cerita tentang seorang pendaki asal Bekasi yang masih belum ditemukan dan hilang saat mendaki gunung Kerinci di akhir tahun 2014 lalu. Sebelum melakukan pendakian, ada banyak hal yang sebenarnya perlu kita siapkan. Tapi terkadang, persiapan itu dianggap bukan hal yang penting untuk dilakukan. Seperti memastikan bahwa semua perlengkapan baik perlengkapan pribadi maupun kelompok telah kita bawa.

Untuk perlengkapan kelompok biasanya dibagi antar peserta kelompok. Seperti kompor, tenda, nesting, flysheet, logistik kelompok. Sementara untuk perlengkapan pribadi, barang bawaan  yang mesti dibawa saat mendaki adalah sleepingbag, jaket, jas hujan, headlamp atau senter, daypack, sepatu / sandal trekking, matras, obat pribadi dan makanan kecil maupun besar. Dan jangan sekalipun meremehkan barang – barang tersebut, karena bisa jadi barang – barang itulah yang menjadi penyelamat anda saat mendaki.

[caption caption="yang kami temui di pos 3... Tupaaaiiiiiii... ^^"]

[/caption]

Apabila dirasa perlu menggunakan jasa porter atau pemandu, biasanya dengan mudah kita bisa mendapatkannya di basecamp pendakian gunung yang hendak kita daki. Hal itu pun sedikit banyak bisa membantu selama pendakian. Terlebiih bila kita belum tau banyak tentang gunung yang hendak kita daki, dan tidak banyak peserta lelaki yang ikut serta dalam rombongan. Seperti saat mendaki gunung Kerinci Mei kemarin bersama dua orang rekan saya, pak Widodo dan kak Aini. Bisa dibayangkan bukan, hanya satu orang lelaki dengan dua orang perempuan berkaki siput seperti saya. Jadilah kami memutuskan untuk menggunakan jasa pemandu alias porter.  

Nyatanya sebagian besar pendaki yang mendaki gunung Kerinci pun menggunakan jasa porter seperti kami. Sekalipun pendakian itu dilakukan oleh kelompok pendaki yang mengadakan event open trip sekalipun. Untuk gunung – gunung yang masuk dalam kategori 7 summit seperti Kerinci dan Rinjani, jasa porter memang memiliki andil yang cukup berpengaruh. Selain untuk membantu membawakan barang bawaan, porter juga tau banyak tentang medan yang akan dihadapi, jadi bisa memberikan masukan tentang pendakian yang akan kita lakukan.

Sebenarnya saat mendaki kemarin status gunung Kerinci sedang dalam status waspada. Pendakian hanya diperbolehkan sampai di shelter 2. Hal itu pun perlu menjadi pertimbangan saat mendaki. Jangan terlalu ngotot untuk berdiri di puncak dan mengabaikan peringatan yang diberikan oleh taman nasional setempat, yang malah bisa membahayakan diri sendiri. Ada 3 pos dan 3 shelter yang harus kita jejak sebelum mendaki menuju puncak Indrapura di ketinggian 3805 mdpl. Gunung Kerinci sendiri ada di bawah naungan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) di wilayah desa Kresik Tuo, Jambi.

Kami memulai pendakian pukul 09.00 pagi, setelah sebelumnya melakukan lapor diri di posko pendakian gunung Kerinci dengan membayar uang masuk sebesar 7.500 rupiah. Begitu melewati pintu rimba, hutan hujan Sumatra yang lembab dan basah mendominasi trek yang kami lewati. Butuh waktu tak lebih dari 40 menit untuk sampai di pos 1. Begitu pula ketika hendak menuju pos 2 dan pos 3. Trek didominasi oleh jalanan lembab dan basah, sesekali tanjakan terjal dan licin menyambut kami. Nafas yang mulai tersengal, tanjakan yang lebih sering kami temui, jalanan basah dan licin, menjadi hal yang semakin sering kami temui menuju shelter 1. Beberapa satwa khas hutan Sumatra pun menyapa perjalanan kami siang itu.

Pukul 13.00 siang kami sampai di shelter 1. Pakde Alex (porter kami) menjelaskan sebelumnya tentang trek yang akan kami lewati menuju shelter 2. Lebih berat dan memakan waktu yang lebih lama karena treknya lebih panjang. Setelah beristirahat makan dan shalat, akhirnya kami memutuskan untuk mendirikan tenda dan beristirahat malam itu di shelter 1. Tak lama setelah kami mendirikan tenda, beberapa pendaki pun melakukan hal yang sama. Sekitar 10an tenda malam itu bersama kami bermalam di shelter 1.

[caption caption="Menuju Shelter 3"]

[/caption]

Pagi hari pukul 09.00 esok paginya, kami kembali melanjutkan pendakian setelah sebelumnya sarapan dan melipat kembali tenda kami. Benar saja apa yang di beritahukan pakde Alex kemarin. Menuju shelter 2, kami lebih sering bertemu jalanan menanjak, akar dan batang pohon yang melintang, jalanan basah yang lembab dan licin. Beberapa kali kami beristirahat untuk minum dan sekedar meluruskan kaki sebelum akhirnya sampai di shelter 2. Begitu sampai di shelter 2, kami disambut hujan deras. Flysheet direntangkan, dan kami memutuskan untuk menunggu hujan reda sebelum melanjutkan pendakian menuju shelter 3.

Baru sekitar pukul setengah dua siang kami kembali melanjutkan pendakian menuju shelter 3. Sepanjang pendakian bagi saya bagian ini adalah bagian tersulit. Kami mesti lebih berhati – hati karena hujan menyisakan genangan air dan jalanan yang lebih licin dan basah. Kami seolah berjalan menentang arus air yang turun ke bawah. Tak jarang bahkan bergelantungan di akar dan dahan tanaman untuk bisa melewati treknya. Sekitar pukul 15.00 sore kami sampai di shelter 3. Tenda kembali didirikan, hawa dingin semakin terasa menusuk tulang.

[caption caption="salah satu trek menuju shelter 3"]

[/caption]

Kami beristirahat lebih cepat setelah makan malam. Karena kami harus menyiapkan fisik kami untuk melakukakn summit attack jam 04.00 pagi esok pagi. Beberapa kali hujan menemani kami malam itu.

Pukul 03.00 pagi esoknya, pakde Alex yang tengah sibuk membuat sarapan dan bekal kami. Rasanya belum lama saya memejamkan mata, dan sudah harus bangun lagi untuk summit menuju puncak Indrapura gunung Kerinci. Kami memaksakan mata untuk kembali melek, mempersiapkan semua bawaan yang akan kami bawa untuk summit. Tiga lapis baju, sebuah jaket dan jas hujan sudah saya kenakan di tubuh saya, memngingat pagi itu pun Kerinci diguyur hujan.

Pukul 04.00 pagi kami melakukan summit setelah sebelumnya berdo’a bersama. Cahaya kerlip lampu dari headlamp maupun senter terlihat disepanjang jalur pendakian menuju puncak. jalur menuju puncak kerinci didominasi oleh bebatuan berpasir dan kerikil, dan tak ada pepohonan lagi. Sampai di batu gantung, pakde Alex meminta kami untuk berhenti mendaki. Kerinci mengeluarkan kepulan asap hitam dan bau belerang yang menyengat. Cukup lama kami menunggu di batu gantung, sampai kemudian pakde meminta kami untuk kembali mendaki. Baru mendaki sekitar 100 meter, Kerinci kembali mengeluarkan asap hitam pekat dan bau belerang. Pakde Alex meminta kami untuk berhenti mendaki dan kembali ke batu gantung. Dilema rasanya, antara ingin tapi alam berkehendak lain.

“Semisal gak bisa muncak, apa kalian gak masalah ?” tanya pakde Alex pada kami. Aahh... pakde, bisa sampai sana (batu gantung) pun rasanya syukur saya sudah tak berputus, tak penting lagi puncak itu. Kami kembali melanjutkan pendakian setelah dirasa cukup aman. Tapi lagi – lagi Kerinci mengeluarkan asap hitam pekatnya, belum lagi kabut yang kembali turun menutupi jalur pendakian yang hanya bisa dilihat sampai radius 2 meter. Pendakian kembali dihentikan. Semakin dilema kami dibuatnya. Setelah menunggu berapa lama, kami kembali melanjutkan pendakian. Kali ini Kerinci lebih bersahabat. Asap hitamnya sudah tak lagi mengarah ke arah pendaki.

[caption caption="Hamparan tenda di shelter 3"]

[/caption]

DI tugu Yuda kami beristirahat sejenak, menundukkan kepala seraya mendo’akan para pendaki yang meninggal disana. Sedikit demi sedikit, setapak demi setapak, dan Pakde kembali meminta kami untuk terus bergerak naik. Pada akhirnya kami bisa sampai di puncak gunung Kerinci.  Bisa berdiri di puncak Indrapura di ketinggian 3805 mdpl sama sekali tak pernah saya bayangkan sebelumnya. Mengingat kondisi Kerinci yang sedang waspada dan saya hanya mendaki bersama 2 orang rekan saya, rasanya pesimis untuk bisa sampai puncak. Jangan tanya berapa kali saya terjatuh bahkan sampai membuat kaki saya kebiruan. Tapi bantuan pakde Alex yang tak lain adalah porter kami dan juga termasuk dalam anggota tim SAR TNKS membuat kami mampu berdiri di atap Sumatra.

Karena mendaki bukan hanya tentang puncak gunung, nikmatilah perjalanan ketika mendaki, maka kau akan memperoleh lebih dari sekedar puncak gunung... ^^

 

[caption caption="Alhamdulillah... Atap Sumatera... ^^"]

[/caption]

 

[caption caption="Bersiap turunnn... ^^"]

[/caption]

 

 

[caption caption="numpang cari sinyal"]

[/caption]

 

[caption caption="Tenda kami dari kejauhan"]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun