Aku tak dapat lagi membedakan waktu, bagiku tak ada siang apalagi malam. Di ruangan ini, waktu bahkan seolah berhenti. Setelah berhasil membuka kedua mataku, aku mendapati Bapak sudah berdiri di sebelah kananku. Bapak tersenyum melihatku membuka mata. Juga ada seorang wanita berseragam putih – putih yang telah selesai memeriksa tetesan cairan yang dialirkan melalui selang – selang kecil ke tanganku.
“Ini dimana ?” aku bertanya pada Bapak yang masih setia disampingku.
“Masih di rumah sakit” jawab Bapak singkat, berusaha sebisa mungkin menormalkan nada bicaranya.
“Ini dimana ?” tanyaku lagi.
“Masih di rumah sakit” jawab Bapak lagi. Hening sejenak.
“Ini dimana sih ?” lagi – lagi aku menanyakan pertanyaan yang sama.
“Masih di rumah sakit, Da” agak tinggi nada suara Bapak kali ini.
“Ruang ICU” aku mengeja tulisan yang tertera di baju yang dikenakan Bapak. Baju berwarna hijau tua yang belum pernah aku lihat sebelumnya.
“Cuma istirahat sebentar aja disini, habis ini juga pindah lagi ke ruang perawatan biasa”. Bapak menggenggam tanganku, dia mungkin tau betapa aku khawatir dan ketakutan berada disini. Aku bahkan tak tau alasan apa yang menyebabkan dokter tega membawaku kesini. Yang aku tau, semalam aku merasa begitu sesak dan dadaku nyeri. Tubuh yang kemudian menjadi sangat lemah sampai – sampai tak ada tenaga sama sekali.
“Ngapain disini, pulang aja Pak” ajakku pada Bapak. Sungguh aku hanya ingin pulang. Mendengar suara – suara mesin di ruangan ini benar – benar membuatku takut. Belum lagi beberapa pasien disini ditempeli alat – alat yang akupun tak tahu fungsinya apa.