Berbicara terkait pihak yang terdampak, sebagaimana dimuat dalam tulisan Kumparan, dinamika korban yang tewas akan terlihat jika ditinjau dalam rentang waktu tahun ke tahun. Sejak 2008 data korban pada konflik ini berhasil dihimpun oleh Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs) di wilayah Palestina.
Menurut data tersebut, korban tewas di Palestina sepanjang 2008 – 2022 mencapai 6.180 jiwa. Sedangkan, korban tewas di Israel berjumlah 260 jiwa. Data diatas belum termasuk dengan insiden 7 Oktober 2023. United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs menyatakan bahwa korban Palestina pada periode 7 Oktober hingga 6 November mencapai 10 ribu jiwa. Data keseluruhan diperoleh melalui Kementrian Kesehatan Gaza dan keterangan resmi Pemerintah Israel.
Hamas kemudian tidak sekadar berjuang dengan berperang, mereka juga melakukan kerja sosial. Hal inilah yang membuat masyarakat Palestina simpati dengan mereka (Bayu Ardi Isnanto, 2023). Hamas pun beroperasi sebagai partai politik, puncak dari situasi ini terjadi pada 2006, ketika Hamas ikut serta dalam Pemilu Palestina, bersaing dengan partai lainnya yang sekuler, Al-Fatah, dan menang dengan suara mayoritas (Dian Rosalina, 2023).
Meski demikian, masyarakat internasional tidak mengakui hasil Pemilu itu dan krisis internal besar lainnya pun terjadi. Ini membuat krisis belum sepenuhnya selesai sampai sekarang dan membuat Al-Fatah berkuasa di Tepi Barat sementara Hamas secara de facto berkuasa di Gaza.
Persoalan Hamas menguasai Gaza secara de facto, merupakan argumen yang digunakan Israel untuk membenarkan kebijakan yang keras dan memasang barikade dan blokade di wilayah tersebut (Sergio GarcÃa Magariño, 2023).
Berdasarkan pernyataan Israel pada unggahan halaman keempat, Hamas tidak menindas dan menganiaya penduduk Palestina. Justru Hamas mendukung, melindungi, dan membantu mereka dengan menyediakan fasilitas kesehatan, pendidikan, amal, pembangunan panti asuhan, pembentukan kelompok-kelompok olahraga, seni, dan budaya. Hamas juga mengembangkan berbagai bentuk perlawanan sipil, seperti demonstrasi, boikot, kerusuhan massal, dan berbagai tindakan non-kooperatif lainnya. Hamas juga berjuang melawan Israel dengan mengangkat senjata. Dalam melaksanakan kegiatan ini, Hamas bergantung pada sumbangan yang tidak terikat, baik dari lingkup internal maupun eksternal.
Terkait penyerangan yang dilakukan Hamas pada 7 Oktober 2023, bertujuan menggertak Israel yang telah melakukan penjajahan secara struktural dalam waktu yang berkepanjangan. Seperti dikatakan oleh juru bicara Hamas, Khaled Qadomi mengungkapkan bahwa alasan mereka menyerang merupakan bentuk respons atas kekejaman yang telah dirasakan rakyat Palestina selama beberapa tahun ke belakang. Serangan Hamas terhadap Israel merupakan Operasi Badai Al-Aqsa dan mengajak masyarakat Palestina untuk bergabung dalam perlawanan ini (Mohammad Deif, 2023). Meskipun tindakan Hamas tidak sepenuhnya benar, mereka melakukan gerakan politik agar kondisi memprihatinkan Palestina dilirik dunia dan Israel mendapatkan sanksi atas kejahatan kemanusiaan yang terjadi dalam konflik ini (Dian Rosalina, 2023).
Para ulama pun berpendapat seperti Ketua Umum PBNU, K.H. Yahya Cholil Staquf, dengan Menyerukan kepada sejumlah pihak dan masyarakat internasional agar melakukan langkah lebih tegas (decisive) dalam mengupayakan penyelesaian yang adil atas konflik Israel-Palestina sesuai hukum dan kesepakatan-kesepakatan internasional yang ada. Muhammadiyyah Haedar Nashir juga menyebut konflik Palestina dan Israel merupakan persoalan yang terkait dengan konstitusi Republik Indonesia (Ade Oeis Hasbiyansyah, 2021).
Relevansi antara informasi yang disampaikan oleh Israel melalui unggahannya pada halaman kelima hingga ketujuh dengan fakta terkait awal mulanya konflik periode ini, dapat diketahui bahwa tujuan yang dilakukan Hamas jelas untuk memerdekakan Palestina dari belenggu Israel. Bukan semata memberikan perlawanan tanpa sebab.