Penggunaan kondom memang sangat dilematis ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi secara etika sangat sulit untuk disosialisasikan penggunaannya, karena ada persepsi mengajari mereka yang tidak pantas untuk menggunakan, sedangkan di sisi lain penting demi kesehatan. Â
D ( Don’t inject ) tidak melakukan penyalahgunaan Napza sama sekali terutama yang disuntikkan termasuk selalu menggunakan jarum yang steril untuk tindik, tato, dan akupuntur. Merebaknya penggunaan Napza di seluruh lapisan masyarakat, menjadikan penyebarluasan HIV/AIDS makin mendapat tempat. Masalahnya bukan saja pada penggunaan Napza, tetapi bagimana salah satu cara penggunaannya dengan jarum suntik yang tidak steril, karena darah sebagai salah satu media penyebarluasan virus ini.
E ( Education ) berusaha mendapat informasi yang educatif dan benar tentang bahaya HIV/AIDS, kesehatan reproduksi dan juga Napza. Sampai saat ini penanggulangan tentang bahaya HIV/AIDS, dirasakan masih kurang, bahkan gaungnya dikalahkan oleh langkah penanganan flu burung yang pernah merebak di Bali.Â
Memang penyebarluasan dan dampak yang ditimbulkan oleh virus ini, baru nampak ketika mereka yang terinfeksi telah melewati masa 7 sampai dengan 10 tahun. Penyebarluasan informasi yang edukatif dimaksudkan bagaimana penyebarluasan tentang virus HIV/AIDS, dilakukan secara benar, baik dilihat dari sasarannya maupun dari substansinya, sehingga ada persepsi yang benar  bagi masyarakat yang belum tertular maupun bagi mereka yang menderita.Â
Ada banyak harapan dikalangan masyarakat agar mereka yang terjangkit, dipublikasikan secara lebih fulgar, sedang disisi lain mereka yang terkena harus pula dilindungi hak dan martabatnya. Disinilah arti penting pendampingan bagi para ODHA, dan kita harapkan mereka menjadi sumber informasi.Â
Di sisi lain masyarakat harus siap menerima mereka yang termasuk kategori ODHA, sehingga mereka tidak merasa dikucilkan, dan secara bersama-sama menjadi informan yang baik. Kalau dilihat dari kasus ODHA sebagian besar menyerang mereka pada usia produktif (20 s/d 30 tahun), maka peranan lembaga pendidikan formal seharusnya menjadi perhatian serius.Â
Saat ini hampir seluruh sekolah sudah memiliki KSPAN (Kelompok Siswa Peduli AIDS dan Narkoba). Kedepan organisasi ini hendaknya menjadi program wajib sekolah, sehingga program dan pendanaannya berkesinambungan.
Dari kelima cara di atas, masing-masing memiliki pola, sasaran yang berbeda, sehingga pendekatan dalam sosialisasinya pun akan berbeda pula. Yang terpenting bagaimana seluruh elemen masyarakat memberikan apresiasi yang sebaik-baiknya bagi penanganan  kasus HIV/AIDS, karena ada kalanya  solusi penanganan pada takaran pemikiran saja sudah diperdebatkan habis-habisan,  seperti polemik penataan tempat penjaja seks. Secara kasat mata tempat itu ada, tapi kita masih membungkusnya. Mengapa tidak ditata (walau bukan lokalisasi). Apa lah namanya, yang penting ada kontrol disitu. Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H