Mohon tunggu...
I Dewa Nyoman Sarjana
I Dewa Nyoman Sarjana Mohon Tunggu... Guru - profesi guru dan juga penulis.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

hobi membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mantapkan Sosialisasi, A, B, C, D, E

22 Maret 2024   20:17 Diperbarui: 23 Maret 2024   01:55 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar poto pixabay gratis

MANTAPKAN  SOSIALISASI  A, B, C, D, E (Mencegah Kasus Narkoba)

 

Fenomena gunung es. Demikian ungkapan yang diberikan terhadap perkembangan penularan HIV/AIDS. Seperti dilansir oleh harian Bali Post ( Selasa, 6 November 2007 ) jika penularan HIV tidak ditangani dengan baik maka diramalkan tahun 2020 mendatang Indonesia akan memiliki sekitar 2 juta penderita HIV. 

Sampai 30 September 2007 saja, Indonesia Sudah mempunyai 5904 penderita HIV tanpa gejala, 10.387 penderita AIDS ( HIV yang sudah menimbulkan gejala ) dan 2887 orang meninggal dunia karena HIV/AIDS. Dari data ini memberikan bukti bahwa ke depan kasus kematian yang disebabkan oleh HIV/AIDS akan menjadi ancaman besar bagi umat manusia. 

Oleh karenanya pencegahan terhadap penularan HIV/AIDS perlu mendapat penanganan yang serius antar lintas sektoral. Selama ini model pembelajaran dengan pendekatan yang diistilahkan dengan  A, B, C, D, E, sudah sangat epektif apabila dilakukan secara benar. Untuk memberikan sedikit gambaran tentang A, B, C, D, E tersebut,  dapat penulis uraikan secara singkat.

A ( Abstinence ) artinya bagaimana kita membekali pemahaman yang benar terhadap perilaku seksual sesuai dengan ketentuan yang ada baik dilihat dari perkembangan psikologis maupun norma yang ada. Gejala perilaku seksual menyimpang, saat ini sangat mencemaskan. Kasus-kasus KTD ( kehamilan yang tidak diinginkan ) banyak menimpa kalangan remaja termasuk kalangan siswa. 

Hal ini tidak bisa dilepaskan dari peran orang tua yang super sibuk, serta gampangnya para remaja mendapatkan informasi atau tayangan yang bernafaskan seks. Kondisi ini menuntut para pendidik khususnya orangtua membagi waktu bagi putra-putrinya, untuk memberikan pembelajaran seksualitas secara dini sesuai dengan perkembangan usia   mereka. Berbicara masalah seksual dewasa ini bukanlah hal yang tabu asal diberikan dengan cara atau metode yang benar.

B ( Be faithful ) , setia atau loyal pada satu pasangan seksual. Kalau kita menonton televisi atau membaca koran hampir setiap hari kasus perselingkuhan mewarnai kehidupan keluarga, bahkan tidak jarang menimbulkan kasus pelanggaran hukum sampai pada kematian. Kondisi ini menandakan bahwa ada sebagian orang, tidak lagi menempatkan pernikahan sebagai sesuatu yang sakral, yang harus dijaga keutuhannya dengan cara saling mencintai, menjaga keharmonisan keluarga, dan yang terpenting menempatkan kesetiaan dan keutuhan hubungan suami-istri. 

Cara hidup modern dengan berganti-ganti pasangan nampaknya menjadi perilaku yang empuk bagi penyebaran HIV/AIDS, serta  mendapat tantangan yang paling besar. Seperti yang dikatakan oleh Sekretaris Komisi Penanggulangan HIV/AIDS Nasional, Ibu Nafsiah Mboi : ” Meningkatnya penderita HIV/AIDS di Bali dalam kurun waktu terakhir lebih banyak diakibatkan karena hubungan seksual, sedangkan melalui jarum suntik justru menunjukkan penurunan ”. ( Bali Post, Selasa 6 November 2007 )

C ( Condom ) di kalangan orangtua maupun remaja istilah kondom sudah tidak asing lagi. Tetapi yang terpenting bagaimana penggunaan daripada benda ini sesuai dengan aturan penggunannya maupun sasarannya. Maraknya praktek prostitusi baik yang secara umum dikenal oleh masyarakat di Bali, maupun praktek prostitusi terselubung seperti di panti pijat, kafe, diskotik, dsb, tidak bisa dipungkiri sebagai tempat bermunculan kasus HIV/AIDS. 

Penggunaan kondom memang sangat dilematis ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi secara etika sangat sulit untuk disosialisasikan penggunaannya, karena ada persepsi mengajari mereka yang tidak pantas untuk menggunakan, sedangkan di sisi lain penting demi kesehatan.  

D ( Don’t inject ) tidak melakukan penyalahgunaan Napza sama sekali terutama yang disuntikkan termasuk selalu menggunakan jarum yang steril untuk tindik, tato, dan akupuntur. Merebaknya penggunaan Napza di seluruh lapisan masyarakat, menjadikan penyebarluasan HIV/AIDS makin mendapat tempat. Masalahnya bukan saja pada penggunaan Napza, tetapi bagimana salah satu cara penggunaannya dengan jarum suntik yang tidak steril, karena darah sebagai salah satu media penyebarluasan virus ini.

E ( Education ) berusaha mendapat informasi yang educatif dan benar tentang bahaya HIV/AIDS, kesehatan reproduksi dan juga Napza. Sampai saat ini penanggulangan tentang bahaya HIV/AIDS, dirasakan masih kurang, bahkan gaungnya dikalahkan oleh langkah penanganan flu burung yang pernah merebak di Bali. 

Memang penyebarluasan dan dampak yang ditimbulkan oleh virus ini, baru nampak ketika mereka yang terinfeksi telah melewati masa 7 sampai dengan 10 tahun. Penyebarluasan informasi yang edukatif dimaksudkan bagaimana penyebarluasan tentang virus HIV/AIDS, dilakukan secara benar, baik dilihat dari sasarannya maupun dari substansinya, sehingga ada persepsi yang benar  bagi masyarakat yang belum tertular maupun bagi mereka yang menderita. 

Ada banyak harapan dikalangan masyarakat agar mereka yang terjangkit, dipublikasikan secara lebih fulgar, sedang disisi lain mereka yang terkena harus pula dilindungi hak dan martabatnya. Disinilah arti penting pendampingan bagi para ODHA, dan kita harapkan mereka menjadi sumber informasi. 

Di sisi lain masyarakat harus siap menerima mereka yang termasuk kategori ODHA, sehingga mereka tidak merasa dikucilkan, dan secara bersama-sama menjadi informan yang baik. Kalau dilihat dari kasus ODHA sebagian besar menyerang mereka pada usia produktif (20 s/d 30 tahun), maka peranan lembaga pendidikan formal seharusnya menjadi perhatian serius. 

Saat ini hampir seluruh sekolah sudah memiliki KSPAN (Kelompok Siswa Peduli AIDS dan Narkoba). Kedepan organisasi ini hendaknya menjadi program wajib sekolah, sehingga program dan pendanaannya berkesinambungan.

Dari kelima cara di atas, masing-masing memiliki pola, sasaran yang berbeda, sehingga pendekatan dalam sosialisasinya pun akan berbeda pula. Yang terpenting bagaimana seluruh elemen masyarakat memberikan apresiasi yang sebaik-baiknya bagi penanganan  kasus HIV/AIDS, karena ada kalanya  solusi penanganan pada takaran pemikiran saja sudah diperdebatkan habis-habisan,  seperti polemik penataan tempat penjaja seks. Secara kasat mata tempat itu ada, tapi kita masih membungkusnya. Mengapa tidak ditata (walau bukan lokalisasi). Apa lah namanya, yang penting ada kontrol disitu.  

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun