"Kok, sebut namaku saja? Sapa dong Sinta!"
Rani menggoda. Dan Rio hanya senyum-senyum saja.
Tak berselang lama Sinta berucap dengan suara tidak terlalu keras. "Ran, kamu keterlaluan deh hari ini. Kamu kerjain aku habis-habisan. Aku malu Ran."
"Buat apa menutup peti? Lebih baik letakkan memanjang. Buat apa menutup hati? Lebih baik berucap sayang." Rani langsung jawab dengan pantun.
Sinta tersenyum. Hati nya jadi berdebar. "Rani memang teman perempuanku yang maco. Dia apa adanya. Ada jua benarnya. Buat apa memendam rindu dan cinta? Pikir Sinta."
"Ran, aku tahu kamu memang temanku yang baik. Tapi soal aku dengan Rio, jangan dibicarakan dulu ya. Please Ran. Aku belum ada apa-apanya."
"Oke, don't worry my frience." Sambil tersenyum, Rani turun dari bemo, sambil menepuk tangan Sinta.
Sinta terus menjawab. "Makasi ya Ran. Besok kita sua lagi."
Ia masih membayangkan kok bisa novel Layar Terkembang benar dipinjam Rio? Dari kapan Rio suka baca novel? Ah, baiknya aku tidur saja. Buat apa mikirin Rio. Tapi apakah aku jatuh cinta kepada Rio? Rani tertidur pulas bersama kerinduan kepada Rio.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H