Mohon tunggu...
I Dewa Nyoman Sarjana
I Dewa Nyoman Sarjana Mohon Tunggu... Guru - profesi guru dan juga penulis.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

hobi membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Kuatkan Aku agar Jadi Menantu yang Sakinah

16 Maret 2024   13:08 Diperbarui: 16 Maret 2024   13:15 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KUATKAN AKU AGAR JADI MENANTU YANG SAKINAH
DN Sarjana

"Lia, mana wedang jahe untuk Bapak? Ibu juga buatin teh hangat. Jangan terlambat. Nanti waktu sahur habis. Buat gitu aja lama banget!"

Dahlia buru-buru mengampiri mertuanya yang sedang berhadapan di meja makan. Terlihat makanan yang beraneka ragam, karena mertua perempuan suka memasak. Bukan ucapan terimakasih yang didapat. Justru Dahlia diomeli oleh mertua perempuan. Namanya Ibu Yayuk.

"Kok susah sekali dipanggil? Emangnya kamu banyak kerjaan?  Layani dong mertuamu dengan baik. Syukur kamu diajak serumah. Coba kalau tidak!"

Dahlia bengong menerima umpatan seperti itu. Dadanya teras nek. Ingin rasanya Dahlia berteriak menumpahkan sakit hatinya. Tapi dia masih bersyukur, karena bapak mertua masih baik hati.

"Ma, jangan bicara seperti itu. Kan masih banyak waktu. Aku juga tidak segera minum wedang jae. Aku kan minum air putih dulu." Jawab Haji Sukma dengan pelan.

"Ah, Papa. Selalu seperti itu. Setiap aku memarahi menantumu, Papa membela. Apa dia menantu bidadari ya?" Ketus Ibu Yayuk sambil mengambil beragam makanan.

"Bukan begitu Mama. Ini bulan puasa. Tahan nafsumu. Tahan amarahmu. Dahlia, sana. Anakmu dari tadi menangis."

Dahlia mohon pamit. Sampai di kamar mandi, sambil menunggui anaknya buang air besar, Dahlia menumpahkan tangisnya keras-keras. Dibukanya air keran deras-deras. Ia tidak ingin tangisnya terdengar keluar.

Sementara anaknya Putri bengong melihat mamanya menangis. "Kenapa menangis Mama? Sakit ya?"

"Ndak Putri. Mata Mama perih kena cabe tadi." Dahlia menyembunyikan pada anak semata wayang, Putri.

"Hati-hati ya Mama." Dahlia mengangguk. Dia membilas wajahnya lama-lama di kran. Ia tidak ingin ketahuan menangis. Pasti akan diumpat oleh Yayuk mertuanya.

*****
Waktu terus berlalu. Dahlia memendam sakit hatinya sendiri. Ia tidak ingin mengecewakan siapapun. Apalagi suaminya. Dahlia tidak ingin kedatangan suaminya disambut dengan kesedihan. Apalagi suaminya Hendro bertugas jauh di negeri sebrang.

Dahlia sekuat tenaga mengerjakan tugas rumah yang diberikan oleh mertuanya. Ia tetap sabar. Dalam hatinya berkata:"Mencintai Hendro, berarti Aku harus mencintai kedua mertuaku. Seberapapun aku tersakiti. Ini sudah menjadi pilihan dan jalan hidupku.

Malam itu Dahlia menyetrika pakaian anak dan mertuanya. Bu Yayuk memang tidak suka kalau bajunya di bawa ke loundry. Ia tidak suka bahu dan setrikanya yang tidak rapi.

Malam itu lara dalam hati putri sedikit terobati. Mungkin bapak mertuanya merasa tepat waktunya untuk meminta maaf kepada Dahlia. Bapak bermain-main dengan Putri.

"Ayo Putri, lanjutkan menggambar bunga. Sudah bagus. Tinggal mewarnai daunnya." Bapak merayu cucunya.

"Iya kakek. Putri istirahat dulu. Ni mau makan jus melon yang dibuatin Mama. Enaaak sekali. Kakek minta?"

"Boleh kakek minta?" Putri lalu mendekati kakeknya.

Putri melanjutkan menggambar. Kesempatan ini pak Haji Sukma pergunakan untuk berpesan kepada Dahlia.

"Lia, maafkan Ibumu dan juga Bapak ya. Ibumu memang cerewet. Mungkin karena usianya yang sudah tua. Waktu muda tidak seperti itu."

Hati Dahlia, sedikit terobati. Ucapan mertuanya sangat menyejukkan.

*****
Bersamaan dengan kehadiran suaminya Hendro, Ibu mertuanya jatuh sakit. Hendro merasa tidak enak. Ia sedikit berprasangka. Tidakkah karena istriku Dahlia ibu jadi sakit?

"Ma, kenapa Ibu sampai sakit? Apa selama ini kamu tidak bantu-bantu bekerja?"

Untuk kedua kalinya Dahlia menahan sakit hati. Kali ini justru dari suaminya sendiri. "Ya Tuhan, cobaan apalagi Kau akan timpakan pada diriku?" Kata hati Dahlia menahan perih.

Kebetulan saat bersamaan ayah Hendro datang. Beliau berucap.
"Hen, kamu jangan menyalahkan istrimu. Dia sudah melaksanakan dan membantu Ibu sekuat tenaga. Cuman itu, Mamamu terlalu banyak makan. Beraneka ragam makanan lagi. Sekarang kita bawa ke rumah sakit. Biar mendapat perawatan yang maksimal.

"Sejelek-jeleknya menantu, aku masih sayang sama Ibu. Ibu satu-satunya Ibuku, sebab Ibuku telah tiada."

Dahlia memelas dihati dan melantunkan doa untuk ibunya."Ya Tuhan kuatkan diriku agar menjadi menantu yanh sakinah", doa Dahlia. Dia merenahkan tubuhnya di kursi. Malampun merajut gulita. Menidurkan Dahlia perempuan mulia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun