"Ndak Putri. Mata Mama perih kena cabe tadi." Dahlia menyembunyikan pada anak semata wayang, Putri.
"Hati-hati ya Mama." Dahlia mengangguk. Dia membilas wajahnya lama-lama di kran. Ia tidak ingin ketahuan menangis. Pasti akan diumpat oleh Yayuk mertuanya.
*****
Waktu terus berlalu. Dahlia memendam sakit hatinya sendiri. Ia tidak ingin mengecewakan siapapun. Apalagi suaminya. Dahlia tidak ingin kedatangan suaminya disambut dengan kesedihan. Apalagi suaminya Hendro bertugas jauh di negeri sebrang.
Dahlia sekuat tenaga mengerjakan tugas rumah yang diberikan oleh mertuanya. Ia tetap sabar. Dalam hatinya berkata:"Mencintai Hendro, berarti Aku harus mencintai kedua mertuaku. Seberapapun aku tersakiti. Ini sudah menjadi pilihan dan jalan hidupku.
Malam itu Dahlia menyetrika pakaian anak dan mertuanya. Bu Yayuk memang tidak suka kalau bajunya di bawa ke loundry. Ia tidak suka bahu dan setrikanya yang tidak rapi.
Malam itu lara dalam hati putri sedikit terobati. Mungkin bapak mertuanya merasa tepat waktunya untuk meminta maaf kepada Dahlia. Bapak bermain-main dengan Putri.
"Ayo Putri, lanjutkan menggambar bunga. Sudah bagus. Tinggal mewarnai daunnya." Bapak merayu cucunya.
"Iya kakek. Putri istirahat dulu. Ni mau makan jus melon yang dibuatin Mama. Enaaak sekali. Kakek minta?"
"Boleh kakek minta?" Putri lalu mendekati kakeknya.
Putri melanjutkan menggambar. Kesempatan ini pak Haji Sukma pergunakan untuk berpesan kepada Dahlia.
"Lia, maafkan Ibumu dan juga Bapak ya. Ibumu memang cerewet. Mungkin karena usianya yang sudah tua. Waktu muda tidak seperti itu."