"Terimakasih bu. Saya mau pinjam buku ini saja." Sinta menyodorkan buku.
Perasaan Sinta deg-degan. Dari kapan dia suka novel? Bukankah dia suka baca buku kimia dan biologi? Aku dengar dia cari kedokteran. " Bukankah dia berhak membaca novel?" Pikir Sinta.
Teng...teng...teng... Bel pulang sekolah berbunyi. Kita rebutan cari bemo jemputan. Tak disangka aku berpapasan dengan Rio. Sikapku biasa saja. Aku sempat melirik kaca mata tebal yang dipakainya. Pantesan juga dapat juara umum dari kelas IPA. Biasanya para juara ngumpul di kelas IPA1.
Aku berdiri agak jauh. Takut diledekin teman-teman. Bebo jemputan telah tiba. Aku naik bersama Rani. Sekitar 10 meter, tahunya Rio naik ke bemo yang sama. Sialnya lagi aku duduk berhadapan. Hati Sinta deg-degan disaat Rani mulai senyum-senyum. "Pasti dia ledekin aku." Pikir Sinta.
Bener aja, Rani mulai berulah. "Sin, bagaimana buk perpus tadi? Dia tahu ada yang mengambil novel yang mau kau pinjam?"
Sambil menjimpit paha Rani, Sinta mengalihkan pembicaraan. "Ran, baiknya kau diam. Aku mau mabuk. Tadi kebanyakan minum es!" Bisik Sinta pada Rani.
Bukannya Sinta mau ngerti maksudku, tapi dia malah makin ngaco ngeledek. "Ran, kalau aku melihatnya, pasti aku cakar. Sukanya mempermainkan perempuan."
Sinta bener-bener bereaksi. Dia menjimpit paha Rani. Rani menjerit. "Aduh, sakit Sin. Coba tanya Rio. Sakit ndak kalau dijimpit perempuan!"
Tampak Rio tersenyum. Namun wajahnya sedikit memerah, karena dia takut ketahuan mengambil novel itu. Padahal lewat novel itu dia ingin menitip sesuatu yang paling rahasia buat Sinta.
Tidak terasa Rio sudah sampai di depan rumahnya. Dia bergegas turun dari bemo.
"Hai, Rani dan teman-teman. Aku duluan ya."