Mohon tunggu...
I Dewa Nyoman Sarjana
I Dewa Nyoman Sarjana Mohon Tunggu... Guru - profesi guru dan juga penulis.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

hobi membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tak Ingin Menyakitimu

26 Juli 2023   08:39 Diperbarui: 27 Juli 2023   15:43 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 sumber gambar pixabay.com (gratis)

Cerpen


TAK INGIN MENYAKITIMU
DN Sarjana

"Tak apa kamu tak hadir saat ulang tahunku, dari pada kamu berantem. Sejauh pulau aku rangkai kata-kata untuk menyakinkan bahwa aku tetap milikmu, tidak akan pernah kau mau mengerti. Kamu terlalu kekeh dengan pendirianmu."

Salsa menutup pembicaraan. Lama dia memandangi hp di tangannya karena masih terdengar suara Robert memanggil. Ia menatap wajah Robert di hp. Ia sesungguhnya tak sampai hati mengatakan seperti itu. Tapi bagaimana lagi. Kesabarannya sudah habis Robert selalu menjadikan peristiwa saat Salsa terciduk berbincang di sebuah kedai kopi, ketika Salsa istirahat kerja di kantor. Padahal itu baru sekali. 

Dan lelaki yang diajaknya bicara di kedai kopi itu tak ia ketahui. Kebetulan saja ia ingin menikmati iindahnya Pantai Sanur. Ia sedang berwisata dengan keluarga. Mulai saat itu, Robert menjauh dari Salsa, tapi ia belum memutuskan hubungan cinta dengan Salsa.

"Apa apaan ini Salsa?" Pantesan beberapa kali sms ku tidak kau balas! Ternyata kau menikmati berpalingmu dengan laki-laki lain." Robert meloncat dan menarik kerah baju laki-laki di depan Salsa. Laki-laki itu bengong tidak mengerti.

Salsa menarik tangan Robert. Ia sedikit berteriak. "Robert, lepaskan. Tak pantas berbuat seperti itu. Malu-maluin saja."

Robert masih tak terima. Ia tetap mengumpat lelaki disampingnya. "Disini perempuan banyak. Masak sebagai lelaki bangga punya pacar, dengan cara merebut pacar orang lain? Seperti gembel saja."

"Robert. Tarik ucapanmu. Itu sangat melecehkan. Seperti kanak-kanak. Beri aku kesempatan tuk menjelaskan."
Salsa memelototkan matanya memandang Robert. Harga diri seorang perempuan membakar dadanya untuk lebih keras meredam emosi Robert. Salsa kemudian meminta maaf kepada tamu yang diajaknya berdampingan minum.

"Maaf ya Mas atas peristiwa yang tidak mengenakkan ini. Saya sangat melukai perasaan Mas."

"Tidak apa-apa. Saya mohon pamit. Keluarga telah menelpon." Lelaki ganteng itu terus meninggalkan Salsa dan Robert berdua.

"Bert, nanti saya jelaskan semuanya. Saya harus segera ke kantor. Jam istirahat sudah habis."

"Sebentar Salsa. Aku ingin permasalahan tuntas saat ini." Robert memegang tangan Salsa.

Salsa berupaya melepas genggaman Robert, sambil berucap. "Bert, mengertilah. Aku tidak bebas membuang waktu. Manajemen kantorku ketat. Apalagi aku memegang pembukuan." Walau kesel, Salsa masih menyalami tangan Robert. Ia terus meninggalkan Robert sendirian.
Robert memandangi Salsa yang kian menjauh. Dihempaskannya benda yang dipegangnya di pasir. Hatinya berkecamuk. Antara benci dan kerinduannya sama Salsa.

Menyusuri pantai Melasti, Robert melepas pandangan ke hamparan biru air laut. Perahu terlihat meliak-liuk di bawah terik matahari. Sambil memesan es lemon tea, Robert mencari tempat duduk di bawah pohon waru. Matanya nanar memperhatikan perahu yang bergoyang ditiup sepoi angin  akankah cintaku dengan Salsa seperti perahu itu? Oleng tiada henti. "Ungkap kegundahan hatinya."

Hampir se-jam Robert sendirian di pantai Sanur. Lalu lalang pengunjung tak menggoyahkan lamunannya. Sampai akhirnya ia dikejutkan oleh suara dering hp.
"Bert, kamu ndak kuliah?  Ini sudah sore. Katanya kamu kuliah jam tiga."

"O ya ma. Aku berangkat dari rumah temen. Males pulang ma. Macet di jalan." Mamanya bisa menerima. Robert menjadi lebih tenang menikmati suasana pantai Sanur. Namun ia masih tidak terima peristiwa siang tadi.

Hari-hari terus berlalu. Robert maupun Salsa sama-sama menahan diri. Mereka sama sekali tidak pernah saling telponan. Paling banter  kirim chat. Suatu hari Robert menerima sms dari Salsa. "Bagaimana kalau malam minggu kita ketemuan di kedai kopi Mamoto di pusat kota? Aku ingin masalah kita ada solusi." Robert tidak sabaran. Saking senengnya Robert menelpon Salsa.  Ia lupa bahwa hari itu hari kerja, sehingga telponnya tidak di balas. Akhirnya ia jawab lewat wa. "Ya, aku senang. Nanti jam 8 malam ya."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun