"Maksud kak Rahman?"
"Itu kan gaun perempuan. Cocok untuk yang masih punya bayi. Tapi kamu kan.." Lastri memotong perkataan Dedi.
"Rahman, emangnya kita sudah punya anak?"
"Setahun lagi", Rahman memancing. Alis Lastri sedikit mengkerut. Ada bayang kebahagian ketika itu terjadi, dan rumah diwarnai suara anak kecil.
"Rahman, Rahman. Ini gaun tidur namanya. Walau daster, tapi dia sudah modif. Ini untuk anak muda". Dedi mengangguk, pura-pura paham.
Tak berselang lama, hp Lastri berbunyi. Â Suara pak Joko sopir taxi. Katanya waktu berkunjung sudah habis. Mereka bergegas ketempat parkir. Tak lupa membeli kelapa muda.
"Maaf pak Joko kelamaan. Ini Lastri tadi kakinya sakit. Tidak bisa jalan". Lastri tersenyum. Dijimpitnya tangan Rahman, sambil berbisik. "Calon suami yang nakal".
"Kita kemana sekarang?", biar seharian bapak, ibu  sewa taxi". tanya pak Joko.
"Anterin aku ke hotel ya. Ni lukisannya berat. Ntar dari hotel kamu sendirian ke Ubud lagi".
"Siap, demi bidadariku".
Taxi meluncur ke arah Kuta. Jalan Nyanyi sampai Kerobokan, memang terkenal jalan super macet. Hari ini pun perjalanan mereka diganggu oleh kemacetan. Mungkin saking capeknya, Lastri tertidur di pundak Rahman. Sesekali wajahnya bersentuhan dengan pipi Rahman. Dia membiarkan saja. Toh Rahman sedang tidur. Dia tidak tahu kejadian itu. Tiba-tiba,
"Mas, gadis itu pacar mas ya?"