Mohon tunggu...
I Dewa Nyoman Sarjana
I Dewa Nyoman Sarjana Mohon Tunggu... Guru - profesi guru dan juga penulis.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

hobi membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cemara Bersemi di Kintamani

16 Juli 2023   13:59 Diperbarui: 16 Juli 2023   14:01 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

CEMARA BERSEMI DI KINTAMANI

Kesepakatan agar bertemu telah lama mereka putuskan. Maklum mereka sama-sama sibuk mengurus pekerjaan. Gilang menjadi supervisor di sebuah hotel. Sementara Cemara pegawai bank suasta. Waktu bagi keduanya sangat berharga.

"Pagi Mara, sudah mulai kerja ya?"

"Aku kerjanya mulai jam 09, Gi. Aku masih bisa rapiin meja tempat kerja".

"Wah, rajin banget. Ingat ya Jumat depan kita ambil cuti bersamaan".

"Gi, berapa kali kamu ingatkan itu? Kayak aku masih kecil aja", jawab Cemara. Wajahnya sedikit cemberut. Mungkin kurang sreg sama kebiasaan Gilang yang terus nanya soal cuti.

"Maaf deh, aku takut kau melupakan".

Sebenarnya perkenalan mereka sudah lama. Mereka masih merahasiakan pribadi masing-masing, terutama Cemara. Dia tidak ingin menceritakan perjalanan masa lalunya yang kelabu. Cemara pernah mengalami kegagalan dalam menjalin rumah tangga. Itu pun bukan kehendaknya. Ada pihak ke tiga yang menjadi sumbu prahara besar dalam hidupnya. Tiga tahun yang lalu, dia dengan berat hati memutuskan perkawinannya dengan Gagah. Walau dia sudah berkorban hanya menjadi ibu rumah tangga saja, tapi Gagah memanfaatkan keterkungkungan Cemara di rumah. Dia masih trauma dengan pertengkaran terakhir malam itu.

"Pa, kau masih menginkan aku ada di rumah ini?" Cemara memancing suaminya, Gagah.

"Pertanyaanmu lucu Mara. Sejak kapan aku bosan ditemani kamu?" Cemara diam sejenak. Dipandanginya plapon rumah. Dia merenung. Bener ya, laki-laki suka menyembunyikan aibnya, pikirnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun