"Ma, rasanya kok mama beda sekarang".
"Beda apanya. Kan bapak memulai. Sambil
menyodorkan, sms yang dia simpan, istriku berdiri dan langsung masuk ruangan. Sepintas sms itu ku baca. Ada satu kata, sayang yang tertulis dari teman kerjaku. Padahal itu kata hanya candaan melepas lelah dipengat kerja. Tapi aku merasa bersalah.
Esok hari aku duluan memulai. Tak ingin istriku menanggung beban. Aku ajak istriku menikmati pagi nan cerah di beranda.
"Ma, ni susu. Sudah bapak buatkan.
"Taruh diteras rumah. Aku menyusui". Jawab istriku kecut. Aku sabar menunggu hingga.
"Ma, beri kesempatan aku menjelaskan". Begitu aku memulai. Aku jelaskan dengan sejujurnya. Aku perlihatkan siapa temanku itu. Semua postingannya aku perlihatkan. Sampai aku beri dia kesempatan untuk menelpon. Malam pun tiba. Si kecil menikmati tidur malam. Malam ini cuaca agak dingin karena rintik hujan membasahi bumi. Perlahan aku tidur disebelah istriku. Aku memeluknya. Tapi tak sedikitpun berkata-kata. Tiba-tiba istriku berbalik, dan memelukku erat-erat, sambil berucap maafkan istrimu salah menepatkan cemburu padamu. Kesempatan baik tak ku sia-siakan. Aku memeluk dan membelai rambutnya. Dalam diam aku merenung. Syukur rumah mungilku tidak menjadi ajang prahara mahligai rumah tangga yang baru saja ku rintis. Hingga kami terbangun di ujung malam dalam pelukan.
Tabanan, 4-10-22
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H