Mohon tunggu...
I Dewa Nyoman Sarjana
I Dewa Nyoman Sarjana Mohon Tunggu... Guru - profesi guru dan juga penulis.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

hobi membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rumah 45 meter Persegi, Milik Kita

14 Juli 2023   11:26 Diperbarui: 14 Juli 2023   11:40 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Itu sms yg dia kirim. Aku bergegas berjalan ke arah itu. Dari jauh kulihat dia sendiri. Rambutnya tergerai hempasan angin.

"Hai, sudah tadi?.

"Nggak mas". Jawabnya singkat. Tangannya lincah menerbangkan pasir putih. Aku duduk

disampingnya, sambil menjulurkan botol minuman. Tangan halus putih, tiada ragu mengambil. Seiring deburan ombak, perbincangan kami tiada terputus. Hingga batas kata terakhir.

"Sinta, aku mencintaimu". Berbarengan dengan jari saling terpaut kata itu terucap. Santi menatap mataku. Ada buliran air mata yang tampak tersimpan. Tiada kusangka Sinta merebahkan kepala dibahuku. Desiran di dada menjalar, melebihi desir ombak di pantai. Hari terus berlalu. Bunga-bunga cinta kami pupuk, hingga pernikahan kami lalui dengan bahagia.

"Pa, teras ini nanti isi tirai ya. Biar aku bisa duduk di

pagi hari sambil berjemur sebentar dengan si kecil".

 "Ya, ma. Kita tunggu gajian bulan depan. Kita

isi tanaman gantung, biar suasana terasa santai". Istriku mengangguk, sambil menghentikan tangis si kecil. Rupanya dia merasa tidak enak basah, karena baru habis pipis.

Hari berganti hari. Bulan berganti bulan. Tidak terasa dua tahun sudah usia putriku. Istriku mulai merengek minta bekerja lagi. Dia merasa jenuh tinggal di rumah. Masuk akal juga, dia tidak sempat menikmati suasana di luar rumah. Aku tidak tega juga mengurung istriku di rumah. Syukur ada bibi dari keluarga ibu tidak punya pekerjaan, sehingga dia kujadikan pengasuh di rumah.Seiring berjalannya waktu. Cerita indah berumah tangga kami lalui. Tawa dan tangis si kecil mewarnai rumah ini. Namun suatu saat ada hal yang berubah pada istriku. Dia mulai sering mangkel di rumah. Apalagi lepas kerja. Aku memaklumi. Dia pasti lelah setelah kerja. Punggungnya membelakangi tidurku sambil menyusui. Itu dia lakukan sering kali. Sebagai lelaki, rasa cemburuku tiada bisa disembunyikan.

Hingga suatu saat sambil duduk di teras.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun