"O, inginmu mendua?" Laras masih tak mau memandang Junet.
"Laras, aku belum selesai. Dengan surat yang ku tulis untukmu, ternyata kau menerima cintaku. Akhirnya surat yang ku tulis untuk Ratna batal ku kirim. Tak sebersitpun aku ingin mendua."
"Junet, aku menerima cintamu bukan semata karena penampilanmu, kelincahanmu. Tapi aku melihat dirimu apa adanya. Kau jujur. Kau tahu arti persahabatan. Kau juga kutu buku. Bukankah kau aktif di HMJ?"
"Trus, dengan penjelasan tadi, Laras masih ragu dengan cintaku?"
Laras memandangi Junet. Dia sesungguhnya tidak mungkin memutus hubungan cinta dengan Junet. Dia pria yang baik hati. Dia kemudian mendekati Junet dan memeluknya.
"Perempuan itu sensitif Junet. Dia tidak mudah meyakinkan dirinya sendiri. Apalagi meyakini perkataan orang lain."
"Laras, aku juga laki-laki yang tidak mau seenaknya mempermainkan perempuan. Apalagi perempuan sepertimu. Tapi kalau Laras tidak mempercayaiku lagi, aku serahkan keputusannya kepadamu. Buat apa aku mencintai Laras, sementara dirimu sudah tidak mencintaimu lagi."
Laras termangu mendengar ucapan Junet. Junet memang laki-laki yang setia dan jujur. Ia lalu mendekati Junet.
"Jun, maafkan aku. Aku terbawa emosi, ketika surat itu kutemukan di buku catatanmu. Aku mencintaimu. Aku percaya akan kejujuranmu. Maafkan aku Jun."
Junet balik memeluk Laras. Satu kecupan jatuh di kening Laras. Deburan ombak menjadi saksi kesetiaan mereka.
Lalu Junet berkata. " Laras, ternyata luka yang kau gores di pelabuhan Buleleng, hanyalah berkah yang menyembuhkan cinta kita dari cemburu."