Mohon tunggu...
Devy Mariyatul Ystykomah
Devy Mariyatul Ystykomah Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya seorang guru belajar yang aktif sebagai wakil ketua umum Komunitas Guru Belajar Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Praktik Baik Merdeka Belajar dengan Kangkung dan Pakcoy

18 Mei 2023   13:13 Diperbarui: 18 Mei 2023   13:24 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Murid menyiapkan media tanam untuk kangkung dan pakcoy. (Dokumen pribadi: Devy Mariyatul Ystykomah)

Apa gunanya punya ilmu jika kita tidak berbagi? Apalagi dengan berbagi, ilmu kita ternyata tidak berkurang tetapi justru semakin kaya dan bertambah. Terbukti dari berbagai kegiatan Temu Pendidik (Mudik) organisasi profesi guru Komunitas Guru Belajar Nusantara (KGBN). Di sana para guru bisa berbagi praktik baik yang mereka lakukan di kelas. Saat Mudik, para guru saling bertukar praktik baik sehingga bisa mendapat masukan tentang apa saja yang sudah dilakukan. Juga ide-ide baru yang mungkin muncul dari hasil pemaparan rekan-rekannya.

Menguntungkan? Tentu saja. Bagi yang membagikan praktik baik, akan ada proses refleksi yang lebih luas. Apalagi ketika muncul umpan balik dari peserta. Bagi yang jadi peserta, Mudik merupakan wadah untuk 'belanja ide' yang bisa diterapkan saat belajar mengajar di kelasnya masing-masing.

Polybag berisi media tanam kangkung dan pakcoy yang disiapkan oleh murid. (Dokumen pribadi: Devy Mariyatul Ystykomah)
Polybag berisi media tanam kangkung dan pakcoy yang disiapkan oleh murid. (Dokumen pribadi: Devy Mariyatul Ystykomah)

Murid yang Berkarya

Ikut organisasi ini sejak 2019, saya pun kerap menjadi pemateri maupun peserta. Hasilnya, sejumlah praktik baik bisa saya terapkan di kelas dan membantu mewujudkan Merdeka Belajar bagi murid.

Salah satunya adalah saat murid-murid ingin punya proyek.

Dari hasil Mudik, saya menjadi pemantik. Usulan dan inisiasinya saya serahkan kepada murid. Baik soal proyek apa yang dipilih maupun pembagian tugas hingga eksekusinya.

Saat itu, dibagi dalam beberapa kelompok, mereka ingin punya karya yang bisa dipamerkan saat akhir semester. Tapi apa? Yang bermanfaat, tapi juga murah. Mereka akhirnya memilih proyek penanaman kangkung dan pakcoy. Dua sayuran yang lazim digunakan ibu-ibu mereka sebagai bahan masakan di rumah. 

Berusia 13-15 tahun, anak-anak yang beranjak remaja ini ternyata berhasil menemukan 'why'-nya.

Mengapa proyek ini digagas dan dikerjakan.

Memang awalnya mereka menganggap proyek ini hanya dimaksudkan untuk menuntaskan tugas semester hingga bisa punya pameran karya. Tapi usai mereka berdiskusi, mereka yakin bahwa proyek penanaman kangkung dan pakcoy ini akan bermanfaat.

Yang pertama, tentu saja menghasilkan produk kangkung dan pakcoy yang bisa dimanfaatkan oleh mereka sendiri. Dijual atau diolah.

Kemudian yang kedua, mereka akan tahu tugasnya dan bisa bergotong-royong mengerjakan proyek dari awal hingga akhirnya bisa dipanen.

Ternyata, dari hasil diskusi, murid-murid ini juga sudah bisa memetakan kebutuhannya. Seperti di mana akan membeli benihnya, menyiapkan media tanam, juga soal nanti berapa perkiraan waktu yang diperlukan sampai kangkung dan pakcoy mereka siap panen.

Kuncinya yakni membebaskan mereka memanfaatkan teknologi internet yang selama ini hanya mereka pakai untuk main gim atau hiburan semata.

Dari hasil berselancar di dunia maya tersebut, mereka tahu bahwa cara menanam kangkung dan pakcoy ada trik-triknya. Seperti memilih media tanam yang tepat beserta tempat dan pupuknya. Juga trik membuat lubang-lubang kecil dulu untuk memasukkan benih. Tidak asal-asalan.

Soal perawatan, dari hasil rekomendasi internet dan bertanya ke orang tua mereka, murid-murid ini juga menjadwalkan regu piket guna menyiram setidaknya satu kali sehari. Hal ini dilakukan agar benih kangkung dan pakcoy yang ditanam tetap segar dan tumbuh dengan baik.

Hingga akhirnya dalam 3-5 hari, benih kangkung dan pakcoy yang mereka tanam akhirnya bertunas. "Tapi kok ada yang tidak muncul (tunasnya) ya, Bu? Yang lain padahal sudah tinggi," tanya mereka saat itu. Saya pun kembali memantik agar mereka mencari jawabannya di internet atau bertanya ke guru lain dan orang tua mereka. Mereka lalu mencari tahu segera. Setelah mencari, bertanya, dan berdiskusi, mereka kembali ke saya dan berkata, "Mungkin gara-gara polybagnya agak masuk ke dalam, nggak kena sinar matahari," ucap salah seorang murid. "Atau benih yang dimasukkan kebanyakan ya, Bu?" sambung lainnya.

Mereka pun banyak berargumentasi dan mendiskusikan hal-hal semacam ini secara aktif.

Jujur, saya yang juga tidak tahu pasti bagaimana cara menanam kangkung dan pakcoy yang benar, merasa bangga. Anak-anak mampu melakukan refleksi dan koreksi tentang proyek yang mereka kerjakan sendiri.

Lebih dari itu, secara tidak langsung, mereka jadi mengerti tanggung jawab dan tugasnya di tiap-tiap kelompok. Semangat kegotong-royongan, bernalar kritis, juga kreativitas saat mengerjakan proyek.

Apalagi ketika akhir semester tiba, mereka bisa mempresentasikan dan memamerkan proyek tersebut. Baik yang belum berhasil maupun yang akhirnya bisa dipanen. Orang tua yang datang ketika pembagian rapor juga memberikan apresiasinya. Kalian hebat, nak!

Semarak Merdeka Belajar

Merdeka Belajar mungkin masih banyak disalahartikan. Bagaimana Merdeka Belajar kerapkali diafirmasi sebagai belajar yang semau-maunya, tanpa arahan dan tanpa tujuan. Padahal esensi dari Merdeka Belajar sejatinya tentang kemandirian dan tanggung jawab.

Kontribusi murid sebagai subjek pendidikan, bukan lagi objek menjadi sangat penting. Murid diharapkan bisa menjadi pribadi yang tak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga mampu menjawab tantangan zaman dengan mentalitas, adab, perilaku, serta nilai-nilai yang bertumpu pada Pancasila.

Ki Hajar Dewantara pernah berkata, "Dengan adanya budi pekerti, tiap-tiap manusia berdiri sebagai manusia merdeka (berpribadi), yang dapat memerintah atau menguasai diri sendiri. Inilah manusia beradab dan itulah maksud dan tujuan pendidikan dalam garis besarnya."

Semoga dengan Semarak Merdeka Belajar ini pendidikan di Indonesia bisa terus berkembang, maju, dan membentuk manusia Indonesia seutuhnya. Manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia. Serta mandiri, bergotong-royong, berkebinekaan global, bernalar kritis, dan kreatif. Salam Merdeka Belajar! Panjang umur perjuangan.

Murid bergotong-royong menyiram tanaman kangkung dan pakcoy. (Dokumen pribadi: Devy Mariyatul Ystykomah)
Murid bergotong-royong menyiram tanaman kangkung dan pakcoy. (Dokumen pribadi: Devy Mariyatul Ystykomah)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun