Mohon tunggu...
Devita Aprilia
Devita Aprilia Mohon Tunggu... Petani - Petani

An Agriculture & Forest Enthusiasts.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Tantangan Industrialisasi Garam di Indonesia

22 Juni 2019   16:05 Diperbarui: 22 Juni 2019   16:10 1316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Volume dan Nilai Impor Garam (2012-2018)

Indonesia menjadi salah satu dari sedikit negara di dunia yang beruntung karena memiliki warisan kekayaan melimpah baik di darat maupun laut. Konsepsi negara kepulauan Indonesia diakui internasional melalui deklarasi pada Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS)  yang mengukuhkan eksistensi Indonesia sebagai negara  kepulauan.

Secara substansial berdampak pada luasnya wilayah laut yang dimiliki oleh Indonesia yang mencapai 5,8 juta km2 atau sekitar 2/3 luas wilayah Indonesia dengan  panjang  garis pantai sekitar sepanjang 95.181 km dan  pulau sebanyak kurang lebih 17.480 pulau.

Daya dukung potensi kelautan yang luas dan fakta terdapat garis pantai yang panjang maka memungkinan Indonesia melakukan swasembada garam pun sebagai negara produsen garam terbesar di dunia.

Pengkajian komoditas garam penting untuk dilakukan karena termasuk komoditas strategis pada sembilan kebutuhan bahan pokok masyarakat. Garam tidak hanya digunakan untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga, tetapi juga digunakan untuk kebutuhan industri (farmasi, pertambangan, pupuk dan lain-lain).

Problematika utama terletak dari rasio kebutuhan garam dalam negeri yang tidak sebanding dengan dengan hasil produksi nasional. Ironisnya  sebagai negara maritim Indonesia tidak mampu memenuhi kebutuhan garam dalam negeri. Berdasarkan data perhitungan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melaporkan produksi garam nasional hingga akhir Oktober 2018 telah mencapai 1,94 juta ton (kontan.co.id).

Berdasarkan kebutuhan garam industri, pemerintah menetapkan kuota impor garam tahun 2018 sebesar 3,7 ton. Dari jumlah tersebut Kementerian perdagangan telah menerbitkan izin impor garam untuk 2,37 juta ton dan sisanya 1,33 juta ton akan dilakukan secara bertahap hingga akhir tahun.

Setelah munculnya polemik impor garam,kewenangan untuk memberi rekomendasi impor garam industri kembali ke Kementerian Perindustrian karena dianggap paling mengerti kebutuhan garam industri. Seperti diketahui, rekomendasi impor garam sebelumnya berada di Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada gambar 1 dijelaskan jika impor garam Indonesia periode (Januari-Februari 2018) mencapai 299 ribu ton, volume impor tersebut naik 62% dari tahun 2017  yang hanya mencapai 184 ribu ton. Sementara impor garam pada 2017 naik 19% menjadi 2,53 juta ton dari tahun sebelumnya 2,14 juta ton. (Sumber Data Books, 2018)

Gambar 1. Volume dan Nilai Impor Garam (2012-2018)
Gambar 1. Volume dan Nilai Impor Garam (2012-2018)

Selama ini garam di Indonesia diproduksi oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu PT Garam (Persero), dan petambak-petambak garam atau yang dikenal sebagai pegaraman rakyat.

Produksi garam Indonesia secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu  garam yang berasal atau diproduksi oleh PT. Garam (Persero) dan garam yang berasal dari rakyat yang disebut dengan garam rakyat. Faktor-fator yang mendesak Indonesia harus mengimpor garam antara lain:

  1. Kinerja BUMN PT Garam Indonesia yang rendah. Produktivitas PT Garam dianggap sangat rendah, padahal BUMN ini menerima Penyertaan Modal Negara (PMN) miliaran rupiah. Produksi garam konsumsi PT Garam pada tahun 2018 jauh dari harapan, yaitu hanya mampu memproduksi 367.260 ton.
  2. Terjadi penurunan jumlah petani garam, berdasarkan data neraca garam indonesia tahun 2014 menujukkan bahwa terjadi penurunan jumlah industri rumah tangga petani garam. Hal ini disinyalir disebabkan oleh beralihnya petani ke sektor industri dan adanya alih fungsi lahan.
  3. Pengolahan garam masih menggunakan teknologi secara tradisional, pada kenyatannya menjadi penghambat efisiensi, kualitas dan kuantitas produksi garam lokal.  Anomali cuaca memengaruhi tingkat penurunan produksi garam yang sangat drastis. Iklim dengan curah hujan yang besar sangat tidak kondusif dalam pengolahan garam yang sangat membutuhkan sinar matahari sehingga kualitas garam yang dihasilkan pun tidak memenuhi persyaratan sebagai garam industri.
  4. Produksi garam nasional belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan industri yang mensyaratkan kualitas garam yang lebih tinggi. Sebagian besar produksi garam dilakukan secara individual oleh petani garam sehingga produksi garam mempunyai produktivitas yang rendah dan kualitas garam yang relatif rendah pula sehingga tidak memenuhi spesifikasi yang disyaratkan oleh industri di dalam negeri (Efendy, et al., 2016). Apabila dibandingkan antara kebutuhan nasional dan kemampuan produksi, maka produksi garam nasional hanya mampu memenuhi kebutuhan dari sisi konsumsi saja, sementara untuk kebutuhan bahan baku industri masih bergantung pada impor.

Pemerintah layak untuk mendapatkan apresiasi terkait upaya untuk memenuhi kebutuhan garam nasional yang semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang terus mengalami pertumbuhan.

Target produksi garam rakyat pada 2019 sebesar 4,5 juta ton. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan menargetkan pada 2016 dapat memproduksi garam rakyat 3,6 juta ton, meningkat dibandingkan dengan target tahun sebelumnya, yakni 3,3 juta ton.

Dalam tiga tahun berikutnya, target produksi garam rakyat juga akan terus. Berbagai upaya peningkatan kuantitas dan kualitas ditempuh guna memenuhi target swasembada garam industri. Pemerintah mendorong produksi garam nasional, terutama garam rakyat menjadi kualitas industri. Salah satunya, dengan memberi bantuan alat geomembrane kepada 35.000 petani garam di 40 kabupaten/kota.(Data Books, 2018).

Tuf Geomembran adalah sebuah sistem produksi garam dengan cara air laut dialirkan ke dalam kolam penampungan terlebih dahulu dilakukan filterisasi dengan menggunakan ijug sapu, batok kelapa dan batu zeolit.

Kemudian setelah air laut yang sudah disaring masuk ke dalam kolam penampungan yang sudah terlapisi plastik hitam. Perbandingan, produktivitas garam dengan menggunakan TUF Geomembran 100% jauh lebih besar daripada dengan cara tradisional yang hanya bisa menghasilkan 60-80 ton sekali panen.

Dengan teknik TUF Geomembran panen garam per hektar bisa mencapai 120-140 ton per hektar sehingga bisa dilakukan optimalisasi produksi garam.

Gambar 2. Target Produksi Garam Rakyat 2015-2019 (Data Books, 2018)
Gambar 2. Target Produksi Garam Rakyat 2015-2019 (Data Books, 2018)

Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan, pemerintah mulai melakukan optimalisasi pengembangan sektor hulu produk berbasis kelautan, terutama pengembangan tambak garam rakyat.

Berdasarkan hasil pemetaan yang dilakukan oleh KKP pada tahun 2010, Indonesia memiliki luas lahan garam potensial sebesar 37,4 ribu hektar yang dapat digunakan sebagai areal produksi garam di Indonesia.

Namun demikian, lahan garam produktif yang digunakan hanya seluas 19,9 ribu hektar di tahun 2010 atau baru sekitar 53,2% dari total lahan potensial yang tersedia (Manadiyanto, 2010). Areal potensial sebagai tempat produksi garam tersebut tersebar di beberapa wilayah di Indonesia seperti Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Madura, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Selatan dan sebagian kecil di wilayah Papua (Gambar 3).

Bentuk perhatian pemerintah kepada para petani garam laut telah tertuang pada PerMen KP no. 27 tahun 2012 tentang Industrialisasi Kelautan dan Perikanan, Modernisasi sistem produksi, penguatan pelaku industri dan transformasi sosial menjadi strategi yang diterapkan sehingga menjadi tindakan nyata efisien dengan sentuhan teknologi dan manajemen yang mampu meningkatkan produksi garam berkualitas dan dalam rangka swasembada garam. Langkah strategis berdasarkan PerMen KP no. 27 tahun 2012 antara lain sebagai berikut:

  1. Penyiapan dan pengembangan  kawasan garam: Penyiapan  Kawasan  Produksi  Garam, Pengembangan  Kawasan  Garam  Intensikasi/Revitalisasi, Ektensikasi  Lahan  Tambak  Garam.
  2. Peningkatan produksi garam rakyat: Klustering    Pemusatan  Produksi, Penyediaan  Sarana  dan  Prasarana  Dasar, Pengembangan  Inovasi  Teknologi  Produksi, Pengembangan  Kawasan  Produksi  Garam
  3. Industri pengolahan garam rakyat: Pengembangan  Industri  Skala  Kecil  dan  Menengah, Pengembangan  Inovasi  Teknologi  Pengolahan, Pembinaan  Manajerial  dan  Keterampilan  Pelaku  Usaha   Garam, Pengembangan  Produksi  Industri  Garam
  4. Kebijakan harga dasar  dan tata niaga garam: Regulasi  dan  Penataan  Importasi  Garam, Identifikasi  dan  Analisis  Mata  Rantai, Penetapan  Kuota  Produksi  Garam.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun