Mohon tunggu...
Devita Nugraheni
Devita Nugraheni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hobi saya menulis dan berbisnis di media sosial

Selanjutnya

Tutup

Book

Bedah Buku Karya Neng Dara Affiah: Islam, Kepemimpinan Perempuan dan Seksualitas

14 November 2022   20:27 Diperbarui: 14 November 2022   20:45 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain itu disinggung mengenai perkawinan dalam memposisikan perempuan bedasarkan pada perspektif ketiga agama yaitu, Yahudi, Nasrani, dan Muslim, dan gerakan perempuan (feminisme) dan Islam di Indonesia.

Pada bab pertama dengan judul Islam dan kepemimpinan Perempuan, dibahas mengenai derajat perempuan dari perspektif agama Islam. Keutamaan ajaran Islam yaitu memandang manusia secara setara dengan tidak membeda-bedakan berdasarkan aspek kelas sosial (kasta), ras dan jenis kelamin. 

Dalam konsep dasar Islam yang harus dimaknai bersama yaitu, bahwa Allah menciptakan manusia, baik laki-laki maupun perempuan untuk menjadi pemimpin (Q.s Al-Baqarah: 30). Pemimpin disini memiliki makna yang luas, bisa menjadi pemimpin pemerintahan, pemimpin pendidikan, pemimpin keluarga dan pemimpin untuk diri sendiri. 

Penulis merujuk dari kutipan hadis Riwayat Ibn Abbas "Masing-masing kamu adalah pemimpin. Dan masing-masing kamu bertanggung jawab atas yang dipimpin." Namun juga terdapat kubu kontra yang mana oleh sebagian orang dijadikan bahan argumentasi untuk menolak kepemimpinan perempuan seperti ayat Al-Qur'an "Laki-laki adalah qowwam dan bertangung jawab terhadap kaum perempuan" (An-Nisa: 34). 

Dari ayat tersebut dapat dipahami atu dimaknai, bahwa kedudukan pria pada posisi superior, sementara itu perempuan berada pada posisi inferior. Bagi penulis yang lebih penting untuk diperdebatkan bukan ayatnya, melainkan alam bawah sadar kolektif masyarakat laki-laki yang egonya tabu untuk tunduk di bawah kekuasaan perempuan, sebab laki-laki  sejak kecil tersosialisasi untuk menjadi penguasa. Ayat hanya dijadikan manipulasi menjadi suatu tameng bagi kepentingan ego penafsirnya.

Superioritas pada laki-laki diargumenkan yang didasari oleh asumsi-asumsi bahwa laki-laki dianggap memiliki kelebihan penalaran (al-aql), tekad yang kuat (al-hazm), keteguhan (al-aznl), kekuatan (al-quwwah), kemampuan tulisan (al-kitabah) dan keberanian (al-furusiyyah wa al-ramy). Sebab demikian kaum laki-laki lahir para nabi, ulama dan imam. 

Meskipun dalam ajaran agama Islam perempuan tidak dibatasi untuk menjadi pemimpin, namun pemimpin dikalangan umat Islam jumlahnya masih terbatas. Penulis menjelaskan terdapat faktor yang menyumbat potensi kepemimpinan perempuan, yaitu pemahaman yang salah kaprah mengenai ajaran agama Islam dan ego kolektif masyarakat yang menganut nilai-nilai patriarki yang mana diinternalisasikan nilai tersebut bahwasanya laki-laki sebagai manusia utama dan perempuan sebagai pelengkap. 

Karena itu sangat penting untuk membentuk sebanyak mungkin pemimpin perempuan Islam dalam berbagai ranah kehidupan dengan cara: 1). sejak anak masih kecil, tidak membeda-bedakan pola pendidikan watak kepemimpinan perempuan atau laki-laki. 2). anak perempuan dan laki-laki berhak untuk mengakses apa saja, sepanjang membuat diri mereka berkembang. 3). memberikan suatu kebebasan untuk memilih pilihannya. 4). melatih perempuan jatuh bangun dengan pilihannya, sebab dalam proses itu akan muncul pendewasaan hidup dan otonomi diri. 5). Menghindari perempuan perlu untuk "perlindungan", dengan atas nama "perlindungan" tersebut bisa menjebak perempuan menjadi kerdil dan gagap pada suatu realitas kehidupan.

Dalam realitas kehidupan potensi dan kreativitas perempuan terutama di berbagai daerah yang belum sepenuhnya diberdayakan semangat otonomi daerah, sebagaimana termasuk UU No. 22 tahun 1999, berbagai ruang musyawarah masyarakat hampir sepenuhnya diisi oleh laki-laki. Masjid, balai desa, balai kecamatan, balai perkumpulan pemuda, gedung dewan perwakilan rakyat daerah, dan berbagai arena publik lainnya. Dengan semangat otonomi diharapkan potensi dan kreativitas perempuan dapat digali bersama dan dapat menyongsong kemajuan agama, daerah, dan bangsa.

Selanjutnya, bab kedua dengan judul Islam dan Seksualitas Perempuan. Pada bab ini terdapat empat sub-bab pembahasan. Pembahasan pertama, penulis memaparkan dan menjelaskan konsep perkawinan pada tiga agama yaitu, Yahudi, Nasrani, Islam berdasarkan tujuan, fungsi, serta tata aturan dalam perkawinan berdasarkan perspektif antara perempuan dan laki-laki. Pembahasan kedua, mengenai praktik zina, perkawinan dan poligami. Pembahasan ketiga, menganai jilbab dan seputar aurat perempuan. Pembahasan keempat, mengenai perkawinan  dan kontrol atas seksualitas perempuan.

Perkawinan merupakan peristiwa yang dianggap sakral pada setiap agama sehingga setiap agama memiliki peraturan tersendiri mengenai perkawinan. Penulis menjelaskan bahwasanya pandangan-pandangan keagamaan mempengaruhi sudut pandang masyarakat terhadap keberadaan perempuan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun