Mohon tunggu...
Devita Amadea
Devita Amadea Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Percobaan Eksplorasi Tulis Menjadi Karya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Konten Media Sosialmu Tiba-Tiba Viral dan Menghasilkan Cuan? Kapan Harus Bayar Pajak? Bagaimana Perhitungannya? Perhatikan, Awas Kena Sanksinya!

11 Januari 2024   08:00 Diperbarui: 11 Januari 2024   13:29 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hi, Kids! This is your mom,...."

Tidak asing lagi, penghujung tahun 2023 diramaikan dengan tren video yang mengekspresikan hari-hari dan harapan seseorang untuk anak mereka nanti di masa depan.

Siapa sangka, konten yang awalnya hanya dibuat untuk mengabadikan momen, tiba-tiba viral dan banyak orang tertarik untuk mengikutinya. Tidak hanya tren "Hi Kids" ini, banyak tren lain di sepanjang tahun 2023 yang menghibur, mengedukasi, atau bahkan memprovokasi. Bagi sebagian orang, konten viral hanyalah sepintas lalu dan digunakan sebagai tempat bersenang-senang, tetapi ada juga sebagian yang memanfaatkannya dengan baik sebagai penghasil pundi-pundi rupiah. Tanpa disadari, banyak orang berharap dapat menghasilkan cuan hanya dengan media sosialnya.

Setiap rupiah yang dihasilkan tersebut berhubungan dengan pajak, terutama pajak penghasilan. Menurut UU PPh Pasal 4 Ayat 1, penghasilan didefinisikan sebagai setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Berdasarkan hal tersebut, cuan yang dihasilkan dari media sosial juga termasuk salah satu objek pajak penghasilan. Kita tahu bahwa penghasilan yang datang tersebut bisa dari berbagai sumber yang nantinya akan mengakibatkan pengenaan perhitungan pajak yang berbeda.

Namun, kali ini kita akan fokus membahas penghitungan pajak content creator yang tidak berada di bawah naungan agensi dan masuk dalam klasifikasi pekerjaan bebas. Dalam ketentuan perpajakan, pekerjaan bebas merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.

Kapan Kamu Harus Membayar Pajak?

Sebagai content creator, kamu harus membayar pajak ketika penghasilan kamu di suatu bulan telah melebihi PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) apabila diperhitungkan akumulasi selama satu tahun.

Daftar PTKP tertera pada PMK Nomor 101/PMK.010/2016 Tentang Penyesuaian Besaranya Penghasilan Tidak Kena Pajak.

Kemudian, Bagaimana Perhitungannya?

Yuk, Simak Perhitungan Pajak untuk Content Creator!

Sesuai dengan fokus yang kita bangun, penghitungan pajak bagi content creator terbagi menjadi dua cara atau kondisi yang berbeda:

  • Pencatatan
    • Seorang Content Creator dapat melakukan pencatatan dengan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) apabila peredaran bruto kurang dari atau sama dengan Rp4,8 M dalam satu tahun pajak dan melakukan pemberitahuan kepada DJP dalam waktu 3 bulan pertama tahun pajak yang bersangkutan. 
    • NPPN dengan klasifikasi lapangan usaha (KLU) 90002 dihitung mulai dari perkalian antara penghasilan bruto selama satu tahun pajak dan presentase NPPN sebesar 50% sesuai yang tertera pada Lampiran I Peraturan DJP Nomor PER-17/PJ/2015. Hasil perkalian tersebut kemudian dikurangkan dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016. Terakhir, hasil pengurangan tersebut yang kemudian disebut PKP akan dikalikan dengan tarif PPh progresif yang besarannya didasari oleh Pasal 17 UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
  • Pembukuan
    • Seorang content creator yang melakukan pekerjaan bebas wajib melakukan pembukuan.
    • Penghitungan pajak terutang apabila seorang content creator melakukan pembukuan dimulai dengan pengurangan penghasilan bruto selama satu tahun pajak dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016. Terakhir, hasil pengurangan tersebut yang kemudian disebut PKP akan dikalikan dengan tarif PPh progresif yang besarannya didasari oleh Pasal 17 UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun