Mohon tunggu...
Devi Permata Putri
Devi Permata Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya mahasiswa progam studi Bahasa dan Sastra Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Book

Cinta dan Luka yang Sejalan

23 September 2023   09:55 Diperbarui: 23 September 2023   10:00 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. penerbit Basabasi

Judul Buku : Kota yang Berumur Panjang

Penulis : Tjak S. Parlan

Penerbit : BASABASI

Cetakan : Pertama, Desember 2017

Tebal: 200 Halaman

ISBN : 978-602-6651-61-7

Buku "Kota yang Berumur Panjang" karya Tjak S. Parlan menceritakan tentang kisah cinta yang sebenarnya terdapat pada kehidupan kita sehari-hari. Menceritakan bagaimana kisah dua orang yang saling mencintai dan saling menyakiti. Sebuah cerita yang menggambarkan banyaknya lika liku kehidupan percintaan manusia. Dikemas dengan gaya bahasa yang mungkin membuat sebagian pembaca kurang memahami isi dalam makna tersebut.

Namun, buku ini memiliki keindahan tersendiri. Cerita yang disuguhkan tak hanya membahas persoalan cinta yang selalu berakhir bahagia, memberikan banyak sekali pelajaran yang disampaikan melalui karya sastra ini. Cinta tidak selalu menggambarkan tentang dua orang yang menjalin kasih, namun juga bisa terhadap diri sendiri, dan mungkin dengan sesuatu yang telah dijaga dan dirawat semasa hidupnya. Buku ini memiliki 23 bab, dan dalam setiap bab akan disuguhkan kisah-kisah cinta yang berbeda. Dibawah ini saya memberikan beberapa bab cerita yang sudah saya kemas sedemikiannya. 

Bab 1 yang berjudul "Kota yang Berumur Panjang"

Kota nan jauh dari pusat dunia. Menceritakan tentang tersesatnya seorang pelancong dari kota lain ke kota yang desas-desus nya berumur lebih panjang dibanding yang lain. Keduanya tampak menikmati obrolan di taman kota pada malam itu, menceritakan kota kelahiran masing-masing Satu hal yang dapat Dali simpulkan, bahwa kota ini menyimpan suatu rahasia yang ditutupi. Keesokan paginya Dali kembali ke kota asalnya, kereta yang telah ditunggu selama satu minggu lamanya telah tiba. 35 tahun berlalu, barulah Azalea membalas ucapan Dali di stasiun, Genap 60 tahun umur Dali, Azalea mengirimkan surat itu melalui kartu pos bergambar. Dali memutuskan untuk datang kembali ke kota tersebut setelah beberapa tahun belakangan akses ke kota itu ditutup.

Bab 2 yang berjudul "Mencintai dengan Tangan"

Seorang laki-laki berwarna coklat yang seakan mendambakan seorang perempuan kuning gading. Jemari kurus lelaki itu membuat gerakan searah dengan sketsa, menyentuh dari mata kaki hingga pangkal leher. Garis meliuk mengikuti pola clips itu yang mengingatkannya akan pinggang seseorang yang akrab dalam ingatannya. Melewatkan kesempatan bersama laki-laki berwarna coklat lalu menyesal, siapa lagi kalau bukan perempuan kuning gading. Membahas masa lalu yang telah mereka lalui, sembari menemani perempuan kuning gading menunggu lelaki bermata hijau lumut. Lelaki berwarna coklat yakin jika ia adalah orang yang dirindukan perempuan kuning gading itu, tapi saat ini sepertinya perempuan itu tengah merindukan lelaki bermata hijau lumut.

Bab 3 yang berjudul "Drama Chocolate Parfait"

Seorang perempuan mengalami keterlambatan penerbangan dikarenakan kabut asap yang tak kunjung berhenti. Dia bertemu dengan seorang teman semasa kuliah dulu, sang pria mengajaknya berkeliling kota tersebut. Tempat yang mereka kunjungi ini pernah menjadi tempat favorit para maneer dan mevrouw. Pria tersebut memesan semangkuk chocolate parfait. Perempuan itu heran, mengapa pria dihadapannya ini suka dengan chocolate parfait. Dia memberanikan diri untuk hertanya, lalu pria tersebut bercerita jika dulu dia sering datang ke tempat ini bersama seorang wanita dan selalu memesan chocolate parfait. Tapi itu dulu, kini wanita itu telah bahagia hidup bersama kakak kandungnya sendiri. Perempuan dihadapannya hanya bisa berdiam dan mengingat jika di kota nya dulu, ia juga sering memesan chocolate parfait bersama dengan seorang laki-laki yang kini mereka ada diambang perceraian. Perempuan ini memutuskan memesan semangkuk chocolate parfait untuk mereka berdua.

Bab 4 yang berjudul "Lumba-lumba di Kepala Saya"

Minggu cerah sekaligus gerah, perenang bersiap-siap menuju kubangan air, siap menari lumba-lumba. Teman yang harus merelakan buku panduan yoga dan bentuk- bentuk serba elastis berbentuk imajiner di layar 14 inci. Saat sedang asyik didalam mimpinya, ia merasa ada telapak tangan basah yang mengusap punggung tangannya, mengedarkan pandangan sekeliling, ternyata hanya sisa beberapa orang saja termasuk mereka. Dia bercerita bahwa tadi ia bermimpi lumba-lumba yang diibaratkan mirip seperti perenang tadi. Dulu sang perenang tidak seperti ini, dia berniat membuka penutup kepalanya dengan berbagai alasan. Mendadak ia menjadi sok tau dengan menyimpulkan bahwa sang perenang sedang tidak bahagia. Sang perenang berkata bahwa ini adalah terakhir kali dia begini, dia merindukan pakaiannya dulu.

Bab 5 yang berjudul "Ingatan Tentang Sarang Burung"

"Aku ingin membuat sarang. Dari ingatan warna hijau. Hijau gelap kebun kopi." Katanya dalam telepon genggam. Dia tidak begitu yakin akan ingatannya sendiri. Tetapi hal yang paling dia sukai adalah cerita cericit burung yang dia lupa namanya. Kenangannya terus bertumbuh besar hingga saat ini. Cara tertawa orang itu juga tidak pernah berubah. Tidak benar-benar lebar, mungkin karena sehelai rumput kering yang ada di bibir kirinya. Dia ingat waktu laki-laki itu berkata bahwa daun lamtoro yang dikunyah dengan ludah kental membuat luka lebih cepat mengering. Itu pertemuan pertamanya sejak dua puluh tahun yang lalu. Bernostalgia tentang cerita-cerita lama yang pernah dilalui oleh mereka berdua. Tidak tau kenapa dia senang jika laki-laki itu datang sendirian sore itu.

Bab 6 yang berjudul "Bunga-bunga Petunia di Beranda"

Sembari menikmati tehnya, Latifa mengingat apa yang ada di benaknya ketika di dapur tadi. Ah ia teringat untuk memeriksa tanaman perenial yang berumur pendek itu. Saat di beranda rumah orang tua Efendi, Latifa tidak percaya bahwa yang merawat bunga petunia adalah Efendi, setelah menikah Latifa percaya bahwa Efendi yang merawat bunga-bunga itu. Mereka menempati rumah kecil di sisi kota. Kenangan bisa saja datang tak kenal waktu, bisa jadi kenangan datang suatu hari dan tiba-tiba. Latifa kembali bersedekap, lagi-lagi ia meminum teh nya yang sudah tak sehangat tadi. Ia akan ke dapur untuk mengambil gunting dan semprotan insektisida. Bertahun-tahun telah berlalu, Margo anak satu-satunya hanya pulang setahun sekali saat musim liburan. Ia mulai mendapati Efendi yang jarang pulang kerumah. Latifa berpikir seandainya kanker payudara tak menggerogoti tubuhnya, mungkin kenyataannya menjadi berbeda.

Bab 7 yang berjudul "Gadis Kecil dari Loji dan Seorang Pemburu"

Pagi itu, diantara belukar rumput yang nyaris kuyup oleh embun, dia menemukan sebuah tanda yang sudah dipasangnya sehari sebelumnya. Sebatang rantai kering yang ditancapi irisan kecil buah pepaya sudah tidak tegak seperti semula. Semua buah pepaya yang tertancap berhamburan dimana-mana, lalu ia melihat tempat perangkap nya yang telah tertutup. Pagi itu mereka terus mengobrol tentang apa saja yang terlintas di kepala, hal-hal yang mungkin tidak di perbincangkan oleh orang tua. Esoknya, saat musim sekolah tiba, di kelasnya kedatangan seorang murid baru. Karina, ya gadis kecil yang dia temui di sekitar loji. Ternyata, Karina adalah anak administratur perkebunan kopi di daerah itu. Orang-orang loji pun kerap memanggilnya untuk memburu babi hutan tersebut. Di tempat itu ia sering melihat laki-laki tua berkumis tebal sedang duduk di kursi tua dibawah pohon mangga. Setelah itu ia pasti akan melihat seorang gadis kecil berlari-lari menyongsong lelaki tua itu. Setiap melihat gadis kecil itu, dia sering kali merasa dejavu.

Bab 8 yang berjudul "Anggrek di Rumah Kakek"

Ingatan Pio tentang anggrek bermula saat ia berumur enam tahun. Ia sering melihat kakek duduk-duduk di teras rumahnya. Ia boleh bermain apa saja kecuali memetik bunga. Pio bertanya mengapa tak boleh memetik bunganya, lalu sang kakek menjawab, jika bunga itu di petik, maka akan mati. Pada suatu kesempatan ibu menceritakan perihal kakek dan nenek. Kakek dulu mencintai gadis anak seorang perambah. Ibu menceritakan jika kakek dulu adalah seorang perambah, pernah suatu hari ketika kakek dan Wana salah seorang temannya sedang merambah bunga di hutan. Namun kejadian naas menimpa mereka. Wana, teman kakek itu jatuh ke jurang meluncur seperti batu. Kunti, anak satu- satunya dari Wana juga menangis, mendengar kabar itu. Setahun kemudian, Kayah menyusul mendiang suaminya Sebulan setelah kematian ibu nya virus kolera menggerogoti Kunti. Dali membujuk agar Kunti tinggal bersamanya, akhirnya Kunti pun setuju. Setelah cukup lama, akhirnya Dali dan Kunti menikah, mereka memiliki anak perempuan yang diberi nama Kuntum.

Bab 9 yang berjudul "Daun Kenari Menggil"

Kepak seekor burung gereja yang sama seperti dulu. Begitu bebas terbang kesana kemari, pergi dari dahan dan ranting lainnya. Pohon kenari yang menginginkan dirinya seperti burung, tetapi menjadi burung pun tak seindah yang dipikirkan. Seperti pada musim yang sama sebelumnya. Di depan perpustakaan, pohon kenari itu tabah dari waktu ke waktu Pohon tersebut melihat seekor burung gereja menceracau, hingga akhirnya burung tersebut berpindah dari ranting ke ranting merekatkan jarak kepadanya. Di tengah-tengah pembicaraan mereka, mereka akan selalu membahas jika ingin bertukar posisi lebih tepatnya sang pohon yang selalu menginginkan dirinya menjadi seekor burung. Tetapi sang burung memberikan pengertian bahwa cukup menjadi pohon saja, menjadi pohon yang baik hati.

Bab 10 yang berjudul "Rumah Violetta"

Peta, seorang bocah laki-laki berusia 7 tahun. Seorang bocah laki-laki yang menyandang status sebagai murid kelas biola yang paling bungsu. Karena dia murid paling bungsu, dia bisa semau-maunya. Di saat ia sedang bermain bersama kawan kecilnya, yaitu Dalli dan Deffrina. Violetta, nama gadis kecil yang memainkan biola tersebut. Tak disangka pertemuan itu adalah pertemuan pertama sekaligus pertemuan terakhir mereka karena Peta akan pindah ke kota asal ibunya. Beberapa tahun setelah itu, Peta yang telah berstatus sebagai mahasiswa, diutus untuk menjadi perwakilan dari Pekan Ilmiah Mahasiswa untuk berangkat di kota masa kecilnya. Ia mengamati rumah tersebut, tetapi sepertinya sudah tidak dihuni lagi. Hingga akhirnya dia dikejutkan oleh seorang perempuan, dan dia bertanya adakah Violetta di dalam. Perempuan tersebut menjawab bahwa Violetta telah menunggunya sudah sangat lama. Peta dipersilahkan masuk dan diminta untuk melihat lukisan seorang anak perempuan yang bermain biola dan di depannya terdapat seorang anak laki-laki yang sedang mengaguminya.

Bab 11 yang berjudul "Sepasang Kekasih Terakhir di Bibir Pantai"

Sepasang kekasih yang sedang menikmati senja di bibir pantai. Mereka sedang membicarakan laki-laki di kampung mereka banyak yang pergi mengikuti kapal- kapal besar untuk melemparkan pukat-pukat yang lebih besar dan menjaring ikan yang lebih banyak. Pria tersebut berkata jika dia tidak akan pernah meninggalkan sang perempuan tersebut. Di hari yang semakin larut ini sepasang kekasih tersebut memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing. Di salah satu rumah pasir yang telah mereka buat kemarin terdapat sepucuk surat yang tak lain dan tak bukan adalah dari sang perempuan. Lalu lelaki tersebut membaca surat yang menceritakan tentang mengertinya sang perempuan mengapa pria tersebut sering marah-marah karena lubang-lubang yang terdapat pada bibir pantai menganga lebar. Dan dia juga bercerita bahwa truk-truk yang mengangkut pasir di pantai mereka perizinannya telah dicabut. Perempuan tersebut juga berkata bahwa dia akan mengikuti paman sopir yang telah memberitahunya tentang hal tersebut untuk bekerja di suatu rumah makan yang biasanya menjadi tempat singgah para sopir truk tersebut.

Buku "Kota yang Berumur Panjang" menyajikan tentang cerita cinta yang memberikan banyak pelajaran bagi para pembacanya. Dimulai dari sebuah arti perjuangan dalam cinta, ikhlas, syukur, menahan rindu dan lain sebagainya. Dalam buku ini kita dapat memetik pembelajaran yang telah disampaikan penulis kepada para pembacanya. 

*) Devi Permata Putri Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Airlangga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun